LOGINAira seorang ibu rumah tangga yang dicerai dengan tuduhan berselingkuh dengan seorang konselor psikologis. Tidak lama setelah bercerai, ia mengandung seorang anak. Aira semakin terpukul lantaran mantan suami kerap meneror. Aira tidak bisa tinggal diam, datang seseorang membantu untuk melawan dan bertahan.
View MoreAir mata kepedihan tak berhenti mengalir di pipi Aira, dadanya terasa semakin sesak terhimpit getir. Tubuhnya bergetar sampai kehilangan kekuatan untuk berdiri tegak. Aira merosot, memeluk dirinya sendiri, menyender di dinding dapur yang dingin.
Marselino Wijaya! Pas saat ia menyerukan kemarahan atas nama itu, sosok yang dimaksud berada di hadapannya. “Baguslah, kamu sudah tahu semuanya!” tawa sumbang menusuk pendengaran Aira. Aira berusaha menentramkan napasnya, tetapi sangatlah sulit. “Brengsek, kamu!” ujar Aira dengan tangan terkepal kuat sembari menatap Marsel yang berdiri tidak jauh darinya. “Tasya Amalia sudah kembali, aku rasa kita selesai,” ucap Marsel tanpa merasa bersalah. Dengan usaha keras, Aira berdiri, ia menghapus jejak air mata di pipinya. “Sejak kapan kamu bermain di belakangku?” Aira butuh jawaban itu agar ia tahu berapa lama dibohongi oleh pria yang dilayani sepenuh hati selama tiga tahun belakangan ini. “Sejak Tasya kembali dari Prancis.” Jawaban mantap dari Marsel membuat Aira meradang. “Dua tahun ini kamu membohongi aku! Laki-laki laknat kamu!” Alih-alih menangis, Aira memuntahkan sumpah serapah sembari menunjuk-nunjuk pria yang masih menjadi suami sahnya itu. Aira mengetahui kebenaran hubungan suaminya dengan perempuan bernama Tasya Amalia berkat teman sekantor Tasya yang mengetahui kalau suaminya memiliki teman dekat yang hampir setiap hari diantar jemput ke kantor. Awalnya Aira menganggap hubungan mereka profesional, hingga sebulan belakangan Marsel makin intens menunjukkan hubungan gelap mereka bahkan hingga tidak pulang ke rumah. Aira yang menaruh curiga membuntuti suaminya hingga memergoki Marsel dan Tasya di rumah perempuan itu sedang bercumbu mesra. "Jangan sok suci kamu, Aira! Aku tahu kamu punya hubungan dengan pria lain!" hardik Marsel tidak mau kalah. “Aku punya bukti kalau kamu juga berselingkuh!” Teriakan Marsel membuat Aira terperanjat. "Aku dan kamu sama, sama-sama perselingkuh!" Senyum miring terpancar di wajah Marsel. Nada suara Marsel penuh ejekan seakan-akan menampar wajah Aira. Perempuan itu hanya bisa terdiam, tetapi tangannya gemetaran mengingat apa yang pernah terjadi. “Kita impas, Aira.” Meskipun disampaikan dengan pelan, tetapi Aira merasa direndahkan martabatnya oleh Marsel. Satrio Tarasumitro! Nama itu mengisi pikiran Aira. “Kamu harus jelaskan, mengapa kamu tidak datang malam itu!” Dunia mulai terasa berputar, Aira berpegangan pada meja dapur. Ia benci melihat paras Marsel yang menampilkan senyum mengejek. Seharusnya, pria itu datang mengakui kesalahan dan meminta maaf karena Aira memergokinya berbuat dosa. Namun, yang terjadi Aira diserang lewat peristiwa yang dirinya pun tak tahu bagaimana bisa terjadi. Aira tak mampu menahan diri, ia mengambil gelas kosong tempat air minumnya lalu melemparkan pada Marsel. Dengan sigap, pria itu berhasil mengelak sehingga gelas mengenai guci yang ada di belakang hingga pecah berkeping-keping. Sontak Marsel maju melayangkan tangan pada pipi Aira. Perempuan itu tidak terima lantas mengambil pisau dapur dan mengunjukkan pada suaminya. Marsel mengambil jarak aman. “Tidak waras!” hardik Marsel. Pria itu tidak ingin terjadi apa-apa pada dirinya, ia mengambil langkah seribu meninggalkan Aira yang menangis tersedu sepeninggalan Marsel. Aira merasa putus asa, banyak masalah yang menimpanya bertubi-tubi. Ia melihat apa yang digenggam, Aira dibisiki suara agar mengakhiri hidup. Merasa tidak berharga, Aira mengangkat pisau dapur yang biasa digunakan menyajikan makanan untuk Marsel. Pandangan Aira berkabut, ia tidak melihat masa depan cerah untuk diri sendiri. Kacau balau masalah di dalam kepalanya, seolah-olah menyindir betapa rapuh dan tak bernilai seorang Aira. Perih bersarang di pergelangan tangan Aira, tetapi lebih pedih hati yang terluka. *** Aira terbangun dengan merasa kesakitan di pergelangan tangan. Televisi dan dinding berwarna putih pertama kali yang dia lihat. [Aku belum mati?] Kekecewaan menghampiri Aira, ia melihat selang di pergelangan dan balutan perban pada tangan lainnya, dengan cepat Aira mencabutnya hingga terlepas. Aira berharap ia seharusnya mati agar terlepas dari beban hidup yang bertubi-tubi melanda. Aira turun dari ranjang pasien, saat menyentuh lantai kakinya seperti jeli lunak tidak mampu menopang tubuhnya. Bersamaan itu, seorang perawat masuk. “Astaga, Ibu.” Dia berusaha membantu Aira, sayangnya Aira menolak dengan sisa kekuatan. Perawat segera memencet tombol darurat agar mendapat bantuan. Selang beberapa waktu, seorang pria masuk bersamaan dengan seorang perawat lain. Bungkusan yang dibawanya terjatuh. “Aira, bertahanlah!” lirih pria itu. Segera diangkat Aira kembali ke ranjang pasien. Aira sudah kehabisan tenaga, parasnya pucat, ia menatap siapa yang membopongnya, Aira pun sangat membenci orang ini. “Pergi!” Tidak kuat bertahan mata Aira kembali menutup.Kakek Tarasumitro kecewa dengan satrio yang tidak melaporkan keadaan perusahaan yang megalami kerugian, apalgi disebabkan oleh cucunya sendiri.“Sebagai seorang peimpin perusahaan kamu seharusnya tahu bila membiarkan ini semua, maka kamu juga turut terlibat dalam menjatuhkan perusahaan.”Satrio benar-benar merasa bersalah, sekalipun dia pernah memiliki keinginan sedari awal untuk memberitahukan keadaan pada kakek, Satrio menjadi ragu dengan tanggapan kakek yang begitu menyayangi Dinda.“Kakek memang sangat menyayangi Dinda, tetapi membangun perusahaan harus dengan profesional, tidak bisa semau saya. Sudah dari lama kamu harusnya mendiskusikan hal ini dengan kakek, bila bukan Aira, kamu pasti akan terus menyembunyikan ini dari kakek,” ujar kakek Tarasumitro menoleh pada Aira yang tersenyum tipis dengan suara bergetar.Pandangan Satrio juga tertuju pada Aira, ia masih tidak menyangka kalau langkahnya didahului oleh Aira.“Sekali lagi aku minta maaf pada kakek, sebenarnya kedatangan
Sudah beberapa minggu Aira tidak banyak bicara, hanya seperlunya. Satrio merasa tidak nyaman sewaktu kembali ke rumah. Di kantor pun dia tidak bisa berkonsentrasi saat bekerja. Dia memutuskan untuk meminta bantuan seseorang.“Kalau mama di posisi Aira, mungkin juga akan melakukan tindakan yang sama,” ujar Ratih setelah mendengar cerita rumah tangga putranya.“Aku mau minta bantuan mama agar bicara pada Aira, aku tahu caraku salah, Ma, tidak jujur dari awal.”“Bukan hanya tidak jujur, Satrio, tetapi kamu juga membiarkan Dinda tetap berada dekat dengan kamu, sementara Dinda menaruh perasaan lebih pada kamu dan Aira tahu itu,” tambah Ratih menilai situasi.“Untuk Dinda mau bagaimana, Ma. Dinda kesayangan kakek, kalau kakek tahu aku memecat Dinda, pasti marah besar dan akan mengorbankan hubunganku dengan kakek,” sanggah Satrio mengingat bagaimana kakek Tarasumitro selalu mendahulukan Dinda.“Anak perusahaan kakek ada banyak, Satrio. Bisa saja diberikan kepada Dinda untuk dipimpin, h
"Baik, aku tidak akan menerima tawaran kerjasama dari pihak yang dikenal oleh Dinda itu."Satrio menyampaikan rasa sesalnya terhadap Aira.Hanya saja, jejak kekecewaan masih melekat dalam diri Aira."Setiap hari kamu akan bertemu dengan Dinda, dia teman satu kantor kamu. Bila kamu tidak kedapatan seperti tadi, kamu pasti tetap akan melepaskan tante Diah, bukan?" cecar Aira dengan suara cetar sembari menatap tajam suaminya.Hanya bisa terdiam, Satrio pun tidak mampu mengatakan tidak atau ya. Ketidaksengajaan tadilah yang sangat disesalinya, membuat masalah baru bagi dirinya dan Aira."Aira, aku minta maaf sekali. Aku menyesal," Berkali-kali Satrio menyampaikan permohonan maafnya, hanya saja Aira tidak semudah itu membalik perasaannya."Aku tidak meminta banyak hal sedari awal pernikahan pada kamu, jujur, hanya kata itu yang aku harapkan dari kamu. Marsel selama dua tahun membohongi aku, nyatanya dia tidak pernah benar-benar mencintai aku!"Kali ini air mata Aira keluar deras, bukan men
Aira terdiam merenungkan maksud dari ide suaminya. "Alasannya apa?" selidik Aira. "Bukannya tante Diah orang yang nekat melakukan apa saja bila ia dibebaskan dari segala tuntutan?" lanjut Aira bertanya. "Em, aku sekedar bertanya," balas Satrio. "Aku tinggal dulu, ya, ada sedikit pekerjaan yang harus diselesaikan." Sepeninggalan Satrio, Aira mencoba mendalami apa hal yang terjadi pada suaminya. Hanya saja, ia tidak menemukan kejanggalan sebelum ini. Besoknya, Satrio kembali ke kantor bekerja seperti biasa. Lagi-lagi Dinda datang kepadanya dan menanyakan tawaran yang diajukannya. "Aku menolak kerja sama ini, Dinda." Dinda yang terkejut mencoba menetralkan raut wajahnya. "Kakak tidak tertarik untuk memberi keuntungan besar untuk perusahaan, bukannya kalau kakek mengetahui kemajuan perusahaan kakaklah orang yang diuntungkan, kakek semakin percaya kepada kakak." Satrio memahami kalau Dinda orang yang mahir membujuk orang lain agar memenuhi keinginannya, tidak luput Satrio term






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.