Share

Tugas • 02

Hari Senin selalu menjadi hari yang menyibukkan bagi semua pekerja tak terkecuali para staf protokol. Suara ketikan memenuhi ruang yang berisi 8 orang itu.


"Vis, lo kerjain SPJ kemarin Sabtu ya." Dipta yang selalu datang paling awal mulai membagi-bagi tugas mereka.


"Terus Bimbim, lo bagian Surat Pernyataan tanggung Jawab Mutlak," perintahnya lagi yang langsung dilakukan oleh keduanya.


Sedangkan Dipta sendiri di mejanya sedang bergelut dengan nota dinas, surat pesanan, Berita Acara Serah Terima dan beberapa kuitansi yang ingin dicairkan.


Di meja depan kiri dan belakang pojok Mas Yogi dan Mas Angka  mengerjakan E-Kinerja tanpa harus di perintah lagi.


"Mas, katanya E-tol yang di bawah 8 jam gak bisa cair, ya?" Mas Abi yang tengah menyiapkan nametag --untuk acara di Pendopo jam 10 nanti-- tiba-tiba bertanya yang membuat semuanya menjadi terkejut dan menatap Dipta penasaran.


Dipta menghela nafas frustrasi, hari ini ia memang sedikit terlihat kacau. "Katanya sih, gitu."


"Serius, Mas? Terus yang kemarin-kemarin itu gak bisa dapet ganti, dong?" tanya Raki. Ia biasanya menjadi driver saat ada acara di luar kantor ataupun luar daerah.


"Ini gue mau usahain sama Mbak Dewi," ucap Dipta kemudian ia menunjukkan tumpukkan kertas yang berada di mejanya, "Sayang banget kalo gak cair sebanyak ini."


"Semoga bisa cair, Mas. Kasian liat muka lo suntuk kek gitu." Dipta terkekeh garing mendengar celetukan Vista. Ia kemudian menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi kerjanya.


*****

Sekitar jam 9 pagi, Ruang Protokol menjadi sedikit sesak di penuhi staf lelaki Humas dan Protokol. Vista sendiri sudah melarikan diri untuk menggosip di Humas. Sedangkan Hima meminta jadwal kegiatan Bapak ke Ruang Aspri.


Ada Bian, anak Humas yang biasanya menjadi tukang dokumentasi bersama Zain yang duduk di sebelahnya memakan rengginang sisa acara  yang tersisa banyak di Ruang Protokol.


Sedangkan yang lain ada yang bermain ponsel sambil melakukan pembicaraan khas pria, mulai dari pembicaraan bersih hingga kotor. Apalagi bapak-bapak yang sudah menikah, mulutnya seakan sangat lancar saat bercerita.


Ada juga Bimbim yang sedang berkaraoke mengikuti lagu yang terputar dari Smart Tv yang menempel di dinding dekat meja Dipta.


"Gilak, sih! Malem minggu kemarin Raki teler parah di Badside," Bian mulai bercerita dengan menyebut salah satu klub malam yang sering mereka kunjungi.


"Anjir! Ngapain lo ungkit lagi, sih?" seru Raki ngegas.


"Si Bontot kan emang payah banget. Minum dikit aja udah teler," tambah Dipta yang duduk bergabung bersama mereka.


"Iya, Mas. Tapi kemarin goblok banget dia. Masa kemarin dia hampir nyium cewek orang di depan cowoknya." Cerita Zain yang membuat Raki semakin keki.


Dipta melirik Raki penasaran dengan raut wajah geli dan mengejek yang tidak ditutupinya. "Serius, Ki?"


Raki menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya gimana, Mas. Orang mabuk mah kan suka gila dadakan."


Semuanya tertawa mendengar jawaban Raki. Di sini memang Raki yang usianya paling muda dan yang paling banyak tingkahnya sejak dulu.


"Mas, Sabtu nanti traktiran Badside, dong,"  pinta Raki yang diangguki Bian, Zain, dan Bimbim.


"Enggak, ah. Ntar, lo kobam lagi," jawab Dipta mengejek Raki lagi. Satu tangannya menepuk punggung Raki yang duduk di sampingnya.


"Orang minum kalo kagak kobam ya gimana, Mas," heran Raki sekaligus jengkel.


"Ini gue lagi minum, tapi kagak mabok." Bimbim mengangkat botol kecil air mineral yang baru saja ia minum, kemudian terkekeh geli.


"Beda minuman, Bambang. Yang gue maksud itu minuman beralkohol yang dilarang oleh agama kita dan Allah SWT karna bisa buat kita gila dadakan."


"Anjing!"


Raki terkekeh, saat semua sontak mengumpat mendengarnya membawa-bawa Tuhan. Mereka seakan diingatkan oleh dosa mereka yang menumpuk karena minuman haram itu.


Obrolan tak tentu arah mereka terhenti saat terdengar ketukan pintu dari luar ruangan. Setelahnya pintu terbuka, terlihat Nanang yang berdiri di depan pintu kemudian masuk diikuti dengan beberapa wajah asing bagi Dipta dan yang lainnya.


"Asrama putra lagi ngumpul semua, nih," ucapnya melihat penghuni Ruang Protokol yang tertinggal hanya spesies jantan semua.


"Bapak-bapak, Mas-mas. Kenalin ini Adik-adik dari kampus Cakra Buana bakalan magang di Humas dan Protokol selama 2 bulan."


Mata Dipta, Bimbim, Raki dan yang lainnya mulai menscanning orang-orang yang berdiri di samping  Nanang.


Jumlahnya ada 5 orang dengan 4 perempuan dan 1 laki-laki. Dan di sana ada salah satu mahasiswi yang begitu menarik perhatian para pria bujang di sini.


"Yang berdiri di samping Mas Nanang cakep  banget, Njir!" bisik Raki. Matanya langsung menyala-nyala bersemangat.


"Diem, kampret!"


Dipta juga mulai memindai satu-persatu orang di depan sana. Dan memang gadis yang ditunjuk Raki tadi paling menonjol di sana.


Dengan tinggi proporsional, kulit putih, rambut panjang terurai dan wajah ayunya yang menenangkan hati, membuatnya menarik perhatian semua orang.


Njir! Dipta mengumpati dirinya sendiri yang terlalu lebay dalam hati. Kayak gak pernah liat cewek aja, sih lo, Dip.


"Adik-adik, itu ada Mas Yogi, Mas Abi, Mas Angka." Nanang mulai memperbaiki orang-orang yang berada di ruangan ini.


Kemudian ia menunjuk ke arah Bimbim yang duduk di samping kanan Raki. "Itu Masnya yang putih namanya Mas Bimbim."


Kini berganti ke arah Raki. "Nah, yang di sebelahnya namanya Mas Raki, agak gelap emang. Kalo disatuin sama Bimbim jadi kopi susu."


Raki berdecak. "Yang bener aja, Mas." Kemudian ia berdiri. "Kenalin adik-adik, saya Mas Ganteng. Mas Raki Ganteng."


Ia mendapat timpukan dari Bimbim dengan botol bekas minumnya.


"Nah, yang ini gongnya adik-adik. Beliau Kepalanya di sini, Namanya Mas Dipta. Nanti kalau yang magang di Protokol tanggung jawabnya Mas Dipta."


"Sedangkan, yang  2 itu mas Bian dan mas Zain. Mereka orang Humas, ke sini soalnya lagi ada makanan, doang."


"Gantian adik-adiknya yang kenalan, dong." Bian meminta dari tempatnya.


"Eh, yang magang di Protokol ada berapa?" tanya Dipta. Sebelumnya ia memang sudah di kabari oleh Nanang bahwa akan ada anak magang yang datang hari ini, namun ia tidak tahu berapa dan siapa-siapa saja mereka.


"Yang di Protokol ada 2 sisanya di Humas," jelas Nanang.


"Yang Protokol siapa aja?" tanya Bimbim.


Kemudian  2 orang mengangkat tangan. Kebetulan mereka perempuan semua, termasuk gadis yang menjadi incaran para pria bujang tadi.


"Mantap!" pekik Raki pelan. Ia melakukan high five di bawah meja dengan Dipta dan Bimbim.


"Namanya siapa?"


"Kirana." Gadis tinggi tadi menyebutkan namanya.


"Janira," ucap gadis yang berdiri di samping Kirana. Berdiri di samping Kiran menunjukkan seberapa kontras tinggi mereka, karena tinggi Jani hanya sebatas leher Kiran saja.


"Terus yang di Humas siapa aja Namanya." Tak ingin mengabaikan yang lain, Dipta bertanya pada yang lain.


"Saya Satria, Mas." Dia menjadi satu-satunya pria yang magang di sini.


Kemudian gadis dengan rambut yang ikal bergantian memperkenalkan diri. "Maya."


Dan terakhir. "Gina." Gadis satu-satunya yang menggunakan hijab.


"Buat adik-adiknya kecuali Satria, Mas-masnya itu masih kosong semua. Siapa tau nanti kecantol." Nanang menunjuk ke arah 5 bujang andalan Humas Protokol.


"Makasih Mas promosinya." Raki membungkukkan badannya, sebagai bentuk terima kasih.


"Santai, Ki."


"Adik-adiknya mulai magang besok. Hari ini masih liat-liat tempat dulu."


Dipta berdiri dari tempatnya dan tersenyum. "Selamat bergabung di keluarga besar Humas dan Protokol."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status