Home / Lainnya / The Third King / 3. RAJA KETIGA DAN PERTEMUAN YANG TIDAK DIHARAPKAN

Share

3. RAJA KETIGA DAN PERTEMUAN YANG TIDAK DIHARAPKAN

Author: mahesvara
last update Last Updated: 2021-08-24 06:02:11

“Yang Mulia, baik – baik saja?” 

Surendra segera berbalik dan bertanya ketika menyadari sesuatu yang tidak terduga terjadi dalam iring – iringan yang membawa Rajanya. 

Arsyanendra yang baru saja tersadar dari lamunannya, menarik napas panjang dan beberapa kali mengedipkan matanya memastikan apa yang sedang dilihatnya saat ini. 

“Yang Mulia. . .” panggil Surendra untuk kedua kalinya. “Apakah Yang Mulia terluka?” 

Surendra hendak meminta beberapa pengawal istana mendekat namun dengan cepat tindakannya itu dihentikan oleh Arsyanendra dengan jawabannya. 

“Aku baik – baik saja, Surendra. Aku hanya sedikit terkejut saja. Tidak lebih. Apa yang terjadi?” 

“Sepertinya anak laki – laki itu terdorong oleh kerumunan proletar dan terlempar masuk ke dalam jalur yang Yang Mulia lewati.” 

“Lalu gadis itu?” tanya Arsyanendra masih tidak bisa melepaskan pandangannya dari gadis yang memeluk tubuh anak laki – laki itu. 

“Gadis itu spontan melompat ketika menyadari anak laki – laki itu membuat kuda – kuda penarik kereta kuda terkejut dan hendak menginjaknya. Untung saja, kusir bertindak cepat dan menenangkan kuda – kuda ini.” 

“Baguslah kalau begitu. Aku ingin turun sebentar, apakah aku bisa melakukannya?” 

Arsyanendra masih tidak bisa melepaskan pandangannya dari gadis itu. 

“Tentu saja, Yang Mulia.” 

Arsyanendra turun dari kereta kudanya dan membuat jubah merahnya menyentuh jalanan kota. Spontan para pengawal istana berusaha untuk membantu Arsyanendra, namun dengan cepat Arsyanendra menghentikan niat para pengawalnya dan memintanya untuk membiarkannya berjalan sendiri. 

Tindakan Arsyanendra itu memicu histeria dari para rakyat proletar yang berdiri di pinggiran jalan yang telah diberi pembatas dan dijaga oleh pengawal istana. Arsyanendra melemparkan senyumannya ke arah rakyatnya dan menyapa mereka dengan pesonanya.

“Salam rakyatku. . .” 

Sapaan Arsyanendra itu berhasil membuat rakyatnya yang histeris semakin histeris.

“Yang Mulia. . .” 

“Yang Mulia. . .” 

Teriakan itu terdengar di telinga Arsyanendra. Namun Arsyanendra tidak kehabisan akal. Dengan jarinya yang menyentuh ke bibirnya, Arsyanendra memberikan isyarat kepada rakyatnya untuk sedikit tenang dan rakyatnya melakukan hal yang diperintahkannya. Dalam sekejap, beberapa teriakan histeris rakyat dalam radius seratus meter dari Arsyanendra terhenti. 

Arsyanendra berjalan penuh wibawa dan kemudian berlutut untuk menyamakan posisinya di depan gadis yang memeluk tubuh anak laki – laki itu. 

“Yang Mulia, mohon maafkan anak ini. Dia tidak sengaja membuat iring – iringan Yang Mulia terganggu.” 

Gadis itu menundukkan kepalanya sedikit ketika menyadari Raja Ketiga Negara Hindinia berlutut di depannya berusaha untuk menyamakan posisi mereka. 

“Siapa namamu, Nak?” 

Arsyanendra bertanya kepada anak laki – laki itu sembari mengelus lembut kepala anak laki – laki yang sedang gemetaran ketakutan itu. 

“Rio, Yang Mulia.” 

Anak laki – laki itu kemudian perlahan menatap Arsyanendra meski masih dengan sedikit gemetaran. Bahkan jawaban yang diberikannya kepada Arsyanendra diucapkannya dengan suara yang bergetar. 

“Rio. . nama yang bagus. Kamu tidak perlu takut, aku tidak marah padamu. Aku kemari karena ingin bertanya, apakah Rio terluka?” 

Mendengar suara lembut dari Arsyanendra, anak laki – laki bernama Rio itu kemudian tersenyum ke arah Arsyanendra. 

“Mohon maafkan kesalahan Rio, Yang Mulia. Rio baik – baik saja.” 

“Baguslah kalau begitu. . .” Arsyanendra menjawab dengan senyuman lembut di bibirnya. Arsyanendra kemudian mengalihkan pandangannya kepada gadis yang memeluk tubuh Rio. “Bagaimana dengan Nona? Apakah Nona terluka?” 

Masih dengan menundukkan kepalanya berusaha memberikan hormatnya, gadis itu kemudian menjawab pertanyaan Arsyanendra, “Saya baik – baik saja, Yang Mulia. Terima kasih atas perhatian Yang Mulia.” 

“Surendra. . .” 

Arsyanendra berteriak memanggil kepala pengawalnya dan dengan cepat kepala pengawalnya itu berlari mendekat ke arah Rajanya. 

“Yang Mulia. . .”

“Bantu Nona ini dan Rio berdiri. . .” 

“Baik, Yang Mulia.” 

Surendra kemudian membantu gadis itu dan Rio berdiri. 

“Karena kalian berdua baik – baik saja, aku bisa pergi dengan tenang.” Arsyanendra hendak berbalik dan berjalan kembali naik keretanya ketika teringat sesuatu yang penting. “Nona. . .” 

“Ya, Yang Mulia. . .” jawab gadis itu masih dengan menundukkan kepalanya. 

“Siapa nama, Nona?” 

“Ravania. Ravania Hargandi.” 

“Kalau begitu, berhati – hatilah dan sampai jumpa lagi, Nona Ravania. Untuk Rio, lain kali hati – hati, Nak.” 

Setelah mengatakan itu, Arsyanendra naik ke kereta kudanya diikuti oleh Surendra yang duduk di depan bersama dengan kusir. Kereta kuda yang membawa Arsyanendra berkeliling kota mulai berjalan lagi diikuti oleh teriakan histeris rakyatnya yang melihat kebaikan dan sikap terpuji Arsyanendra. 

Masih dengan tersenyum dan tangan yang terus melambai membalas histeria rakyatnya yang memanggil namanya, Arsyanendra kemudian memanggil nama kepala pengawalnya. 

“Surendra.” 

Dengan sedikit menolehkan kepalanya dan tetap menjaga jarak pandangannya bersikap waspada, Surendra menjawab panggilan Rajanya. “Ya, Yang Mulia.” 

“Gadis tadi. . .bisakah kamu menyelidiki membuatnya datang ke istana sekaligus menyelidiki latar belakangnya?” 

“Baik, Yang Mulia.” 

“Atur secepatnya dan aku ingin kamu melakukan hal ini dengan rahasia.” 

“Saya mengerti, Yang Mulia.” 

Perjalanan yang dilakukan Arsyanendra dalam perayaan penobatannya sebagai Raja Ketiga memakan waktu empat jam lamanya. Dalam empat jam itu, Arsyanendra terus memasang senyumannya dan terus melambaikan tangannya membalas histeria rakyat yang ditujukan kepadanya. 

Setelah empat jam lamanya berkeliling Ibu Kota dan akhirnya bisa kembali ke istana, kegiatan perayaan itu tidak sampai di situ saja. Begitu sampai di istana, para pelayan istana telah menunggu kedatangan Arsyanendra dan kemudian membawa Arsyanendra ke ruang ganti pakaian. Para pelayan kemudian membantu Arsyanendra mengganti pakaian yang dikenakannya dengan seragam militer yang biasa dikenakan oleh Para Raja sebelumnya. 

Perlahan matahari mulai tenggelam dan berganti tugas dengan rembulan. Arsyanendra yang telah berganti pakaian dengan seragam militer kemudian berjalan melewati lorong panjang di istana diikuti oleh Kepala pengawalnya, Surendra, beberapa pengawal istana dan pelayan istana. 

Surendra yang berdiri di depan bersama dengan sekretaris istana, Evan membawa Arsyanendra ke sebuah aula besar lainnya yang terhubung dengan taman besar istana. 

Begitu melihat pintu besar di depan Arsyanendra, dua pengawal yang berjalan di depan Arsyanendra segera berdiri di depan pintu dan membukakan pintu untuk Arsyanendra. 

“Yang Mulia. . .” 

Evan, sekretaris istana yang berusia sama dengan Surendra mulai berbicara memanggil Arsyanendra. 

“Ya?” 

“Malam ini adalah malam perayaan yang dihadiri oleh undangan – undangan tertentu yang berhubungan dengan pemerintahan, Yang Mulia,” jelas Evan dengan sedikit menundukkan kepalanya. “Apakah saya perlu menjelaskan setiap para undangan yang ada dalam acara ini?” 

“Tidak perlu, Eva. Aku mengenal dengan jelas setiap wajah yang ada dalam aula ini. Satu hal yang ingin aku tanyakan padamu, Evan?” 

“Silakan, Yang Mulia.” 

“Kenapa tidak ada satu pun perwakilan kaum proletar hadir dalam acara ini? Jelas kulihat bahwa yang ada dalam ruangan ini semuanya adalah keturunan kaum aristokrat.” 

“Mohon maafkan saya, Yang Mulia. Sejak Raja Kedua, Jahan Balakosa memerintah, Raja Jahan memberi perintah kepada kami bahwa tidak akan menerima kaum proletar sebagai tamu. Kaum proletar yang masuk ke istana hanya bisa dengan status pelayan dan pengawal.” 

Arsyanendra tersenyum mendengar jawaban dari Evan, sekretaris kerajaan. “Aku mengerti. Kalau begitu, mulai besok hapuskan aturan itu. Aku sebagai Raja Ketiga akan menerima Kaum Proletar sebagai tamuku yang sama derajatnya dengan Kaum Aristokrat. Bisa kamu lakukan, Evan?” 

“Akan saya laksanakan, Yang Mulia.” 

Arsyanendra melangkahkan kakinya masuk ke dalam aula diikuti oleh kepala pengawalnya dan beberapa pengawal istana, sementara para pelayan wanita menunggu di luar aula. 

Sepuluh. 

Sepuluh orang. 

Sepuluh kepala keluarga. 

Sepuluh pemimpin kaum aristokrat. 

Sepuluh orang busuk bawahan Jahan Balakosa. 

Sepuluh orang perusak Hindinia. 

Setelah Jahan Balakosa, kali ini giliran kalianlah yang akan menerima pembalasan. 

Dengan ini, aku sudah memasuki medan perang berikutnya. Kali ini tidak ada jalan kembali, baik dalam keadaan terluka atau pun sekarat; jika aku ingin hidup, aku harus bisa memenangkan peperangan ini. 

Arsyanendra kemudian mengedarkan pandangannya menatap ke arah Virya dan juga Narendra Balakosa. 

Lalu. . . masih ada dia. Yang selalu menganggapku saingannya meski aku sama sekali tidak ingin bersaing dengannya. Yang selalu menganggapku musuhnya meski aku sama sekali tidak berniat bermusuhan dengannya. 

Ya. . . yang pasti ada sepuluh musuhku saat ini berdiri di ruangan yang sama dan berkumpul di sini. Tersenyum layaknya seorang teman dan keluarga dengan membawa pisau di belakangnya dan siap menyerang ke arahku. 

Aku tahu dengan jelas, tidak akan pernah ada ketulusan di hati mereka. Bagi mereka kedudukan dan kekayaan adalah segalanya. 

Tersenyumlah dengan sangat lebar, ketika kalian masih bisa tersenyum. 

Tertawalah dengan kencang ketika kalian masih bisa tertawa. 

Karena setelah ini, kalian tidak akan pernah bisa melakukannya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Third King    80. RAJA KETIGA DAN KISAH MILIKNYA

    Ravania yang baru bisa kembali seminggu kemudian setelah menemani Zia Pramanaya yang terluka, berharap bisa bertemu dengan Arsyanendra ketika kembali ke ibu kota. Namun bukan kebahagiaan yang didapatkan Ravania ketika kembali ke ibu kota.Ini tidak mungkin, pikir Ravania.Begitu tiba di ibukota, seluruh bendera hitam di pasang di sepanjang jalan. Bendera yang sama seperti bendera di mana Raja Pertama dan Raja Kedua dinyatakan meninggal.“Maafkan aku, Nona Zia. Aku harus segera ke istana. Yang Mulia, aku harus bertemu dengan Yang Mulia.”Ravania berlari lebih dulu menuju ke istana dengan harapan bahwa apa yang terlintas di dalam benaknya saat ini adalah salah. Ravania mengabaikan para penjaga gerbang istana yang menundukkan kepalanya ketika melihat Ravania tiba. Ravania terus berlari dan mengabaikan banyak pelayan istana dan pengawal istana yang menundukkan kepalanya kepada Ravania dan memberikan salamnya kepada Ravania.

  • The Third King    79. RAJA KETIGA DAN RAJA KEEMPAT

    Ravania bersama dengan Virya dan Narendra butuh waktu dua hari untuk memastikan seluruh pasukan bantuan datang, membaginya menjadi empat dan membawanya ke ibu kota. Dalam perjalanannya, pasukan bantuan yang dikomandoi oleh Narendra masih harus melawan pasukan milik empat dewan penjaga perbatasan Hindinia yang akan berangkat ke ibu kota.Untuk melawan pasukan perbatasan yang dipimpin oleh empat kepala keluarga kaum aristokrat, Narendra dan pasukan tambahannya membutuhkan waktu tiga hari untuk menjatuhkan semua pasukan perbatasan. Di hari terakhir, Narendra bersama dengan pasukan bantuannya berhasil menyelamatkan pasukan yang dipimpin oleh Zia Pramanaya yang ditawan oleh pasukan perbatasan milik empat kepala keluarga kaum aristokrat.“Nona Zia,” teriak Ravania.“Akhirnya kalian datang, meski sedikit terlambat. . .”“Jangan banyak bicara, Nona Zia. Luka – luka Nona bisa semakin parah karena Nona ber

  • The Third King    78. RAJA KETIGA TURUN KE MEDAN PERANG

    Persediaan makanan yang semakin menipis, jumlah pasukan yang terluka yang semakin banyak serta suara ledakan dari perang di ibu kota terdengar oleh Arsyanendra bersama dengan Surendra yang terus menyusun pasukannya bersama dengan panglimanya.“Pasukan milik Nona Zia juga mengalami hal yang sama, Yang Mulia. Mereka tidak akan bertahan lebih dari tiga hari menahan pasukan perbatasan yang datang dari empat penjuru arah.”“Lalu bagaimana jika pasukan milik Zia berhasil ditembus, berapa lama lagi kita bisa menahan pasukan milik Arkatama dan pasukan milik perbatasan?”Arsyanendra memikirkan kemungkinan terburuk dalam peperangan yang akan terjadi beberapa hari ke depan.“Paling lama tiga hari setelah pasukan milik Nona Zia ditembus, Yang Mulia. Jumlah makanan yang semakin menipis, obat – obatan yang juga semakin banyak serta banyak menimbang jumlah pasukan yang tersisa bersama dengan jumlah granat dan p

  • The Third King    77. RAJA KETIGA BERPERANG

    Keesokan harinya, Ravania bersama dengan Ardizya, Virya dan Narendra Balakosa pergi keluar istana dengan menggunakan jalur rahasia yang tersembunyi di hutan istana.“Guru, apa benar jika kita meninggalkan Yang Mulia seorang diri?”“Ini perintah Yang Mulia. Apapun yang terjadi kita harus melaksanakan perintahnya. Terlebih lagi. . . aku dan Virya punya tugas khusus yang harus kami kerjakan ketika berhasil keluar dari Jako Arta.”“Tugas? Tugas apa itu?”“Membawa pasukan dari negara tetangga,” jawab Virya Balakosa.“Apa maksudnya dengan itu, Nona Virya??”“Selain kalah jumlah, pasukan milik Yang Mulia lebih banyak berisi kaum proletar yang tidak ahli dalam berperang. Jadi Yang Mulia sengaja mengirimku keluar untuk meminta bantuan kepada negara tetangga dan membuatku untuk bernegosiasi dengan mereka.”Mulut Ravania tertutup sembari m

  • The Third King    76. RAJA KETIGA DAN PERSIAPAN PERANG

    “Bagaimana dengan pasukan kita, Surendra? Jika seandainya kita berperang dalam waktu dekat, apakah kita akan siap untuk melawan mereka?”Arsyanendra yang menyadari perang sudah dekat kemudian mulai menyusun strategi dengan keadaan pasukan miliknya.“Mereka siap, Yang Mulia. Meski pasukan kita mungkin hanya setengah dari jumlah pasukan milik kaum aristokrat, tapi pasukan di bawah pimpinan Yang Mulia sudah siap untuk berperang.”“Kalau begitu seperti taktik perang sebelumnya, masukkan semua pasukan kita melalui jalan rahasia yang terhubung dengan hutan istana dan biarkan mereka membangun tenda di hutan istana untuk persiapan perang. Lalu siapkan titahku untuk dibawa oleh Virya dan Ravania nantinya. Sebelum perang terjadi, kita harus sudah mengeluarkan Ravania dan Virya dari ibu kota jika kita ingin menang dalam perang ini.”“Saya mengerti, Yang Mulia.”Surendra hendak kelua

  • The Third King    75. RAJA KETIGA DAN ULTIMATUM KAUM ARISTOKRAT

    “Lalu ke mana Indhira Darmawangsa yang asli selama ini berada?” tanya Narendra. “Kenapa kau harus bersusah payah membuat kembaran dari Indhira Darmawangsa untuk menggantikannya membantumu dan membuat keadaan semakin rumit, Arsyanendra??” “Tuan Narendra,” sela Surendra untuk kedua kalinya. Surendra hendak membuka mulutnya untuk berbicara menggantikan Arsyanendra namun niat Surendra yang terbaca oleh Arsyanendra lebih dulu, dengan cepat dihentikan oleh Arsyanendra dengan mengangkat tangannya lagi dan memberikan isyarat kepada Surendra untuk kedua kalinya. “Tapi, Yang Mulia. . .” kata Surendra. “Harus aku yang mengatakannya sendiri, Surendra,” jawab Arsyanendra kepada Surendra. Setelah berusaha untuk menenangkan Surendra, Arsyanendra kemudian mengalihkan pandangannya kepada Narendra dan memberikan jawaban yang diinginkan oleh Narendra. “Indhira Darmawangsa sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu.” “Men

  • The Third King    74. RAJA KETIGA DAN RAHASIA KELAHIRAN RAVANIA

    Setelah mempermalukan tujuh kepala kaum aristokrat di depan istana, Arsyanendra kemudian memerintahkan kepada Surendra untuk membawa Bagram ke dalam istana dan menyembunyikannya di kamar Ravania. Sementara itu, Arsyanendra bersama dengan Ravania kemudian menikmati pesta yang diadakan untuk penobatan Ratu Hindinia yang digelar oleh istana. Dalam pesta penyambutannya, Arsyanendra kemudian mengenalkan banyak orang kepada Ravania dari presiden negara tetangga, Raja dari negara tetangga dan perwakilan dari beberapa negara yang sengaja datang ke Hindinia hanya untuk mengucapkan selamat kepada Ravania. Setelah empat jam pesta lamanya digelar, Ravania yang sudah sangat merasa lelah dengan jadwalnya yang padat selama sehari ini kemudian diperbolehkan untuk kembali ke kamarnya dan beristirahat. “Aku akan mengantarmu, Ratuku,” ucap Arsyanendra yang tiba – tiba muncul di samping Ravania dan menggandeng tangan Ravania. “. . .” Ravan

  • The Third King    73. RAJA KETIGA DAN KEHADIRAN ARDIZYA HARGANDI

    Arsyanendra yang sedang duduk di takhtanya kemudian bangkit ketika mendengar bisikan dari Surendra.“Mohon maafkan saya, Yang Mulia. Tapi Tuan Narendra mengirim pesan bahwa sesuatu yang buruk mungkin sedang terjadi saat ini gerbang istana.”Berusaha untuk tetap tersenyum dan bersikap seolah tidak terjadi apapun, Arsyanendra kemudian bertanya kepada Surendra.“Apa yang terjadi?”“Delapan kepala kaum aristokrat menghadap Nona Indhira yang baru saja memasuki istana.”“Kita pergi ke sana. Sepertinya kaum aristokrat sudah berusaha untuk melancarkan rencananya untuk menjatuhkan ratuku dan berusaha untuk memberi tahu padaku jika aku tidak akan pernah bisa menang dari mereka.”Setelah membalas ucapan Surendra, Arsyanendra kemudian melangkahkan kakinya dan berjalan menuju ke luar aula di mana saat ini Ravania sedang bersama dengan Narendra menghadapi tujuh kepala kelu

  • The Third King    72. RAJA KETIGA DAN PENOBATAN RATU HINDINIA

    “Bagaimana?” tanya Surendra dari luar ruang ganti Ravania ketika Ravania sedang mengenakan gaun untuk penobatan dan mencoba jubah kerajaan yang tidak berbeda dengan yang selama ini dikenakan oleh Arsyanendra. “Apakah Nona Indhira merasa kurang pas?”“Tidak, Tuan Surendra. Tuan bisa memberitahu pada Yang Mulia, jika semua pakaian yang harus aku kenakan besok telah sesuai dan cocok denganku.”“Baiklah kalau begitu, Nona. Setelah ini saya akan memberi kabar kepada Yang Mulia jika Nona sudah mencoba semua pakaian yang ada. Lalu, Nona. . .”“Ya, Tuan Surendra,” potong Ravania yang masih berada di dalam ruang ganti sembari mengganti pakaiannya kembali.“Saya hanya ingin memberitahu kepada Nona, jika besok Nona akan mendapatkan pengawal pribadi seperti saya.”“Siapa yang akan jadi pengawal pribadi, Tuan Surendra?” tanya Ravania penasaran.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status