Arken melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Rayhan. Cctv. Arken mengangguk. "Akan kusuruh seseorang untuk memberikan rekamannya."
"Tidak usah," tolak Rayhan cepat. "Biar Yuda saja yang akan memeriksa kamera itu. Tidak perlu merepotkan karyawanmu." Rayhan tidak ingin ada yang tahu jika dirinya sedang melakukan penyelidikan.
"Terserah kau saja," ucap Arken kembali berkonsentrasi pada lembaran-lembaran kertas di hadapannya.
Rayhan melangkah keluar menanti kedatangan Yuda. Ia berjalan ke gerai, menatap ke sekelilingnya. Sesaat dirinya terbawa suasana, membayangkan jika Siti sedang berdiri di belakang meja kasir, lalu dirinya masuk mencari beberapa roti isi untuk mengisi perutnya. Ia membayangkan saat pertama kali masuk ke gerai ini. Waktu itu, ia tidak sadar jika gadis yang menyapanya adalah gadis yang sama, yang beberapa hari sebelumnya ia tarik paksa ke dalam dekapannya dan ia akui sebagai calon istrinya di hadapan rekan kerj
"Halo." Rayhan akhirnya menjawab panggilan di ponselnya, yang sudah berdering sejak tadi. *Sibuk? Suara di ujung sana, membuat dirinya meletakkan semua berkas yang kala itu tengah mendapat perhatian penuh darinya. Ia merenggangkan ikatan dasi dan berjalan ke jendela yang berada tepat di belakang kursi kebesarannya. Suara lembut yang selalu berhasil mengalihkan dunianya, sesibuk apa pun dirinya. "Ada apa?" jawab Rayhan dengan suara lembut dan mesra, yang hanya ia tujukan untuk satu wanita. *Saya kapan boleh kembali masuk kerja? Rayhan terdiam. Pikirannya sesaat melanglang buana. Saat ini, ia sedang mengerjakan permintaan renovasi Arken. Memang bukan dia yang akan mengerjakan, tetapi untuk desain awal, Rayhanlah yang akan membuat sketsanya. Hal itu akan membuat intensitas pertemuan dan komunikasi antara dirinya dan Arken akan lebih sering terjadi, dan tidak menutup kemungkinan, suatu hari, Arken akan d
"Selamat Pagi, Pak Yuda." "Ah, Selamat Pagi Siti! Akhirnya, kamu masuk juga." Yuda menghela nafas lega. Bekerja sendiri selama hampir satu bulan, benar-benar membuatnya tersiksa. Siti tersenyum lebar melihat raut wajah atasannya yang tampak begitu bahagia dengan kehadiran dirinya. "Bapak kesepian ya?" tanya Siti setelah ia meletakkan tasnya di lemari bawah meja kerjanya. "Sangat Siti. Apalagi kalau pas Pak Bos keluar, saya merasa seperti satu-satunya manusia yang hidup di muka bumi ini," jawab Yuda sedikit hiperbola, membuat Siti terkekeh pelan. "Mari, Pak. Biar saya saja yang mengerjakan." "Kamu sudah boleh melakukan pekerjaan seperti ini?" tanya Yuda memastikan dirinya tidak salah dengar. Siti mengangguk sambil tersenyum simpul, membuat Yuda sedikit kikuk. Aiish, pantas saja kalau atasannya itu begitu tergila-gila pada asisten juniornya ini. " Sudah, Pak. Asalkan tidak terlalu berat.
Rayhan berjingkat panik. Apa yang ada di benak gadis yang di hadapannya ini. Tidakkah tingkah lakunya itu sangat membahayakan dirinya. Bagaimana jika diriku khilaf, batin Rayhan gundah. Pandangan tajamnya mengarah tepat ke manik mata Siti, yang menjadi bingung sendiri melihat reaksi Rayhan. Apakah ia sudah melakukan kesalahan? gumamnya ketakutan, melihat reaksi Rayhan yang tidak pernah seperti ini sebelumnya. "Apakah aku sudah menyakitimu?" tanya Siti tanpa dosa. Rayhan terkesima mendengar pertanyaan polos Siti. Oh, Lord. Help me, please. Bagaimana bisa gadis ini tidak tahu jika ia sudah mengumpankan dirinya sendiri ke mulut harimau yang sedang kelaparan, teriak Rayhan dalam hati. Kalau begini, aku tidak yakin bisa bertahan lebih lama berada di dekatnya tanpa melakukan sesuatu, keluh Rayhan gemas dengan sikap Siti, yang kini menunduk, bingung sendiri. "Ya! Kamu sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal!" teriak Rayhan kesal. Kesal pada dirinya sendiri
"Ray..." Rayhan mengangkat wajahnya, dan seketika badannya menjadi dingin. Kehadiran pria yang tidak ia harapkan untuk sekarang ini, membuat dirinya terkejut setengah mati. Tubuhnya yang sedang tidak sehat, membuat pusing kembali menyerang Rayhan. Siti tidak kalah terkejut dengan Rayhan. Tuan Arken?! Mengapa pria itu bisa ada di sini? Arken sendiri sama terkejutnya dengan dua orang yang berada di depannya. Gadis yang selama ini sudah berhasil mengganggu pikiran dan mengusik hatinya, kini ada di hadapannya. Sizuka, gumamnya. Ketiga orang itu tenggelam dalam dunia mereka sendiri. Masing-masing terkejut dan masih asyik berenang dalam kolam keheningan. Suara dehaman Yuda memecah kebisuan di antara mereka bertiga. "Bos! Ada Bos Arken." Lapor Yuda yang jelas sudah basi. Lawong bosnya sendiri sudah melihat si tamu yang sudah masuk ke dalam ruangannya tanpa permisi, dia baru datang
Siti membawa tumpukan map, yang kali ini berwarna biru, ke ruangan Rayhan. Dengan susah payah, gadis itu mengetuk pintu ruangan Rayhan. Tanpa menunggu jawaban dari dalam, Siti langsung saja masuk ke dalam ruangan Rayhan. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, tetapi tidak melihat sosok Rayhan. Dengan perlahan diletakkannya, tumpukan map biru ke atas meja Rayhan. Merasa khawatir, Siti melangkah masuk ke ruang pribadi Rayhan. Ia melihat Rayhan tertidur masih dengan pakaian kerja lengkap tanpa jasnya. Siti kemudian mendekat. Tubuh Rayhan kembali panas. Siti menepuk keningnya. Ia tadi berencana memesankan bubur ayam untuk atasannya itu, akan tetapi, karena kedatangan Arken yang tiba-tiba, Siti lupa untuk menekan tombol order di aplikasi. Dengan cepat, gadis itu mengeluarkan ponselnya kemudian melanjutkan orderan bubur ayam yang sempat tertunda. Dikliknya angka dua untuk bubur ayam spesial. Sembari menunggu datangnya bubur ayam, Siti ke
"Mengapa tidak bisa?" tanya Rayhan penuh rasa ingin tahu. Jika alasannya karena akan bertemu Arken, maka Rayhan tidak akan tinggal diam. Pantang baginya menyerah. Ia harus menyandera Siti. Jangan sampai gadis itu pergi bersama Arken, saingannya. "Karena saya ada urusan yang harus saya selesaikan sepulang dari kantor," jawab Siti tanpa beban. "Memangnya urusan apa? Emak minta dibelikan sesuatu? Atau kau ingin membeli sesuatu di supermarket? Biar aku dan Yuda yang mengantarkanmu berbelanja," tawar Rayhan tanpa pikir panjang. Ia lupa jika dirinya masih belum begitu fit. "Pak, Bapakkan masih sakit, belum sembuh. Jika Bapak mengantar saya berbelanja, terus yang ada Bapak pingsan di tengah jalan, bagaimana? Saya tidak kuat jika harus mengangkat Bapak," jawab Siti. "Aku tidak mengatakan jika aku akan menemanimu tetapi aku dan Yuda akan menemanimu. Jadi, kamu tidak perlu khawatir jika aku pingsan di tengah jalan, masih ada Yuda yang akan
"Lagipula apa?" Rayhan mendesak Siti meneruskan perkataannya.Siti menatap lurus Rayhan. Pria ini kenapa sih? Mengapa dirinya tidak boleh peduli pada orang lain? Apa salahnya jika ia membantu Pak Yuda, yang notabene asisten pribadinya juga. Bukankah semakin cepat berkas itu disusun sesuai dengan departemennya, semakin mudah bagi atasannya itu untuk memeriksa laporan per-departemen?"Lagipula, bukannya jika semua berkas sudah tertata rapi pekerjaan Bapak semakin ringkas?" jawab Siti, yang kini memberanikan diri untuk menatap manik tajam pria yang duduk di kursi kebesarannya itu.8Aiih, kenapa jika sedang begini, wajahnya tampan sekali. Siti terlena. Wajah serius Rayhan yang mendengarkan jawaban Siti terlihat begitu sempurna. "Aku tahu aku sangat tampan. Jadi, berhentilah menatapku seolah-olah aku ini semangkuk sup iga yang sangat ingin kau makan." Siti terkejut. "Darimana Bapak tahu kalau makanan f
Siti melangkah masuk ke lift yang akan membawanya ke lantai tempat ruangan pimpinan Ardan Group berada. Ditekannya angka 7 dan tombol close ketika tiba-tiba sesosok pria melesat masuk, bergabung di lift yang sama dengannya, namun luput dari penglihatan Siti. "Apa kau tidak mendengar apa pun saat berjalan menuju gedung ini?" Suara yang sangat dikenalnya terdengar dari arah belakang. Siti terkejut. Sejak kapan ada orang lain selain dirinya di lift ini. "Loh?! Kapan datang? Mengapa tidak naik lift khusus saja? Apa ada urusan di lift yang lain?" Pa Yuda mana?" Siti mencecar Rayhan yang masih tersengal-sengal, dan masih berusaha mengatur pernafasannya kembali. "Aku sudah berteriak-teriak sejak di jalan depan kantor tadi, tapi sepertinya hatimu sedang sangat bahagia hingga tidak mendengar suara-suara di sekelilingmu," jawab Rayhan, sedikit menyindir Siti. Mengapa aku t