Share

PoV Mas Bowo

PoV Mas Bowo

Perkenalkan, aku Bowo Purnomo. Bekerja sebagai sopir distributor produk rokok. Aku memiliki seorang istri yang sangat baik, lucu, dan menggemaskan. Kami sudah dikaruniai seorang putra yang sangat lucu, saat ini usianya menginjak 3 tahun. Suki baru melahirkan saat usia pernikahan sudah menginjak empat tahun. Artinya Sudah lebih 7 tahun kami menikah. Sungguh tak terasa waktu berlalu begitu cepat.

Pertama kali berkenalan dengan Suki pada saat aku mengantar order rokok di warung milik ibunya. Saat itu Suki yang sedang menjaga warung milik ibunya. Sekali dua kali bertemu masih biasa saja. Tetapi lama kelamaan aku jatuh cinta. Meskipun secara tampilan biasa saja, tapi bagiku dia sangat memesona.

Akhirnya untuk kesekian kalinya kami bertemu saat mengantar barang, kuberanikan diri mengajaknya berkenalan.

"Dek. Sudah lama kita sering bertemu, siapa sih nama Adek?" Tanyaku.

"Masa iya belum tau nama Adek Bang?" Jawabnya malu-malu.

"Kenalan yuk Dek, nama Abang Bowo." Kuulurkan tangan kepadanya. Disambut pula olehnya sambil menyebut namanya.

"Namaku Suki Bang, panggil saja Kiki." Dia tersenyum malu, iih semakin gemes aku melihatnya.

"Nama panjangnya Dek?"

"Hehe Sukiyem Bang."

"Nama yang bagus Dek, Abang panggil Adek Suki saja ya."

"Terserah Abang aja deh." 

"Boleh minta nomor hapenya Dek Suki?" Lalu kami bertukar nomor telefon.

***

Sebulan dua bulan aku dan Suki hanya bertemu beberapa kali, namun aku sudah bertekad akan meminangnya segera. Usiaku sudah lebih dari cukup, tiga puluh lima tahun, begitupun Suki saat itu sudah tiga puluh tahun.

Saat ku utarakan keinginanku untuk meminang Suki kepada kedua orang tuanya, ternyata niatku diterima dengan tangan terbuka. Suki anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya bernama Sukinah, sudah berkeluarga dan sudah hidup mandiri. Ayah Suki orang Jawa sedangkan ibunya Betawi asli.

Satu hal yang paling kuingat pesan dari ibu mertua saat aku menikahi anaknya.

"Wo, nih ye anak gue udah gue serahin sepenuhnye sama elu. Lu jagain anak kesayangan gue baek-baek, jangan sampe badannye kurus karena ngeness idup same elu. Gue udah susah payah besarin die, ape-ape yang die mau selalu gue turutin. Ape yang die minta selalu gue kasih. Kaga peduli gue harus berantem ame tetangga yang penting anak gue seneng. Pokoknye anak gue harus bahagia ye. Kalo sampe anak gue idupnya kaga elu bahagiain, gue ambil balik tuh anak gue. Elu harus bisa ngedidik die, karna dulu die males banget disuruh sekolah, jadinye cuman tamat SD. Tapi die pinter soal itung-itungan. Gue sering ngajarin die." Ujarnya panjang kali lebar.

"Iye Nyak, Insha Allah Bowo bakalan nyenengin Suki sekuat tenaga Bowo." Ku lihat ada gurat bahagia sekaligus kesedihan dari wajah ibu mertuaku.

"Abis nikah kalian mau tinggal dimane, mau bareng same Enyak ape lu mau ngontrak?" Tanya mertuaku lagi.

"Kita ngontrak aja dulu ya Nyak, sambil nabung mudah-mudahan lekas bisa punya rumah sendiri." Ujarku mantap.

"Kaga ade lagi deh tukang angkat goni ame angkat galon di warung." Ujarnya lirih. Aku terharu sekaligus terkikik dalam hati.

***

Sebulan pertama hidup mengontrak sebagai suami istri tentu sangat menyenangkan. Istriku sangat pandai memasak. Meskipun jarang-jarang dia memasak untukku. Tetapi selalu ada lauk dan bahan makanan di dalam kulkas. Katanya dari tetangga.

Istriku sangat pandai mengatur keuangan. Dari gajiku yang aku berikan, Suki selalu bisa menyisihkan untuk membeli emas. Tabungan untuk membeli rumah katanya. Aku benar-benar kagum pada istriku. Kebutuhan dapur terpenuhi, dan tabungan pun ada. Luarrr biasaa.

Bulan keempat, Suki tiba-tiba memintaku untuk mencari kontrakan baru. Katanya sekarang tetangga sudah tak sebaik dulu. Suki sering uring-uringan dan tak jarang dia tak menyediakan makanan untukku. Aku yang jarang berada di rumah dan tak pernah ambil pusing dengan keadaan sosial istriku, jadi merasa bersalah. Akhirnya kami pun pindah.

Kejadian selalu berulang seperti itu selama beberapa tahun, kami sudah lebih sepuluh kali pindah kontrakan. Saat baru pindah Suki akan sangat mudah berbaur dengan tetangga. Namun lama kelamaan dia selalu bilang tetangga pada jahat. Tetangga semuanya rese dan pelit. Akhirnya kami yang selalu angkat kaki karena status hanya mengontrak.

Setelah sekian lama gonta-ganti kontrakan, akhirnya Mbak Sukinah menawari kami untuk membeli rumahnya. Kami boleh membayar dengan cara dicicil setiap bulan. Aku Pun menerima tawaran kakak iparku dengan sangat senang. Meskipun kondisi rumah ada yang harus diperbaiki terutama di bagian dapur. Akhirnya kami pun menempati rumah baru dengan penuh suka cita. Kali ini kuminta kepada istriku supaya betah, karena sudah lelah ganti kontrakan. Istri yang baik tentu saja menyetujui.

"Mana mungkin kita pindah lagi Mas, kan sekarang ini rumah milik kita walaupun masih nyicil." Syukurlah semoga istriku betah. 

Seperti biasa, istriku ini memang pandai bergaul meskipun berada di lingkungan baru. Seminggu pertama ia sudah memiliki teman akrab, tetangga sebelah kiri rumah kami. Mereka adalah perantau dari sumatera. Keluarga dengan dua orang anak. Sementara kesibukanku bekerja semakin meningkat, mengantar order sampai keluar kota. Jadi aku hanya bisa pulang dua kali dalam seminggu.

Beberapa bulan setelah pindah, aku semakin dibuat kagum oleh istriku tercinta. Dapur rumah kami yang awalnya agak reot ternyata sudah diperbaiki ketika aku pulang. Bak mandi yang sering bocor juga sudah ditambal. Pokoknya urusan selalu beres di tangan istriku. Hebatnya lagi, kebutuhan dapur sama sekali tak terganggu, bahkan istriku masih tetap bisa membeli perhiasan walau hanya sebuah cincin. Sungguh beruntung sekali diriku.

Suatu hari ketika aku kembali ke rumah, istriku mengadu bahwa tetangga sebelah rumah, teman akrab istriku sudah pindah. Padahal setahuku mereka sedang merenovasi rumah untuk dibesarkan. Ku lihat istriku jadi sering murung. Apalagi ketika akhir bulan, istriku sering marah-marah. Namun aku selalu berusaha menenangkan dengan mengajaknya ke Mall ketika libur.

Tidak berapa lama ternyata rumah sebelah sudah selesai direnovasi oleh pembelinya dan mereka menempati rumah baru itu. Sepertinya pasangan muda yang serasi dengan satu orang anak. Namanya Hadi dan istrinya Rini. Istriku bilang Rini sangat baik padanya. Sering berbagi, syukurlah istriku memang baik jadi wajar saja jika orang menyukainya.

***

Menjelang siang ini tiba-tiba istriku menelpon dan memintaku untuk pulang karena dia merasa pusing dan mual. Aku berfikir apakah istriku sedang hamil. Aku bergegas menuju rumah setelah meminta izin pada atasan. Sesampainya di rumah kulihat istriku sedang di kamar mandi memuntahkan isi perutnya.

Setelah itu dia bolak-balik kamar mandi karena diare. Aku jelas khawatir, aku takut istriku dehidrasi dan kehilangan bobot tubuhnya. Bisa dimarahi ibu mertua aku nanti. Segera kuajak dia ke Puskesmas. Syukurlah kondisinya sudah lebih baik, sempat juga di testpack namun hasilnya negatif. Sepertinya istriku memakan sesuatu yang tidak higienis.

Saat kembali ke rumah, kubuatkan istriku oralit di dapur, tiba-tiba ada yang memanggil nama istriku. Aku lalu membuka pintu dan melihat istri tetangga baru mengantarkan rendang. Benar-benar beruntung aku memiliki istri seperti Suki. Pandai sekali dia berteman sampai-sampai tetangga sering memberinya lauk ataupun cemilan. 

Rini bertanya kemana istriku, kukatakan bahwa istriku sedang kurang sehat, mual diare dan muntah. Tetapi Rini malah bergegas pulang setelah mendo'akan istriku lekas sehat. Setelah istri tetangga pulang dan aku mengucapkan terima kasih, ku ajak istriku untuk makan siang bersama anak kami juga.

"Sayang, ini tadi Rini ngasih kamu rendang, dia baik banget ya." Ujarku sambil menyiapkan nasi di piring.

"Ya gitu deh Mas, kalau kita baik tentu orang pun baik." Ujar istriku sambil menyantap makanannya. Sepertinya dia sudah kembali berselera makan. Syukurlah aku jadi tak dimarahi ibu mertua. Lalu aku menyuapi anakku juga. Setelah selesai ia makan dan menyuapi anakku, gantian aku juga sangat lapar ingin makan.

"Loh Dek, ini rendang kenapa cuma sisa bumbunya doank, dagingnya kamu makan semua?" Tanyaku keheranan.

"Hehe iya Mas, habisnya aku lapar, isi perut udah keluar semua tadi hehehe." Ujarnya sambil mengelus perutnya.

"Ya ampun Dek, sisakan sepotong kek."

"Hehee besok deh kalau sudah sehat aku masakin rendang ya." Ah ya sudahlah, paling tidak istriku sudah tak sakit lagi. Kusantap saja nasi hangat dengan lauk bumbu rendang. Tetap nikmat karena memang aku sedang lapar.

***

"Mamas Wowo sayang, boleh gak Adek minta sesuatu?" Ujarnya malam itu.

"Minta apa Dek? Kalau masih sanggup pasti Mas berikan."

"Pengen punya hape merk jeruk kroak." Ujarnya sambil memijat kakiku.

"Tau dari mana ada hp merk jeruk kroak Dek?" Tanyaku heran. Padahal selama ini dia tak pernah protes meski cuma punya hp merk BBS alias beriberi senter.

"Itu Rini punya Mas, aku pengeeen." Ujarnya sambil mengedip-ngedipkan mata merayu.

"Jangan yang merek itu Dek, pilih merek lain saja ya. Lebih mudah pakai android merek Sungsang, Siomai, Popi, atau Popo." Jelas saja aku tak akan sanggup membelikan hape dengan merek yang dia sebutkan.

"Emang kenapa mas?" Tanyanya keheranan.

"Merek itu tidak dijual di sembarang toko Dek. Lagipula itu bukan android. Kalaupun ada toko ponsel biasa yang jual sudah pasti bukan barang baru, alias second. Kamu mau baru atau second?" Tanyaku lagi. Padahal supaya dia beralih pada merek lain saja.

"Baru donk Mas, masa kamu mau belikan aku barang bekas. Aku aduin Enyak baru tau rasa!" Rajuknya lagi.

"Ya sudah besok kita pergi beli hape baru. Tapi nanti kartu SIM hape lama kamu harus dipotong. Hape model baru biasanya pakai Nano SIM, sudah nanti bisa diaturlah pokoknya." Ujarku menyenangkan hatinya. Jangan sampai dia lapor pada ibunya dan aku diomelin mertua.

"Makasiiih ya Mas Wowo cayaaang, jadi tambah kecemcem akuu cama kumis kamu icyuuu. Kamu bagaikan kucing garong Mas." Ujarnya manja sambil menarik kumisku.

"Kok kucing garong sih Dek?" Tanyaku sebal.

"Iya, selalu bisa mencuri hatikuu." Jawabnya sambil terkekeh.

"Kalau gitu Mas juga bisa Dek. Bagiku Adek Suki ini seperti balon udara."

"Kok balon udara siih Mas? Padahal kan aku udah langsing." Ia bertanya sambil manyun.

"Iya Dek, kamu seperti balon udara yang selalu bisa membawaku terbang melayang di awang-awang! Hahahaha."

"Iiiih Mas Wowo bisa ajaaa." Ujarnya malu-malu.

"Satu lagi Dek, kamu itu ibaratnya seperti sinetron."

"Kok sinetron Mas?"

"Iya, kalau naik timbangan, timbangannya bilang, BERSAMBUNG!" 

BUGH!!!

Tiba-tiba tinju melayang tepat di wajahku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status