PERTARUNGAN SILUMAN PAGODAAngin di hutan bambu berhembus kencang, membawa aroma tanah basah dan getah pepohonan yang menyengat. Zhang Fei, Wen Yize, dan Xiao Lanhua tengah dalam perjalanan ketika suara dentuman keras menggema dari arah timur. Diikuti dengan pekikan nyaring dan derak kayu yang patah.Zhang Fei langsung menajamkan pendengarannya. "Ada yang bertarung!"Xiao Lanhua, yang kini tak lagi bisa melihat, menggenggam senjatanya erat. "Kita harus ke sana."Wen Yize dengan sigap memegang pergelangan Xiao Lanhua. "Aku akan menjagamu. Jangan ceroboh."Tanpa membuang waktu, mereka bertiga melesat menuju sumber suara. Begitu tiba, mereka mendapati medan pertempuran yang kacau.Di tengah kepulan debu dan batang-batang pohon yang tumbang, siluman pohon pagoda Sha Ren berdiri dengan akar-akar hitam yang menjalar liar, mencengkeram tanah dan mencoba membelit para pemburu siluman.Zhao Yuan Shao dan Zhao Yunshi, dua siluman harimau, tengah bertarung sengit melawan makhluk itu. Cakar merek
Di dalam Biro Penangkap Siluman Kota Changsa, suasana tegang masih terasa setelah pertempuran melawan siluman pohon pagoda Sha Ren. Aroma darah dan energi siluman yang tersisa masih mengambang di udara, tetapi para pemburu siluman kini lebih fokus pada penyembuhan dan pemulihan rekan-rekan mereka setelah mereka lekas pulang dari hutan bambu. Xiao Lanhua duduk diam di sebuah ruangan dengan mata kosong. Penglihatannya telah hilang sejak pertempuran itu, dan meskipun ia berusaha tegar, ketidakpastian tentang apakah ia akan pernah melihat lagi membuat hatinya berat. Di sisi lain ruangan, tubuh Lin Masha terbaring kaku. Jiwanya telah tercerai-berai akibat pengaruh siluman pohon pagoda yang merasukinya. Jika tidak segera ditarik kembali, ia akan benar-benar lenyap dari dunia ini. Zhao Yunshi menatap tubuh Lin Masha dengan mata yang berkilat tajam. Ia menoleh ke arah Zhao Yuan Shao, yang tengah berlutut di depan Xiao Lanhua. “Kakak, aku akan mengurus Lin Masha. Kau urus Xiao Lanhu
Zhang Fei berdiri di aula Biro Penangkap Siluman, memandangi langit malam yang dipenuhi bintang. Luka-luka kecil masih terlihat di tubuhnya akibat pertempuran dengan siluman pohon pagoda Sha Ren. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya melihat Zhao Yunshi yang tengah duduk di anak tangga, membersihkan pedangnya yang ternodai darah siluman."Kau tidak langsung kembali ke kediamanmu?" tanya Zhang Fei, berjalan mendekat.Zhao Yunshi, perempuan siluman harimau putih, hanya melirik sekilas sebelum kembali fokus pada pedangnya. "Belum ingin. Lagipula, aku ingin memastikan keadaan biro ini dulu."Zhang Fei menyandarkan tubuhnya pada tiang kayu di dekatnya, menatap perempuan itu dengan tatapan penuh pertimbangan. "Kau dan kakakmu… kalian tampaknya memiliki banyak rahasia."Zhao Yunshi menyeringai tipis. "Semua orang memiliki rahasia. Kau juga, bukan?""Mungkin, tapi aku bukan siluman," balas Zhang Fei tajam. "Dan aku tidak memiliki saudara yang tiba-tiba muncul entah dari mana."Zhao Yunsh
Pagi itu, kabut tipis masih menyelimuti kediaman biro penangkap siluman. Zhang Fei berdiri di halaman utama, menatap beberapa pengawal yang bersiap menjalankan tugas mereka. Di tangannya, sebuah gulungan sutra berisi surat perjanjian militer yang harus segera dikirim ke Departemen Kehakiman."Jangan sampai surat ini jatuh ke tangan yang salah," ujarnya dengan suara tegas, menyerahkan gulungan itu kepada seorang pengawal yang sudah siap berangkat. "Antarkan langsung ke Ketua Departemen Kehakiman, Feng Quan. Pastikan ia menerimanya sendiri."Pengawal itu menunduk hormat. "Baik, Komandan Zhang. Saya akan memastikan surat ini sampai dengan selamat."Zhang Fei mengangguk, lalu melangkah menuju aula utama untuk mengawasi persiapan tugas hari ini. Namun, langkahnya terhenti ketika matanya menangkap sosok Zhu Shen Mei dan Zhao Yuan Shao di halaman samping.Perempuan itu duduk di bangku kayu, sementara Zhao Yuan Shao berdiri di hadapannya, mencondongkan tubuh dengan ekspresi serius. Tangan lak
Di dalam aula samping Biro Penangkap Siluman, Zhao Yuan Shao berdiri tegak di hadapan Zhu Rong. Sorot mata pria dengan rambut yang memutih katena uban itu tajam, menelusuri setiap detail ekspresi Zhao Yuan Shao."Aku telah menepati bagianku dalam perjanjian kita," Zhao Yuan Shao memulai, suaranya tegas namun sarat dengan ketegangan."Aku membantu biro penangkap siluman menyelesaikan kasus-kasus, sehaeusnya ini cukup untuk memastikan biro ini akan stabil tanpa ancaman dari pihak lain termasuk Depertemen Kehakiman. Kini, aku ingin jawaban."Zhu Rong tersenyum tipis, ketukan jarinya di lengan singgasana menggema di ruangan yang sunyi. "Kau ingin jawaban tentang Zhu Shen Mei?"Zhao Yuan Shao mengangguk. "Aku tidak bisa begitu saja mempercayai bahwa dia adalah reinkarnasi Dewi Gunung Li. Aku telah melihatnya, telah bertarung bersamanya, tapi tidak ada tanda-tanda yang meyakinkanku bahwa dia adalah dewi yang kembali ke dunia ini."Zhu Rong menatap Zhao Yuan Shao lama sebelum akhirnya berkat
Di luar bangunan Biro Penangkap Siluman, Zhao Yunshi sduah berdiri tenang dengan kedua tangan yang terlipat didepan dada. Kemudian tidak lama, sang kakak baru saja keluar melintasi gerbang utama biro.“Kau senang bermain-main dengan manusia?” tanya Zhao Yunshi, nadanya sinis lengkap dengan sorot mata yang tajam menunjukkan rasa tidak suka yang khas.Bukannya marah, Zhao Yuan Shao malah tersenyum tipis lalu berjalan mendekati sang adik. Tangannya terangkat, lalu terulur untuk mengacak pelan ujung kepala perempuan siluman itu.“Rupanya adikku sedang cemburu, hm? Kau takut aku terlalu senang bermain dengan manusia hingga melupakan mu?”“Kau sering melakukan itu! Kau hampir melupakan ku setiap kali berurusan dengan manusia di biro ini. Jika saja aku tidak datang ke Kota Changsa, mungkin kau sudah lupa punya saudara!” geram Zhao Yunshi dengan wajah yang ditekuk, tangannya juga masih terlipat didepan dada. Persis seperti anak kecil yang tengah merajuk.“Aku tidak akan lupa, mau bagaimana pu
KASUS KELUARGA WEN“Kalau begitu, kita harus menyampaikan hal ini pada yang lain. Baru kita akan mulai bertindak,” usul Zhu Shen Mei yang hendak berbalik badan untuk pergi dari ruang kerjanya.“Tidak perlu,” potong Zhao Yuan Sho dengan nada yang tenang, dan dingin. Dia juga lekas menarik pergelanan tangan Zhu Shen Mei untuk menghentikan langkah perempaun dengan hanfu hijau muda itu.Tentu saja itu membuat Zhu Shen Mei mengerutkan keningnya heran, sekaligus waspada diwaktu yang sama. Dia kemudian mendekat ke arah pria siluman itu, memperhatiakn wajahnya yang tetap tenang dan tidak bisa dibaca isi hatinya.“Kau berniat untuk menyembunyikan ini? Sebenarnya apa rencana mu?” todong perempuan itu dengan tegas.“Aku tidak berniat menyembunyikannya, hanya saja biarkan mereka tidak tahu untuk sementara.”“Itu sama saja bodoh!”Zhao Yuan Shao tetap tenang. “Baiklah, biar aku yang akan mengurusnya.”“Apa, tapi kenapa?” Zhu Shen Mei mencoba menarik tangannya, tapi cengkeraman pria itu tetap kokoh
Angin dingin bertiup, membuat daun-daun kering berguguran di halaman yang dipenuhi rumput liar. Cahaya lentera yang dibawa Zhao Yuan Shao berpendar samar, menerangi jejak waktu yang tertinggal di bangunan tua itu. "Kita benar-benar masuk?" Zhu Shen Mei bertanya, suaranya rendah namun mantap. Zhao Yuan Shao meliriknya sekilas sebelum mendorong pintu utama yang berderit nyaring. "Kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini," gumamnya. Rumah itu masih menyimpan aroma kayu tua dan debu, bercampur dengan sesuatu yang lebih samar—sebuah bau besi yang sudah pudar, mungkin darah yang tertinggal sejak tragedi itu terjadi. Mereka melangkah masuk dengan hati-hati, tatapan mereka menyapu ruangan yang penuh dengan perabotan tertutup kain putih. Seolah-olah waktu berhenti di tempat ini. "Menurut catatan biro investigasi, keluarga Wen dibantai secara misterius, tanpa ada tanda-tanda perlawanan. Tidak ada saksi, tidak ada petunjuk siapa pelakunya," ujar Zhu Shen Mei seraya menyentuh meja k
Langit pagi itu kelabu, diselimuti kabut tipis yang menggantung di sepanjang hutan pegunungan. Di sebuah persimpangan jalan berbatu, tiga sosok berhenti — masing-masing berdiri dalam diam seolah menyadari bahwa jalan yang mereka tempuh mulai berbeda.Zhao Yunshi, dengan pakaian putih kebanggaannya, berdiri tegak memandang dua sosok di hadapannya. Matanya seperti biasa, dingin dan lurus, tapi ada bayang-bayang sendu di sudutnya yang tak sanggup disembunyikan. Wajahnya sudah tidak lagi pucat, namun jejak luka dan kelelahan di tubuhnya belum benar-benar hilang."Aku akan ke Gunung Wudang," ujarnya singkat. "Tidak usah menunggu. Aku tahu jalan."Zhao Yuan Shao menyeringai santai, seolah tak ingin suasana menjadi terlalu berat. "Kau yakin tak ingin kami mengantar? Atau setidaknya kupanggilkan seekor kelinci agar bisa jadi penunjuk jalan?"Zhao Yunshi menatapnya tajam. "Jika kau memanggil kelinci, akan ku lempar kau ke lembah."Zhu Shen Mei menahan tawa, lalu berdeham pelan. "Semoga kau cep
Matahari pagi menyusup perlahan di antara celah kabut Desa Liuyang. Embun masih menggantung di rerumputan, dan aroma tanah yang lembap bercampur dengan wangi bunga plum yang mulai bermekaran. Setelah pertarungan semalam dan penutupan celah formasi yang nyaris menelan desa, pagi ini terasa jauh lebih damai.Zhao Yuan Shao berjalan di depan dengan santai, tangan di belakang kepala, dan langkah ringan seperti biasa. Di belakangnya, Zhu Shen Mei menggandeng Xiao Ren yang memeluk boneka kain usang di pelukannya. Anak itu tampak gugup, tapi matanya berbinar, sesekali menatap Zhu Shen Mei dengan rasa percaya yang polos.Zhao Yunshi berjalan pelan di sisi mereka, ekspresi tetap datar dan dingin seperti biasanya, tapi sekali-dua kali menoleh untuk memastikan Xiao Ren tidak tersandung.“Kakak, kau yakin ini rumahnya?” tanya Zhao Yunshi datar.Zhao Yuan Shao menoleh sambil tersenyum lebar, “Tenang saja, aku hanya tersesat dua kali. Itu sudah jauh lebih baik dari biasanya!”Zhu Shen Mei meliriknya
Dari dahi Zhu Shen Mei, sebuah pola angin berwarna perak keemasan menyala, berbentuk seperti pusaran angin dengan titik cahaya di tengahnya. Matanya memutih sesaat, dan tubuhnya bersinar lembut.Siluman serigala membeku di udara.Zhao Yuan Shao yang terjatuh, mendongak dengan mata terbelalak. Ia mengenali tanda itu.“Li Shan... Niangniang?” tanyanya dalam gumam rendah, masih tak percaya apa yang baru saja dia lihat dengan mata kepalanya sendiri.Zhu Shen Mei tidak bicara, matanya tajam menatap musuh. Sorot mata tajam yang sebelumnya tidak pernah perempuan itu miliki.Saat dia mengangkat tangannya, seluruh udara sekitar menjadi padat. Pepohonan merunduk, daun beterbangan, dan cahaya giok menyelimuti tangannya yang memegang kipas.“Kembalilah ke Utara. Atau kau akan kehilangan lebih dari sekadar kebanggaanmu sebagai siluman!”Suara Zhu Shen Mei bergema aneh—seolah dua suara bersamaan, satu miliknya, satu lagi... suara yang lebih tua, lebih megah dan agung.Siluman serigala menggeram mar
Bahkan sebelum tengah hari, mereka bertiga sudah tiba di bagian utara Desa Liuyang yang sepi, tepatnya di kuil tua yang dimaksud oleh Zhao Yuan Shao. Kuil itu sudah sanat berdebu, tampaknya sudah ditinggalkan jauh sebelum para penduduk menghilang.“Kau yakin tempat ini pernah dijadikan tempat ritual penyeimbang aura?” tanya Zhao Yunshi pada sang kakak.Zhao Yuan Shao pun mengangguk, kemudian berdiri sejajar dengan sang adik. Pria siluman itu memandang ke arah pintu masuk kuil. “Aku ingat dulu ayah dan ibu pun ikut dalam ritual itu,” balasnnya.Kuil tua itu berdiri muram di bawah langit kelabu. Bangunannya sebagian sudah ditelan lumut, genting-gentingnya jatuh, dan di bagian barat aula doa, pohon beringin raksasa tumbuh menembus atap, akarnya menjalar seperti tangan makhluk purba yang tertidur. Angin yang bertiup dari arah utara membawa bau amis samar yang membuat bulu kuduk berdiri.Begitu mereka melangkah masuk ke aula utama, langkah mereka terhenti.“Ada darah,” lirih Zhu Shen Mei s
Ruang makan keluarga Zhao tak besar, namun nyaman. Dindingnya dihiasi lukisan tinta bergambar gunung bersalju dan harimau putih melompat di antara pinus—lukisan lama yang dibuat oleh ayah mereka bertahun-tahun lalu. Di tengah, sebuah meja kayu bundar telah ditata rapi dengan bubur panas, sayur asin, telur rebus, dan teh hangat.Zhao Yuan Shao duduk dengan santai, satu kaki dinaikkan ke lutut satunya. Ia sedang membagi telur rebus dengan sumpitnya—dan entah kenapa, telur itu malah terbang terpental ke piring Shen Mei.“Ups! Maaf tapi sepertinya itu tanda dari langit, mungkin.” Zhao Yuan Shao berlagak dramatis. “Tanda apa?” tanya Zhu Shen Mei dengan kening yang berkerut. “Itu artinya kau dan aku… sudah berjodoh sampai sebutir telur pun, langsung tertuju ke arah mu. Seluruh alam semesta tahu perasaanku.”Lagi-lagi Zhao Yuan Shao membual, tentu saja itu membuat Zhao Yunshi, yang duduk di sebelah kiri Zhu Shen Mei, menghela napas panjang.“Kau pasti melewatkan pelajaran logika sela
Mendengar rintihan Zhu Shen Mei dalam tidur, membuat hati pria siluman itu terasa sesak. Meski Zhu Shen Mei tidak akan ingat apa yang dia impikan dalam tidur. Tapi kesedihannya akan dirasakan sampai esok hari, dan Zhao Yuan Shao tidak menyukai itu.“Hou Qi,” lirih Zhu Shen Mi lagi, kali ini air mata mulai jatuh dari kelopak matanya yang indah. Zhao Yuan Shao bangkit dari duduknya dan dengan ragu-ragu mulai mendekati tempat tidur Zhu Shen Mei.Gadis itu menggeliat, wajahnya memucat, dahi berkeringat serta tangan yang menggenggam erat selimutnya. Bibirnya terus menggumam nama yang sama, nama Hou Qi siluman Zhao Yuan Shao. Namun Zhu Shen Mei memanggilnya dengan suara begitu pilu seakan memanggil dari masa ratusan tahun lalu.Zhao Yuan Shao menunduk, jantungnya berdetak pelan. Dia duduk di tepi ranjang, memandang wajah Zhu Shen Mei dalam-dalam, meski tidak menyentuhnya sama sekali.“Aku di sini, Shen Mei. Aku di sini bersama mu.”Zhu Shen Mei bergumam lirih, matanya tetap terpejam, tapi
Langit sudah gelap sempurna saat Zhao Yuan Shao, Zhao Yunshi, dan Zhu Shen Mei semakin masuk ke dalam desa. Mereka pun akhirnya memilih untuk beristirahat di kediaman Zhao, karena hanya tempat itu saja yang tidak tercemar oleh aura roh perantara.Zhao Yunshi masuk terlebih dahulu, seketika lentera-lentera yang ada di kediaman menyala dengan sendirinya. Sementara Zhu Shen Mei masih berdiri di halaamn kediaman sambil menatap jauh ke jalan berbatu yang baru saja mereka lewati.“Shen Mei, ada apa?” tanya Zhao Yuan Shao yang memang hendak menaiki tangga. Dai menoleh ketika tidak mendengar langkah kaki sang arsiparis mengekori dirinya.Zhu Shen Mei menoleh, lalu tersenyum hambar berusaha menyembunyikan rasa khawatir. “Tidak ada, ayo kita masuk!” ajaknya.Mereka pun masuk ke kediaman dengan Zhu Shen Mei yang terus mendorong Zhao Yuan Shao. Menghalangi pria siluman itu untuk melihat apa yang ada di luar kediaman.Zhao Yuan Shao menyalakan lentera gantung di ruang utama. Cahaya hangat menyeba
Setelah pertarungan usai dan kabut memudar, ketiganya duduk sejenak di beranda sebuah rumah kosong. Zhao Yunshi bersandar di tiang kayu, matanya terpejam, masih mengumpulkan kekuatan. Sementara itu, Zhu Shen Mei berdiri di halaman, membuka gulungan catatan roh miliknya, menulis cepat di permukaan kertas dengan kuas kecil yang mengeluarkan cahaya giok.“Kau mencatat pertarungan kita?” tanya Zhao Yuan Shao sambil mengikat kembali sarung pedangnya.Zhu Shen Mei menoleh sebentar. “Tidak. Aku menulis surat wasiat. Kalau nanti mati dibantai siluman, kau tahu di mana harta karun milik ku, iya kan?”Zhao Yuan Shao mengangguk mantap sembari bersidekap, berlagak serius. “Tentu. Di balik rak buku, di belakang lukisan burung bangau, tiga langkah ke kanan, lantai kayu keempat bisa dicungkil.”Zhu Shen Mei mematung, sangat terkejut dengan jawaban pria siluman itu. "Kau mengintip kamarku?” todongnya dengan mata terbelalak sempurna. “Bukan mengintip, tapi memastikan tempat persembunyian calon istri
Zhao Yuan Shao menatap sekeliling, lalu mengangkat tangannya pelan. Ia membentuk mudra, mengalirkan sedikit energi spiritual ke udara. "Ada resonansi.” Wajahnya menegang. “Sesuatu menyerap roh di sekitar sini. Perlahan... dan sangat hati-hati. Bahkan roh tanaman dan hewan tak terasa.” Zhao Yunshi menyipitkan mata. “Ini kerja siluman tingkat tinggi. Tapi aneh... kalau ini niat jahat, kenapa meninggalkan bangunan utuh? Kenapa tidak menghancurkan, membakar, atau mencemari?” Zhu Shen Mei menjawab perlahan, “Mungkin karena siluman ini tidak datang untuk menghancurkan… tapi untuk berdiam.” Mereka bertiga saling bertukar pandang. Sebuah pengertian tak terucapkan mulai tumbuh: apa pun yang mengambil alih desa ini, itu tidak sedang bersembunyi. Ia menunggu. Tiba-tiba, dari rumah tua di ujung jalan, terdengar suara pintu berderit. Zhao Yuan Shao langsung berdiri di depan Zhu Shen Mei, satu tangan terangkat membentuk perisai energi kecil di antara mereka. “Tetap di belakangku,” katanya da