Pelabuhan Southampton.
“Ini adalah rencana buatan Lumiere terkait kasus ini,” ujar Lucius seraya menyerahkan sebuah koper kecil kepada Sydney yang langsung menerimanya. “Lalu, Jdope juga sudah menyiapkan peralatan untuk menjalankan setiap rencana. Pilihlah rencana mana yang akan dipakai atas keputusan kalian, berdasarkan situasi di sana.”
“Sudah kuterima,” ujar Sydney.
“Di sini ada juga surat dari Lumiere untukmu, jangan lupa untuk membacanya.”
“Baik. Saya segera berangkat, JK.”
Setelahnya, Sydney keluar dari kereta kuda yang ditumpangi oleh Lucius tersebut. Gadis berkacamata tersebut langsung menghampiri Reynox yang tampak tenang menunggunya di dekat dermaga.
“Ayo kita berangkat,” ajak Sydney seraya menarik Reynox untuk bergegas menaiki kapal milik MI6 yang berlayat ke India.
Tidak perlu menunggu waktu lama, kapal tersebut langsung berlayar menin
Reynox turun terlebih dahulu dari kereta kuda. Mengulurkan tangannya untuk membantu Sydney turun dari kereta kuda tersebut. Sebuah kewajiban bagi seorang pria bangsawan, terutama seorang suami, untuk mengawal seorang wanita jika datang ke sebuah pesta. Dari mulai naik ke kereta kuda, hingga turun dari kereta kuda, dan terus menemaninya hingga pesta selesai.Dan Reynox tampaknya tidak begitu keberatan hal tersebut. Dia bahkan terlihat natural melakukan perannya sebagai seorang suami. Sampai-sampai membuat Sydney takjub sekaligus berpikir, sudah berapa banyak wanita yang dikencani oleh Reynox selama ini?“Ayo pergi,” ajak Reynox setelah mereka saling berpegangan tangan dan Sydney berhasil turun dari kereta kuda dengan selamat, meskipun ia memakai heels setinggi tujuh senti tersebut.Sydney mengangguk, kembali memastikan penampilannya yang lebih berani daripada biasanya. Gaun yang ia pakai saat ini terlalu terbuka di b
“Daniel? Kamu masih hidup? Bagaimana bisa ....” Reynox memungut kembali pistol yang sempat terjatuh dari tangannya tersebut. Kemudian mengarahkannya pada Daniel yang kini mencengkeram rambut Sydney dan menodongkan pistol pada kepala gadis itu.“Kapten, turunkan pistolmu itu,” ujar Danile menyeringai miring. “Jatuhkan pistol itu atau wanita ini akan mati!”“Kamu.” Reynox mengernyit marah begitu menyadari sebuah fakta, “Kamu telah bekerja untuk Marques ... sudah berapa lama? Apakah sebelum kamu bergabung dengan pasukanku?” Reynox menuruti permintaan Daniel untuk menurunkan pistolnya.“Bagus sekali, Kapten. Anda menebak dengan benar. Seperti yang Anda dengar dari pembicaraan di aula, cara perang Afghanistan ini berlangsung tampaknya akrab, bukan?”Wajah Reynox seketika menggelap, “Sebuah permainan jungkat-jungkit untuk kontrol.”Daniel tersenyum senang
Daniel mengerutkan dahinya. Tampak kebingungan dengan maksud dari ucapan Reynox yang memintanya untuk memilih jalur kematian yang akan ia pilih. Pria itu mengarahkan pandangannya ke atas dan ke bawah. Ke wajah dingin Reynox dan juga pistol yang disodorkan kepadanya tersebut.“Jika kau memilih untuk mati dengan cara bunuh diri ... aku akan melihat apa yang kalian sebut sebagai 'tujuan besar' itu sampai sampai akhir,” ujar Reynox semakin menyodorkan pistol tersebut agar segara diambil oleh Daniel. “Bahkan jika kamu mati dengan kematian yang tidak berarti di sini, jika itu berarti ide kalian menjadi kenyataan, dapatkah kamu berharap lebih?”Daniel mengambil pistol tersebut, dengan tangan yang bergetar hebat karena perasaan takut. Begitu berhasil mengambilnya, Daniel mengarahkan moncong pistol tersebut pada pelipisnya. Keringat dingin secara tiba-tiba mengalir dari sana. Pria itu terlihat begitu takut dengan pilihannya sendiri, juga
“Terima kasih, Miss Sydney,” ujar Oscar ketika Sydney menyajikan teh untuknya di atas meja. Mata tajam pria bersurai hitam legam tersebut kemudian terarah pada Lucius yang senantiasa berdiri di hadapannya yang sedang terduduk. “Aku memang memanggilmu untuk datang ke kantorku, bukan sebagai atasan dan bawahan, melainkan sebagai teman. Jadi ... santai saja, Lucius.”Lucius tersenyum senang mendengarnya, “Baiklah. Kalau begitu, akan kulakukan seperti yang kamu katakan.” Kemudian pria beriris mata merah itu mendudukkan dirinya di kursi yang berhadapan dengan Oscar.“Aku sudah membaca laporanmu tentang kasus pembunuh berantai yang menghantui East End selama dua bulan terakhir ini,” ujar Oscar kemudian mengambil cangkir teh untuk ia minum tersebut. “Dan pelakunya benar-benar tidak terduga.”Lucius menyeringai, “Sekelompok masyarakat kelas menengah yang menginginkan kesetaraan status, na
Heinry tersenyum ramah, berusaha menyambut dengan ramah kedatangan Miya yang sepertinya diperintahkan oleh Lucius untuk datang ke markasnya.“Halo ... aku sudah menunggu kedatanganmu, Arcelia.”Miya tersenyum ramah, “kau bisa memanggilku Miya.”“Baiklah,” ujar Heinry kemudian mengajak Miya untuk masuk ke gudang senjata, “Aku mendengarnya dari JK, ini akan menjadi misi penyusupan solomu.”Miya mengangguk, “Iya, Jdope. JK mengatakan padaku untuk melakukan apa pun yang menurutku cocok.”Heinry mengangguk, kemudian berjalan menuju ke sebuah rak penyimpanan senjata khusus. Pria bersurai pirang keperakan tersebut mengambil sebuah tas koper berwarna cokelat dengan pinggirannya.“Aku sudah menyiapkan senjata yang cocok untuk misi penyusupan seperti yang akan kau lakukan,” ujar Heinry kemudian meletakkan tas koper tersebut ke atas sebuah meja.“Apa i
Killian berjalan dengan santai namun penuh wibawa, menyusuri trotoar jalanan menuju ke sebuah bar. Tubuh jangkung terbungkus rapi oleh sebuah long coat berwarna hitam yang dikancing. Pria itu terlihat semakin menawan, meskipun tahun ini ia baru saja genap berusia empat puluh satu tahun.Killian adalah definisi awet muda, hingga dijuluki Pangeran Vampir oleh rekan kerjanya.Kaki jenjangnya kemudian melangkah masuk ke sebuah bar, tempat janji bertemu dengan seseorang. Sebuah bar yang kebetulan sepi pengunjung, tempat yang pas untuk membicarakan hal-hal rahasia.“Macallan Estate Reserve satu,” ujar Killian memesan minuman yang akan ia minum malam ini.“Akan segera disajikan,” ujar sang bartender mulai menyiapkan pesanan Killian.Killian mendudukkan bokongnya di kursi. Mulai menunggu kedatangan seseorang kenalan, yang juga bekerja di MI6, namun ini adalah pertemuan pertama mereka. Detik demi de
Markas Scotland Yard. “Mabuk saat markas dalam siaga tinggi. Untungnya aku tidak mendapatkan pemeriksaan fisik yang lebih rinci.”Suara derap langkah kaki kemudian berhenti terdengar, dan Miya mendapati jika Killian baru saja berdiri di hadapannya tersebut dengan membawa sebuah koper. “Kami berdua berhasil masuk menggunakan cara ini, kan?”Killian terdiam dengan wajah datar tanpa ekspresi. Tatapan matanya pun terkesan datar.“Apa yang terjadi dengan mobilku?”“Mobil itu bukanlah milikmu, tapi milik gudang Jdope.” Killian kemudian menyelundupkan tas koper tersebut ke dalam sel tahanan Miya. “Itu disita dan diparkir di kandang kuda. Ini kopermu kukembalikan.” Killian kemudian menyeringai miring, “Dan ... ada kabar bagus untuk kau dengar.”Mendengar hal tersebut tentunya membuat Miya merasa penasaran, “Apa itu?”“Arlensta baru saja
“Berhenti di sana! Ini adalah area terlarang! Anda tidak dapat melewatinya, kecuali Anda memiliki izin!”Caius, Peter, dan Sebastian sontak menghentikan langkah kakinya. Caius kemudian menunjukkan sebuah kunci kepada penjaga tersebut.“Departemen Investigasi Kriminal, Inspektur Arlensta. Saya punya sesuatu yang perlu saya dapatkan dari ruang materi rahasia ... tentu saja, saya punya izin untuk melakukan hal tersebut,” ujar Caius berusaha terlihat meyakinkan.Merasa gemas dengan kedua penjaga tersebut yang terlihat meragukan ucapan Caius, Peter merebut kunci tersebut dan langsung mendekati pintu tersebut.“Saya tidak diberitahu inspektur akan datang hari ini.”“Kurasa itu karena ini masalah mendesak.”Peter berhasil membuka pintu tersebut. Ia kemudian berbalik, memandangi Caius dan Sebastian yang tampak tercengang dengan keberanian Peter. “Ayo cepat!”Ketiga p