Tasya terus menangis tanpa henti melihat saudarinya yang tak kunjung sadar. Beberapa menit berlalu mobil ambulans pun datang membawa Kayla ke Rumah Sakit Cahaya Harapan, sesampainya di rumah sakit Kayla bawa ke UGD, gadis itu di periksa oleh beberapa dokter.
“Nyonya Erlina Antawiguna...,” perawat memanggil Erlina dengan suara lantang.
“Saya, suster. Ada apa?” Erlina sangat panik menatap perawat wanita itu.
“Dokter Ari mau menyampaikan sesuatu!” Perawat itu menuntun Erlina menuju ruang kerja Dokter Ari, orang yang menangani Kayla.
Erlina mengikuti langkah suster dan dokter pun berbicara tentang kondisi Kayla, betapa kagetnya Erlina mendengar penjelasan dari dokter bahwa anaknya di bius dengan dosis yang tinggi, bisa membuat Kayla tertidur dua sampai tiga hari ke depan.
“Astaga... apa tidak ada cara menyadarkan anak saya, Dok?” Erlina mendekatkan wajahnya ke wajah Dokter Ari.
“Nyonya jangan kawatir, tidak ada hal serius dalam masalah ini. Itu hanya obat bius biasa buat manusia dan tidak berbahaya juga!” Dokter Ari menjelaskan dengan santun.
“Tapi bagaimana saya tidak kawatir, Dok! Anak saya tidak sadarkan diri,” ucap Erlina yang kini menitikkan air mata.
“Nyonya harus tenang dan sabar menghadapi semua ini,” Dokter Ari menatap ibu seraya menyuguhkan senyuman manis.Erlina hanya mengangguk tanpa bersuara dan keluar meninggalkan ruangan Dokter Ari, otaknya terus berpikir sangat keras tentang masalah yang anaknya alami saat ini.
‘Siapa yang tega melakukan ini semua kepada anakku?’ Gumam Erlina dalam hatinya. Tangannya mengambil handphone di dalam tas dan Ia menelepon orang kepercayaannya.
“Cari tahu apa saja yang terjadi selama Kayla di kota XT!” Terdengar suara tegas Erlina.
“Baik Nyonya! Saya laksanakan sekarang.” Sahut seseorang dari seberang telepon.
“Jangan melewatkan info sekecil apa pun!” Erlina memperingatkan orang suruhannya.
“Dimas, Alex jaga Kayla dengan baik jangan kalian tinggalkan kamar ini satu senti sekalipun!” Tatapan tajam Erlina mengintimidasi Dimas dan Alex.
“Baik Nyah, kami laksanakan seperti perintah Nyonya.” Dimas dan Alex membungkuk memberi hormat.
Erlina masuk ke dalam kamar Kayla di rawat dan menelepon ke rumah memastikan keadaan Tasya.
“Pak Joko pimpin semua staf menjaga rumah tetap aman,” Erlina memicingkan mata sembari menyandarkan tubuhnya di sofa.
“Baiklah, kalau kau sudah mengerti.” Erlina memutus sambungan telepon tersebut.
Erlina menjaga Kayla sepanjang malam sesekali ia menangis menatap Kayla terbaring tanpa bergerak sama sekali.
“Kenapa harus kamu yang mengalami ini? Siapa orangnya yang tega membuatmu seperti ini, Sayang?” Gerutu Erlina lirih.
Terlalu banyak yang Erlina pikirkan malam ini membuat kepalanya terasa sakit, Erlina membaringkan tubuhnya di sofa tak lama kemudian wanita parubaya itu tertidur.
Dimas dan Alex bergantian berjaga di depan pintu kamar Kayla di rawat tidak ada pergerakan yang mencurigakan. Dua malam pun berlalu sang surya yang indah telah terbit menerangi bumi.
“Ibu...,” panggil Kayla lirih.
“Iya Sayang, ada apa Nak?” Erlina tersenyum lebar melihat Kayla yang telah membuka mata.
“Apa yang terjadi? Kenapa Kayla berada di sini?” Mata Kayla membelalak melihat sudut ruangan.
“Kemarin malam kamu jatuh pingsan,” kata Erlina yang berbohong menutupi kebenaran.
“Jadi aku sakit Bu? Tapi, aneh. Kayla merasa badan ini lebih segar dan terasa ringan sekali!” Kata Kayla yang saat ini sedang meregangkan badannya.
“Itu karna kamu dapat obat, Sayang.” Ucap Erlina terkekeh.
“Ibu mandi dulu ya, setelah ini Ibu belikan sarapan.”
“Hmmm....” Gumamnya seraya mengangguk.Kayla menonton televisi sambil berbaring di ranjang rumah sakit, menonton saluran sinetron ftv yang membuat Kayla tertawa lepas tanpa beban, Erlina mendengar tawa itu dari kamar mandi dan ia pun ikut tertawa kecil.
“Apa yang kamu tonton? Sehingga tawamu menembus tembok kamar mandi!” Erlina meletakan jepit rambutnya.
“Ftv Bu, Filmnya lucu jadi enggak bisa tahan tawa,” Kayla menyekat air mata yang mengalir karna tawa.
“Kamu mau sarapan apa?” Erlina mengelus ujung kepala anak gadisnya tersebut.
“Apa saja. Kayla juga mau mandi dulu! badan kaya permen sangat lengket,” Kayla tersenyum malu.
“Ok, Ibu bantu kamu ke kamar mandi, ya?” Erlina menuntun Kayla turun dari ranjang.
“Stop Bu! Kayla bisa mandi sendiri,” muka Kayla memerah kaya tomat.
Erlina mengangguk dan keluar dari kamar tersebut.
“Kalian tetap di sini jangan ke mana-mana!” tuturnya dan berlalu pergi.
“Iya... iya, walau tidak di perintahkan ulang kita enggak bakalan melangkahkan kaki. Ya, Lex?” bisik Dimas kepada Alex.
“Apa yang kalian bicarakan?!” Erlina berbalik menatap sinis kedua bodyguard-nya.
“K-kami tidak berbicara apa pun...,” tukas Alex dan Dimas, kedua bodyguard tersebut menggaruk rambut mereka meski tidak gatal.
Mendengar bantahan tersebut Erlina melanjutkan langkahnya menelusuri lorong rumah sakit menemui Dokter Ari.
“Pagi Dok....” Erlina menyunggingkan senyuman.
“Pagi, ada yang bisa saya bantu?” Dokter Ari membalas sapaan Erlina seraya tersenyum tipis.
“Kapan Anak saya bisa pulang, Dok?” Erlina bertanya tanpa ragu-ragu.“Sore ini anak Ibu bisa pulang! Karna dia sudah sadar dari tidurnya dan dia hanya butuh suplemen saja.” Dokter Ari menyodorkan resep suplemen yang harus di konsumsi oleh Kayla.
***Setelah kepulangan Kayla dari rumah sakit Erlina memutuskan merekrut pengawal baru untuk Kayla dan Tasya.
Karna Erlina takut kejadian yang di alami Kayla terulang kembali, kamera pengawas pun di ganti dengan yang baru, setiap sudut rumah kini bisa di pantau lewat handphone Erlina.Nyonya besar tersebut juga menambah pegawai wanita untuk mengurus kediamannya, Dan Bik Inah hanya di beri tugas untuk memenuhi kebutuhan Kayla dan Tasya.
Kayla menatap heran ibunya yang sibuk sedari tadi, mengarahkan orang yang memasang kamera pengawas. Erlina juga terlihat sibuk memberi wejangan-wejangan terhadap beberapa pegawai wanita yang baru masuk kerja.
‘Sebenarnya apa yang terjadi kepada Ibu?’ Gumam Kayla dalam hatinya.Gadis itu pergi menaiki anak tangga menuju kamarnya, netra gadis itu tertuju ke salah satu lemari bukunya yang telah lama tidak di buka.
“Sya, tolong kesini sebentar!” teriak Kayla memanggil adiknya dari lantai dua, Tasya berlari menghampiri kakaknya yang berdiri di depan pintu kamarnya..
“A-ada apa, Kak?” Tanya Tasya dengar suara napas yang memburu.
“Kamu lari, dek?” Kayla mengerutkan dahinya.
“Iya, takut Kakak kenapa kenapa-kenapa!” suara napas Tasya masih terdengar ngos-ngosan.
“Emang kenapa denganku?” Kayla melirik Tasya.
“Enggak apa-apa! Tasya hanya khawatir aja,” jawab Tasya seraya melempar badannya di ranjang.
“Bantu aku mengeluarkan buku yang enggak ke pakai ini!” Jari telunjuk Kayla mengarah ke lemari besar berwarna coklat tua.
“Kenapa tidak minta bantuan Mbak Irma? Pekerja baru itu,” sahut Tasya yang meringkuk di atas ranjang.
“Enggak usah bantah, cepat bantu Kakak!” Kayla menatap sinis adiknya itu.
“Ok... Ok... Tasya bantu!!” Jawabnya dengan nada kesal. namun, dia tetap mendekat dan membantu mengeluarkan buku dari lemari.
Sesudah memilah semua buku Kayla menyuruh Tasya memanggil Irma untuk membawa buku itu ke bawah. Dan tanpa sengaja jemari Kayla menyentuh tombol di atas lemari saat dia hendak meraih koper kecil yang terletak di atas sana.
Terdengar benda yang terjatuh dari dalam sana, Kayla pun segera membuka pintu lemari. Ternyata penyangga buku yang jatuh.“Aneh, kenapa ini bisa jatuh sendiri?” ucapnya lirih dengan sebelah alisnya yang terangkat.Niat Kayla terhenti saat netranya menangkap gulungan kertas di pinggir penjepit kayu. Dia pun mengambil gulungan kertas tersebut dan meletakan penyangga buku seperti semula, belum sempat membaca surat itu Irma telah berdiri di depan pintu kamar Kayla, pelayan itu mengetuk pintu beberapa kali.
“ini saya, Irma. Non!” “Masuk Mbak! Pintunya enggak di kunci kok,” jawab Kayla dari dalam kamar, tangannya menggenggam erat secarik surat yang ia temukan tadi. “Permisi Non!” Irma berlalu dengan membopong buku. Kayla hanya menganggukkan kepalanya, perlahan Kayla membuka kertas itu. Netra gadis itu tampak berkaca-kaca sesaat melihat coretan pena di atas kertas tersebut ‘Hay... Gadis kecil Ayah yang cantik, Semoga Kamu baik-baik saja! Dan Ayah tahu pasti Kamu sudah dewasa sekarang dan lebih bijak menghadapi masalah apa pun. Ayah mohon jangan beritahu Ibu atau Tasya soal surat ini! Biarkan ini menjadi rahasia kita berdua!’ Kayla melanjutkan membaca surat tersebut dengan deraian air mata. ‘Ayah ingin menceritakan tentang pengalaman serta pekerjaan Ayah dahulu! Ayah adalah mantan wakil mafia besar di kota XT dan Ayah mempunyai Bos sekaligus sahabat Ayah dari SMA. Sebenarnya Ayah bukanlah siapa-siapa, Ayah adalah orang biasa sampai Ayah bertemu
“Dia masih bungkam, Non.” Bisik Pak Joko. “Sial! apa yang harus aku lakukan? Agar dia memberitahu siapa bosnya,” gerutu Kayla. Pak Joko terdiam melihat Kayla yang berjalan mondar-mandir di depan pintu. “Akhirnya aku dapat ide bagus,” ucapnya dengan bibir yang tersenyum lebar. Kayla menghampiri Pak Joko dan mereka berdua berdiskusi tentang ide gila yang terlintas di benak Kayla barusan. “Apa Pak Joko setuju dengan ide Kayla ini?” tanya Kayla yang kini menatap Pak Joko dengan cukup serius. Pak Joko mengangguk pelan dan segera memalingkan pandangannya kearah ruang belajar.*** Suasana di meja makan cukup hening membuat Tasya merasa tidak nyaman sama sekali. Saat Tasya beranjak dari tempat duduknya, tiba-tiba semua penerangan dalam rumah padam. “Apa yang terjadi?” tutur Tasya terkekeh. “Duduk saja dengan tenang, nanti juga akan nyala lagi listriknya.” Sahut Kayla yang masih menikmati j
Setelah meeting dengan staf rahasia di ruang bawah tanah Kayla melangkah menuju ke ruang meeting umum yang ada di lantai dua puluh, Kayla mengumpul kan semua karyawan penting di perusahaan ayahnya. Kayla ingin semua perincian keuangan perusahaan dan semua tender harus di laporkan kepadanya. Tapi tanpa sepengetahuan ibu, karna Kayla ingin mengerti masalah apa saja yang ada di perusahaan tersebut entah itu keuntungan atau pun kerugian, baru saja delapan jam ada di perusahaan Kayla sudah merasakan capek yang luar biasa terlihat jelas wajah Kayla sangat lesu dan lelah. Pak Joko menghampiri Kayla menanyakan keadaannya belum sempat berbicara Kayla telah menjelaskan keadaan dirinya saat ini. “Pak Joko pulang saja! Kayla mau jalan-jalan sebentar di sekitar perusahaan,” perintah Kayla yang masih duduk santai di kursi. “Saya temani ya, Non! Takutnya nanti ada yang mau berbuat jahat kepada Nona.” Pak Joko berdiri di samping Kayla. “Pak Joko tenang saja,
Hari yang melelahkan bagi Kayla tapi sebaliknya bagi Tasya, menurutnya hari ini sangat menyenangkan karena dia mendapat bodyguard yang tampan dan pintar, Joy sangat tegas dan patuh apa pun yang di perintahkan Tasya selalu di laksanakan tanpa ragu. “Makasih ya, Kak atas perhatianmu,” ucap Tasya merangkul bahu Kayla. “Perhatian apa maksudmu?” Kayla melirik kearah Tasya. “Itu loh Kak, Bodyguard yang bernama Joy....” Tasya memeluk lengan Kayla. “Iya, ada apa dengannya?” Kayla memicingkan mata. “Kakak ini bikin kesal saja!” Tasya melepas pelukan lengan Kayla dengan sedikit kasar. “Jangan membuat ulah Sya! Hari ini aku capek sekali,” Kayla melangkah melewati anak tangga. “Kakak sangat menjengkelkan dan sangat amat membosankan!” Suara Tasya menggema di ruang tamu. “Apa sih mau mu? aku enggak mengerti!” Kayla berteriak dari lantai dua. “Lupakan saja!” katanya seraya mengibaskan tangan kir
‘Cih, bilang aja kalau kau takut aku mencuri barang-barangmu. Kau pikir Aku ini orang rendahan yang tergiur dengan perabotan murahanmu itu!’ gerutu Kayla dalam hati dan matanya terbelalak ketika melihat guci antik yang terletak di sebelah anak tangga. ‘Astaga guci itu bernilai ratusan juta.’ Kayla kembali berkata-kata dalam hatinya. “Kamu lihat apa Kay?” Bram berbalik badan menatap Kayla. “Hah, t-tidak aku tidak melihat apa-apa!” jawabnya gugup. “Cepat ke sini! Ini ruang kerjamu, besok kamu mulai bekerja denganku dan sekarang kamu boleh pergi dari sini,” Bram menunjuk kearah pintu utama. “Apa maksudmu? Mana ada interviu macam gini!” Protes Kayla sambil berjalan keluar. Bram memberi Isyarat bahwa gadis itu harus segera pergi dari rumahnya, beruntungnya Pak Budi masih menunggu di luar. *** Jarak dari rumah Kayla ke rumah Bram sangat jauh jadi ia memutuskan berangkat lebih awal, setelah sampai di
Bram yang baru selesai meeting meraih handphone-nya di saku celana dan menatap layar yang gelap tanpa cahaya. “Sial, handphone ini mati. Jam berapa ini?” Pemuda itu mengerutkan dahinya. Bram melangkah cepat dari ruang meeting menuju ke lantai bawah, sesampainya di lobi Bram di panggil oleh Rini asisten pribadinya. “Pak Bram, tunggu sebentar!” Teriak Rini dari kejauhan. “Ada apa memanggilku?” Bram menoleh ke belakang “Ini Pak ada telepon dari bos besar!” Rini menyodorkan handphone-nya. “Ada apa?” tanyanya singkat. “Maksudmu Kayla?” Tampak kepanikan di wajah Bram. “Jangan kebanyakan bicara atau dia akan....” Jawaban dari ujung panggilan. “Aku pulang sekarang!” sahut Bram seraya mengembalikan handphone Rini. Bram segara masuk ke mobil dan kakinya menginjak
“Kami juga tidak mengerti, secara tiba-tiba saja mereka kejang dan memuntahkan darah segar!” ungkap Derry secara detail. “Urus jenazah mereka dengan beres dan jangan meninggalkan jejak sedikit pun!” bisik Bram dari sambungan telepon. Dokter dan perawat hanya menatap aneh tingkah pasien yang mereka rawat, Roni melirik tajam kearah dokter beserta perawat yang sedang mengobati luka Bram, seketika mereka berdua memalingkan pandangannya dan bergegas menyelesaikan jahitan luka Bram. “Roni antar aku pulang ke rumah. Setelah itu kau pergi ke apartemenku tidurlah di sana!” perintah Bram. “Baik Tuan!” Roni membungkukkan badannya. Mobil pun melaju menuju rumah yang jauh dari kebisingan lalu lintas kota, setelah sampai di rumah, Bram menuju lantai atas dia masuk kesalah satu kamar yang terletak di pojok kanan. Tak lama kemudian Bram keluar dan dia turun menuju ruang kerja Kayla, pemuda itu memilih tidur di
“Maafkan saya, Non!” ucapnya lirih. Roni keluar dan membukakan pintu, Kayla mengajak Roni mampir ke rumahnya tapi bodyguard Bram itu menolak karna dia harus menjemput Bram di kantor. “Kenapa tadi tidak sekalian saja?” Kayla menyilangkan tangan di dada. “Tuan Bram harus mengunjungi proyek, Lagi pula jalannya berlawanan!” ucapnya dengan wajah yang datar tanpa ekspresi. “Ya sudah, buruan jemput dia. Nanti kamu kena semprot!” Kayla melangkah ke dalam rumah, langkah kaki yang tak seimbang membuatnya menyenggol furnitur yang terletak di meja sebelah tangga, ketika ia memasuki kamar Kayla merebahkan badannya di ranjang karna merasa haus Kayla keluar kamar dan berteriak memanggil asisten rumah tangganya. “Bik Inah, tolong buatkan orange jus!” pekik Kayla di depan pintu kamar, teriakkannya tersebut tidak dapat respons dari Bik Inah mau pun orang lain yang bekerja di rumahnya. “Ke mana perginya Bik Inah?” “Bib