Pernikahan bahagia Fauzia hancur seketika ketika suami tercinta meninggal dunia. Hidupnya bertambah hancur ketika dirinya dituduh sebagai peselingkuh dan pembunuh suaminya. Fauzia dijadikan tersangka dengan bukti dan saksi yang tak dapat disangkal. Ketika nasibnya berada di ujung tanduk, tiba-tiba datang seorang pria bernama Daffa yang mengaku sebagai pamannya. Seorang paman yang tidak pernah ditemui apalagi dikenalnya. Hidup Fauzia berubah seketika. Bersama dengan pria itu, Fauzia mengungkap rahasia dibalik kematian suaminya.
View MoreUdara di sore hari terasa lebih sejuk. Panasnya terik matahari yang terus menunjukkan keganasannya sejak siang tadi kini perlahan mulai meredup seiring dengan sang fajar yang beranjak menuju peraduannya.
Seorang wanita keluar dari sebuah bangunan yang dijadikan kantor . Di depan bangunan terdapat plang nama bertuliskan KOPERASI SUMBER MAKMUR. Wanita bernama Fauzia itu adalah salah satu pegawai di sana. Sudah dua tahun lamanya dia bekerja di sana sebagai staf keuangan. Dengan tas bahunya wanita itu berjalan menyusuri jalan yang kanan dan kirinya dipenuhi pepohonan dan persawahan. Sudah tiga tahun ini dia tinggal di desa yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Mencari ketenangan dan kenyamanan hidup. "Uzi!" Kepalanya menoleh ketika mendengar suara memanggilnya. Senyum mengembang di wajahnya melihat seorang pria berjalan mendekatinya. Dia adalah Angga, suami sekaligus lelaki yang paling dicintainya di dunia ini. Fauzia dan Angga menikah sejak tiga tahun lalu. Setelah menikah, Angga langsung memboyong istrinya tinggal di desa Banjarsari, Pangalengan. Angga sebenarnya berasal dari keluarga berada, dan pernikahannya dengan Fauzia mendapat tentangan keras dari sang ayah. Alasannya klasik, status sosial Fauzia dinilai tak sederajat dengan keluarga mereka. Fauzia memang seorang yatim piatu. Keluarga yang dimilikinya hanyalah Nenek yang mengurusnya selama ini. Dan sekarang sang Nenek sudah berpulang ke Rahmatullah, jadi hanya ada Angga di sisinya sekarang. Sampai sekarang pernikahan mereka belum dikaruniai anak. Dua kali Fauzia mengalami keguguran, membuat wanita itu mengalami sedikit trauma. Tak ingin membuat istrinya takut dan sedih, Angga memutuskan untuk menunda momongan. Dia juga yang menyarankan Fauzia bekerja di koperasi untuk menyibukkan diri. Angga sendiri adalah seorang guru. Dia mengajar di salah satu sekolah menengah atas pertama negeri yang ada di desa ini. Wajah Angga yang tampan dan sikapnya yang ramah, membuat banyak yang menyukainya, termasuk anak didiknya. Fauzia menghentikan langkahnya begitu melihat suaminya. Dia menunggu sampai Angga sampai ke dekatnya. "Akang dari mana?" "Tadi habis nengok Bu Iyah dengan yang lain. Sudah seminggu Bu Iyah ngga mengajar." "Sakit apa, Kang?" "Dadanya sesak. Katanya gara-gara asam lambungnya naik." "Mudah-mudahan Bu Iyah cepat sembuh." "Aamiin.." Keduanya kembali meneruskan perjalanan. Angga menggandeng tangan Fauzia dengan erat. Keharmonisan rumah tangga Fauzia dan Angga memang sudah diketahui oleh warga sekitar. Mereka tak sungkan menunjukkan kemesraan di depan umum. "Akang mau makan apa?" "Pengen makan ikan mas goreng pakai sambal sama lalap." "Kalau gitu kita beli dulu ikan masnya, Kang. Kita ke tambaknya Pak Ule aja." "Ayo." Sambil terus menggenggam tangan istrinya, Angga berbelok ke arah kiri menuju tambak Pak Ule. Sesampainya di sana, Fauzia langsung membeli ikan mas. "Beli berapa kilo?" tanya pegawai Pak Ule. "Satu kilo aja, Kang." Dengan cepat pegawai itu mengambilkan ikan yang dipilih oleh Fauzia lalu menimbangnya. Usai membayar ikan yang dibelinya, keduanya segera meninggalkan tempat tersebut. Rumah yang ditinggali pasangan itu hanya tinggal beberapa meter lagi. Kening Angga nampak berkerut ketika melihat sebuah sepeda motor dengan banyak barang di atasnya berhenti di depan rumahnya. "PAKET!!" Keduanya mempercepat langkah agar sampai di rumah. Pria yang ternyata adalah seorang kurir, terus berusaha memanggil sang pemilik rumah. "Paket buat siapa, Pak?" tanya Angga. "Buat Pak Angga Wiguna." "Ya saya sendiri." Kurir tersebut memberikan paket berbentuk kotak persegi pada Angga. Setelah melakukan tugasnya, kurir tersebut segera pergi. "Paket dari siapa, Kang?" "Ngga tahu." Lebih dulu keduanya masuk ke dalam rumah. Angga meletakkan paket di atas meja. Dia membaca nama pengirim yang tertera. Terdengar hembusan nafas panjangnya. Sang pengirim paket adalah ayahnya sendiri. Angga membuka paket tersebut. Ada beberapa buku tentang bisnis yang dikirimkan oleh ayahnya. Hal tersebut menyiratkan kalau Salim Wiguna menginginkan sang anak kembali ke rumah dan terjun mengurus bisnisnya. "Kenapa, Kang? Siapa yang kirim paket?" "Papa." Fauzia melihat paket yang dikirimkan. Selain buku-buku, ada juga sebuah USB di sana. Angga mengambil USB berukuran kecil tersebut, mengamatinya sejenak lalu menaruhnya lagi di atas buku. "Papa mau Akang kembali." "Akang tahu." "Akang mau kembali?" "Akang sudah bilang, selama mereka belum mau menerima kamu, maka Akang ngga akan pulang ke rumah." "Maaf ya, Kang. Karena aku, Akang jadi jauh dengan keluarga." "Kamu ngomong apa sih? Kalau alasan keluargaku menolakmu karena alasan yang jelas dan masuk akal, Akang ngga akan bersikap seperti ini." "Tapi apa Akang ngga kasihan sama Mama? Akang jarang sekali telepon Mama." "Bukan Akang ngga mau. Tapi kamu tahu sendiri, Rafi ngga suka sama Akang. Apalagi Papa menginginkan Akang yang meneruskan perusahaan, bukan dia. Dia selalu menghalangi kalau Akang mau bicara dengan Mama." "Kalian hanya dua bersaudara, kenapa ngga akur sih?" "Entahlah." Tak ingin membuat suaminya sedih membahas tentang keluarganya, Fauzia memilih pergi ke dapur. Dia akan mengolah ikan mas yang tadi dibelinya sesuai keinginan sang suami. * * * Fauzia baru saja sampai ke tempat kerjanya. Matanya langsung disuguhi pemandangan beberapa rekan kerjanya sedang mengerumuni seorang lelaki. Fauzia belum pernah melihat pria itu sebelumnya. "Hei Uzi.. kenalkan ini Andika, pegawai baru di sini." Salah seorang teman Fauzia menarik tangannya ke dekat pria yang bernama Andika itu. Fauzia hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis. Pegawai baru bernama Andika itu melaporkan senyum manisnya. Wajah Andika memang manis, kulitnya sawo matang dan tubuhnya tegap. Membuat pria itu terlihat macho. Wajar saja kalau banyak yang menyukainya. "Andika akan bekerja dengan kita mulai sekarang. Akhirnya kita bisa cuci mata juga ya." "Kamu sudah menikah?" "Belum." "Sudah punya pacar?" "Belum juga." "Ya ampun, masa laki-laki setampan kamu belum punya pacar?" "Saya masih cari-cari. Tapi kalau Uzi mau, saya tidak keberatan." "Uzi sudah menikah. Kamu jangan coba-coba ganggu dia kalau tidak mau disebut pebinor." "Benarkah? Maaf, aku tidak tahu kalau kamu sudah menikah." Usia Fauzia memang masih muda, baru 26 tahun. Dia memang wanita tercantik yang bekerja di KOPERASI SUMBER MAKMUR. Kalau wanita itu belum bersuami, pasti banyak lelaki yang mengejarnya. Fauzia bergegas kembali ke meja kerjanya. Wanita itu tidak nyaman dengan cara Andika melihatnya. Sepeninggal Fauzia, Andika segera menuju mejanya. Namun pandangannya masih belum lepas dari Fauzia. Sudah seminggu Andika bekerja di koperasi yang sama dengan Fauzia. Selama itu pula Andika berusaha mendekati Fauzia. Sepertinya pria itu tidak peduli dengan status Fauzia yang sudah bersuami. Apa yang dilakukan Andika tentu saja membuat wanita itu tak nyaman. Sebisa mungkin Fauzia menghindari pertemuan berdua dengan Andika. "Uzi.. sepertinya Andika menyukaimu," ujar Murni salah satu teman Fauzia. "Jujur aku ngga nyaman dengannya. Dia tahu aku sudah bersuami, tapi sikapnya seperti itu. Dan yang lebih menyebalkan dia melakukan hal yang membuat orang salah paham padaku." "Sabar, Uzi. Apa Kang Angga tahu soal dia?" "Aku ngga berani bilang." "Lebih baik kamu bilang. Takutnya suamiku salah paham nanti." Kepala Fauzia mengangguk tanda mengerti. Dia memang harus secepatnya mengatakan soal Andika pada suaminya. Apa yang dilakukan pria itu akhir-akhir ini semakin membuatnya tak nyaman. Pernah pria itu datang membawakan makanan dan mengatakan pada semua teman kerjanya kalau dirinya yang memintanya. Selain itu, Andika pernah datang ke rumahnya mengirimkan barang-barang. Fauzia sudah menolaknya berkali-kali, namun Andika justru mengancam. Jika dia menolak, dia akan mengatakan pada semua orang kalau mereka ada hubungan rahasia. Tentu saja Fauzia tidak takut dengan gertak sambal Andika, dia mengabaikan ancaman Andika. Keesokan harinya dia mengirimkan sebuah foto yang memperlihatkan dirinya dan Andika sedang duduk berdua dan berpelukan dengan mesra. Sejak saat itu, Fauzia menjadi lebih berhati-hati pada Andika. Wanita itu selalu minta ditemani Murni jika hendak keluar dari ruangannya. Bahkan untuk ke kamar mandi pun dia selalu meminta ditemani. "Sayang.." Panggilan Angga membuyarkan lamunan Fauzia. Dia terkejut melihat suaminya datang ke koperasi. Di tangannya terdapat sebuah bungkusan. Fauzia segera berdiri lalu mendekati suaminya. "Akang tumben ke sini siang-siang. Memangnya urusan di sekolah sudah selesai?" "Hari ini sekolah mendadak diliburkan, jadi akang bisa membawakan makan siang untuk kamu. Sekarang sudah jam istirahat kan?" "Iya, Kang." "Ayo kita makan di saung." Sebelum pergi, Fauzia mengambil dulu ponselnya di atas meja. Baru saja keduanya akan melangkah menuju saung yang ada di samping koperasi, sebuah suara menahannya. "Uzi.." Fauzia menahan nafasnya ketika melihat Andika mendekatinya dengan sebuah bungkusan di tangannya. "Ini rujak pesanannmu." "Aku ngga pesan rujak." "Ayolah Uzi.. aku susah payah cari tukang rujak hanya demi kamu." "Kamu siapa?" tanya Angga sambil menatap Andika curiga. "Saya Andika, rekan kerja Uzi yang baru. Kamu pasti suaminya Uzi. Dia sering cerita soal kamu." "Bohong, Kang. Ayo kita pergi." "Ini rujakmu." "Makan saja sendiri! Aku tidak pesan!" Fauzia menatap tajam pada pria itu lalu membawa suaminya pergi. Beberapa kali Angga menolehkan kepalanya, melihat pada Andika. "Dia pegawai baru?" tanya Angga setelah mereka berada di saung. "Iya, Kang. Aku mau cerita sama Akang." Fauzia akhirnya menceritakan tentang Andika pada suaminya. Sikap Andika yang membuatnya tak nyaman. Pria itu dengan terang-terangan menggodanya dan membuat orang lain salah paham tentang mereka. Fauzia juga memperlihatkan foto yang pernah dikirimkan Andika padanya. "Akang jangan marah. Foto itu beneran bukan aku," ujar Fauzia takut-takut. "Akang percaya sama kamu. Jaman sekarang, teknologi sudah canggih. Membuat foto seperti ini mudah sekali. Lagi pula Akang lebih paham kamu. Sekali lihat, Akang tahu kalau perempuan yang di foto ini bukan kamu." "Akang tahu dari mana?" "Akang tahu semua lekuk tubuhmu luar dan dalam. Istri Akang jauh lebih seksi dari perempuan di foto ini." "Ish.. Akang mesum." Wajah Fauzia memerah mendengar ucapan suaminya. Namun dibalik itu dia merasa bahagia karena Angga sangat mempercayainya. Semoga saja tidak ada permasalahan yang tidak bisa mereka lalui bersama. Keduanya menikmati makan siang sambil terus berbincang yang diselingi perbincangan. Sesekali terdengar suara tawa bahagia Fauzia. Tanpa keduanya sadari, sepasang mata terus mengawasi keduanya dari kejauhan. * * * Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Suasana sudah sangat sepi. Tiga petugas ronda mulai berkeliling untuk memeriksa keadaan sekitar. Ketika mereka melintasi rumah milik Angga, mereka menangkap dua orang mengendap-endap keluar dari pekarangan rumah pria itu. "Lihat, ada yang keluar dari rumah Angga," tunjuk salah satu pria pada dua teman rondanya. "Jangan-jangan maling." "Bukan maling. Mereka dua orang, satu perempuan dan satu laki-laki. Itu perempuannya seperti Uzi." Ketiga pria itu mengamati dua orang yang menjauh dari rumah Angga. Mereka menuju rumah kosong yang tak jauh dari sana. "Uzi sama siapa?" "Mungkin sama Angga." Tanpa sadar ketiga orang itu berjalan mendekati rumah kosong. Samar-samar mereka melihat pasangan itu sedang bercumbu. "Ngga mungkin Angga. Ngapain juga dia mesra-mesraan sama Uzi di rumah kosong. Lebih baik di rumahnya sendiri." "Terus laki-laki itu siapa?" "Sebentar, aku sepertinya hafal dengan bentuk tubuhnya. Itu.. itu Andika kan? Pegawai baru di koperasi." "Oh iya aku pernah dengar kalau dia naksir sama Uzi. Dan kayanya Uzi juga suka sama dia cuma mereka masih main kucing-kucingan." "Kok aku ngga yakin kalau Uzi seperti itu." "Sudah jangan ngobrol. Lebih baik kita gerebek saja. Mereka jangan sampai berbuat zinah di kampung kita." Menyadari kedatangan tiga orang tersebut, pasangan yang sedang bercumbu menghentikan aktivitas mereka. Keduanya segera pergi dari sana. Ketiga orang itu langsung mengejarnya. Kedua orang yang dikejar berpisah jalan. Lari mereka cukup kencang. Namun salah satu meronda sempat melihat kalau wanita yang dikejarnya berlari ke arah rumah Angga dan menghilang di sana.Mata Fauzia dan Daffa terus melihat pada monitor di depan mereka? Keduanya telinga mereka terus mendengarkan apa yang dikatakan dokter kandungan. Upaya pasangan suami istri itu mengikuti program kehamilan membuahkan hasil. Sekarang Fauzia sedang mengandung buah hati pertamanya. Usia kehamilan Fauzia sekarang sudah memasuki usia lima bulan. "Sejauh ini kondisi janinnya sehat. Air ketubannya juga cukup. Pertumbuhan janinnya juga berjalan normal." Terang sang dokter kandungan setelah memeriksa kehamilan Fauzia menggunakan USG. Sekarang mereka sudah duduk berhadapan di meja kerja sang dokter. "Bagaimana dengan jenis kelaminnya dok?" tanya Daffa. Pria itu sudah tidak sabar ingin mengetahui jenis kelamin anak pertamanya. Dokter wanita itu hanya mengulum senyum saja. Mengetahui jenis kelamin anak yang masih dalam kandungan memang sering ditanyakan pasangan yang kontrol kandungan padanya. "In Syaa Allah kalau tidak ada kesalahan, anak Bapak dan Ibu laki-laki." "Alhamdulillah." Kalima
"Ananda Muhammad Syahreza, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan anak saya, Keyla Salsabila dengan mas kawin sebuah vila senilai 1 milyar rupiah dibayar tunai!" "Saya terima nikah dan kawinnya Keyla Salsabila binti Egi Sudjana dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!" "Bagaimana saksi?" "Sah!" Baik Reza maupun Ayah dari Keyla sama-sama mengucap syukur. Ijab kabul berhasil dilakukan tanpa hambatan. Reza menolehkan kepalanya ketika mendengar suara langkah kaki. Keyla yang terbalut kebaya warna putih gading berjalan mendekatinya didampingi oleh Ibunda tercinta dan Murni. Kedua wanita itu mengantarkan Keyla sampai ke dekat meja akad. Reza bangun dari duduknya kemudian menyambut kedatangan wanita yang sudah sah menjadi istrinya. Pria itu membantu Keyla duduk di sebelahnya. "Silakan dipasangkan cincin pernikahannya," ujar sang penghulu. Sebuah kotak beludru diberikan oleh Daffa. Di dalamnya terdapat sepasang cincin pernikahan. Kedua pengantin memasangkan cincin ke jari masing-mas
Usai menemui Imron, Salim tidak langsung pulang. Pria itu lebih dulu menemui Rafi yang juga ditahan di lapas yang sama. Walau Rafi sama sekali tidak ada hubungan darah dengan keluarganya, namun Salim merasa harus memberitahu kabar kematian Anita. Bagaimana pun juga Rafi pernah menjadi bagian keluarga mereka selama dua puluh tahun lebih. Mata Salim memandangi Rafi yang baru saja memasuki ruangan. Wajah pria itu nampak kuyu, tubuhnya juga lebih kurus dan rahangnya sudah ditumbuhi bulu-bulu yang cukup lebat. Dia menarik sebuah kursi di depan Salim. "Bagaimana kabar mu, Rafi?" "Seperti yang Papa lihat." Sebisa mungkin Rafi menghindari tatapan mata Salim, pria yang selama ini dipanggilnya dengan sebutan Papa. Namun belakangan dia baru tahu kalau dirinya adalah anak haram dari Imron dan Anita. "Bersabarlah Rafi, jalani hukuman mu dengan tenang. Bertobatlah. Papa harap kamu bisa menjadi pribadi yang lebih baik sekeluarnya dari sini." Kepala Rafi terangkat. Sungguh pria itu tidak
Di sebuah kamar sel lembaga pemasyarakatan, nampak Anita duduk di atas lantai dingin dengan punggung bersandar ke dinding di belakangnya.Wanita itu masih belum percaya kalau anak yang dikandungnya selama sembilan, ternyata bukanlah Rafi, melainkan Angga. Sungguh wanita itu tidak menyangka takdir akan mempermainkan dirinya sedemikian rupa. Siapa sangka Mita akan menukar bayinya demi membalaskan sakit hatinya.Airmata jatuh membasahi wajah Anita ketika mengingat semua perlakuan buruknya pada Angga hanya karena menganggap anak itu adalah buah hati dari Mita dan Salim.Sekali pun Anita tidak pernah menampilkan senyum di wajah untuk Angga. Yang ada hanya tatapan tajam dan penuh kebencian.Puncaknya ketika wanita itu memutuskan menghabisi nyawa Angga demi bisa mendapatkan harta Salim dan menyelamatkan posisi untuk Rafi. Bersama dengan Imron, keduanya merencanakan pembunuhan keji tanpa mereka tahu kalau orang yang hendak dihabisi adalah darah dagingnya sendiri.Anita memukuli dadanya bebe
"Selamat Om. Semoga rumah tangganya samawa dan pernikahan Om langgeng sampai maut memisahkan." Fauzia memeluk Pamannya. Wanita itu bahagia, akhirnya sang Paman mau mengakhiri masa lajangnya bersama sahabatnya. "Terima kasih, Uzi." "Selamat Teh, eh apa aku sekarang harus memanggil Tante?" goda Fauzia. Murni hanya mengulum senyum saja mendengar godaan Fauzia. Jika boleh, dia ingin tetap dipanggil dengan sebutan Teteh. Tapi mengingat statusnya sekarang, mungkin memang lebih cocok jika dipanggil dengan sebutan Tante. Daffa menghampiri Faisal kemudian memeluknya erat. Sejak kecil pria itu sudah mengenal Faisal. Pria yang selama ini selalu bertahan dalam kesendirian, akhirnya menemukan pelabuhan terakhirnya. "Cepat beri Zia adik sepupu," ujar Daffa sambil tersenyum. "Kamu saja dulu yang punya anak. Masa sudah beberapa bulan menikah, masih belum bisa membuat Uzi hamil." "Aku masih ingin menghabiskan waktu berdua dengan Zia." "Alasan." Daffa hanya tertawa kecil. Dia memang masih ing
Sepasang insan masih asik melampiaskan kerinduan dengan melakukan percintaan. Suara deru nafas mereka terdengar bersahutan memenuhi seisi kamar. Peluh juga sudah membasahi tubuh keduanya. Daffa mengerang panjang ketika akhirnya pria itu sampai ke puncaknya. Dia mengeluarkan cukup banyak cairan kental yang sudah ditabungnya selama berada di Sidney. Sebuah kecupan diberikan Daffa di kening istrinya. Fauzia mengangkat tangannya kemudian membelai pipi suaminya dengan lembut. Sebuah senyuman tercetak di wajahnya. Pelan-pelan Daffa menggulirkan tubuhnya ke samping. Ditariknya Fauzia ke dalam pelukannya. Beberapa kali kecupan didaratkan di bahu sang istri. "Bagaimana keadaan Reza?" "Bang Reza sepertinya masih belum menerima kalau dirinya anak Pak Salim. Pak Salim meminta Bang Reza tinggal di rumahnya dan membantu mengurus perusahaan. Tapi Bang Reza menolak." "Dia pasti masih terkejut dengan semua ini. Kita harus memberinya waktu." "Apa Mas mengijinkan kalau Bang Reza mau mengurus peru
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments