Share

Akibat celamitan

Tetanggaku Rajin (Minta)

 

 

Part 2

 

 

Dua hari Mbak Kiki tak muncul ke rumahku, dunia serasa tenang sekali. Tapi walaupun tetangga satu ini menyebalkan, dia juga menghibur. Kepolosannya tak jarang membuatku terpingkal-pingkal.

 

Hari ini aku membuat cemilan kue pisang manis berbungkus daun pisang, berhubung pohon pisang di belakang rumah sedang berbuah, jadi aku bisa membuat kue lumayan banyak, nanti akan aku bagikan kepada tetangga.

 

Setelah kue matang dan selesai beberes rumah, kubungkus kue-kue ke dalam kantong plastik. Lalu kuajak Davi menemaniku mengantarkan kue-kue ini. Kumulai saja dari sebelah kiri, para tetangga sangat senang dengan pemberianku yang tidak seberapa, dan akhirnya sampai juga di rumah Mbak Kiki.

 

"Assalamu'alaikum, Mbak Kiki!" Kuketuk pintu rumahnya .

 

"Kum salaaaam ...." Kudengar suara gedebum langkah kaki tuan rumah menghampiri pintu, lalu pintu pun terbuka.

 

"Mbak, nih aku buat kue lemet pisang." Kusodorkan bungkusan terakhir di tanganku.

 

"Waaah weenak ini, gratis. Makasih ya, Rin, sering-sering looh," ujarnya sambil senyum-senyum genit.

 

"Ya udah aku balik Mbak, masih banyak kerjaan di rumah." Aku berjalan menuntun anakku pulang. Semoga saja si Mbak gak rese lagi setelah dibaikin.

 

Biar bagaimanapun aku tak mau bermasalah dengan tetangga, meskipun dia super nyebelin.

 

***

 

Jam 10 pagi, saat pulang dari pasar, aku berencana memasak rendang daging sapi. Kebetulan hari ini Mas Hadi libur, jadi dia bisa mengajak anakku bermain di kamarnya saat aku sibuk di dapur. Kamar Davi berbatasan dengan ruang sholat dan dapur bersih.

 

Saat aku tengah asik mengupas bumbu untuk daging, tiba-tiba Mbak Kiki sudah nongol dari pintu samping, ampun deeh aku lupa nutup pintu sepulang dari pasar tadi.

 

"Riiinn, mau masak apaa?"

 

'Basa basi banget kamu, Mbak. Udah gak ngambek nih ceritanya?' batinku.

 

"Rendang sapi, Mbak," jawabku pendek.

 

"Oohh, tumben beli daging kamu, biasanya palingan cuma ayam sama sayuran," cibirnya sambil duduk di kursi meja makan didekatku.

 

"Sering kok aku masak daging Mbak, tapi ya kan gak mesti aku lapor ke Mbak," jawabku santai sambil mengambil pisau daging dan pengasahnya. Ritual mengiris daging memang belum dimulai.

 

"Emang gaji suamimu berapa sih, Rin?" lah ini orang malah tanya gaji segala.

 

"Dikit Mbak, dibawah 1 M," jawabku sekenanya.

 

"Apaan sih kamu Rin, ditanyain malah jawabnya ngawur."

 

"Cukup lah Mbak buat makan sama bayar cicilan, selebihnya beli berlian," jawabku lagi sambil mulai mengasah pisau daging.

 

"Widiih sombooong, mana berlianmu? Aku pengen liat, berlian berapa karat?"

 

"Disimpen atuh Mbak, ntar Mbak ngiler lagi," ujarku sambil mulai mengelap pisau.

 

"Diiih, aku memang belum punya berlian Rin, tapi kalau emas aku banyak, ini yang aku pakai baru sebagian," ujarnya sambil menunjuk perhiasan di leher dan tangannya.

 

"Wajar sih, Mbak kan suaminya gajinya Gedee." Sengaja ku tekan pada kata Gede, hahaha.

 

"Rin, ntar kalau udah mateng aku minta rendangnya ya, aku lagi malas keluar buat belanja." Et dah, dia mulai.

 

"Ooh, bisa kok, Mbak, tapi kayaknya butuh tambahan daging nih, bisa khilaf nih aku Mbak!" Kugetok pisau daging ke talenan berisi onggokan daging sapi yang sedang kuiris, sambil melirik jahat kearahnya. Kulihat ekspresi wajahnya agak terkejut.

 

"Ya elaah, dikit doaank. Ya ya ya! Baru juga minta lauk. Bukan minta lakimu," ujarnya lagi. Dia kira becandanya lucu kali ya, huh aneh.

 

"Maaass, Mbak Kiki mau minta suami akuu!" ujarku berteriak. Sengaja kukeraskan suara supaya Mas Hadi mendengar. Dasar suamiku juga hobi ngebanyol, terdengar sahutannya dari dalam kamar Davi.

 

"Ogah Maah, Mbak Kiki baraaatt, biar Mas Bowo saja, Papah gak akan kuaaat!" Aku sontak tertawa mendengar sahutan suamiku.

 

"Eh busyet laki lu ternyata di rumah? Becanda kali Rin, elu mah ah buat gue malu aja!" Keluar juga elu gue. Tandanya dia sedang emosi hihihihi.

 

"Balik gih, Mbak! Aku lagi repot, gak ada waktu ngeladenin kalau Mbak mau gosipin Mbak Tarsih dan Bu Sofia, aku juga gak kenal amat sama mereka."

 

"Yee, untung juga kamu tuh orang baru masih ada aku yang mau nemenin, jadi gak dikucilkan," sewotnya.

 

"Maksudnya Mbak yang dikucilkan terus cari temen kaaan?" jawabku santai, masih fokus mengiris daging.

 

"Tau' ah. Punya tetangga baru songong amat, kemaren aja kamu baik sekarang kamu jadi jahat sama aku."

 

"Aku baik kali Mbak, jauhin Mbak dari dosa menggibah, ya kan?"

 

"Bodo amat dah, gue mau balik, eh lumayan ini ada cemilan sisa dalam toples." Dicomotnya toples kecil dekat kaki meja lalu dibawanya berjalan pulang, tak lupa dia ambil isinya dan langsung masuk ke mulutnya yang bergincu merah cabe itu, lalu toplesnya diletakkan kembali di depan pintu samping

 

Aku terkikik. Aneh dia biasa saja makan isi toples itu. Kulanjutkan saja proses memasak yang tadi sempat terganggu.

 

Tak lama kemudian suamiku keluar dari kamar.

 

"Si Asmirandah udah balik, Mah?"

 

"Udah Pah, tuuh liat kelakuannya," ujarku sambil menunjuk toples yang dijarah Mbak Kiki tadi.

 

"Yak Ampuun," suamiku terkekeh geli.

 

"Kasihan jatah Dryfood si Udin diembat sama Asmirandah, beliin lagi nanti ya, Pah, ke Petshop yang dekat ATM!" ujarku saat suamiku sudah berhenti tertawa.

 

"Iya deh, Mah. Aduh lain kali makanan si Udin jangan ditaroh sembarangan dong, kasihan tetangga celamitan hahahahha ...." Suamiku kembali terkekeh.

 

"Udiiin ... Udiiinn ... Sini kamu makan dulu!" panggil suamiku, tak lama kemudian, Udin si Kocheng Koneng pun datang menghampiri.

 

"Meeeoooong ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status