Chapter 1
One and Only Holter's
Rain memijat batang hidung di antara matanya. "Sialan," desahnya.
"Rain, apa aku harus memberitahu istri Ryan?" tanya Robert, asisten Rain.
"Ah, iya," gumam Rain yang nyaris melupakan jika saudara kembarnya memiliki istri sekarang dan wanita itu sedang mengandung. "Biar aku yang mengurusnya."
Rain merogoh ponsel dati dalam saku jaketnya, tetapi ia tidak segera menekan kunci tombol layar ponsel di tangannya. Ia hanya menimang-nimang benda itu kemudian masukannya kembali ke dalam sakunya dan menghela napas dalam-dalam seraya menatap jenazah Ryan.
"Siapkan pemakamannya secepatnya," ucap Rain kepada Robert.
"Kau belum memberi tahu istrinya." Robert menyahut karena ia jelas melihat jika Rain belum menghubungi istri Ryan.
Rain menatap Robert dengan tatapan datar, nyaris dingin. "Apa kau tidak mendengar?"
Rain tidak suka mengulang perkataannya, ia tidak suka mendengarkan bantahan, dan dia tidak menyukai perdebatan. Di dunia ini, semua keputusan yang diambil oleh Rain adalah mutlak dan benar.
Robert mengernyit tanpa bisa berbuat apa-apa. "Baiklah," katanya sembari bergeser menjauhi ranjang di mana Ryan terbaring kaku. "Apa lagi yang kau perlukan?"
"Bawakan ponsel Ryan ke sini."
Robert mengangguk, pria tiga puluh tahun itu menjauh dari Rain untuk mengejawantahkan perintah tuannya untuk menyiapkan pemakaman Ryan.
Ryan tiba-tiba tersungkur setelah bermain basket bersama Rain sambil memegangi dadanya. Rain telah melakukan yang terbaik, ia memanggil ambulans agar Ryan mendapatkan pertolongan pertama. Sayangnya meski tim medis telah berusaha semaksimal mungkin untuk Ryan, tetap kuasa Tuhan yang bertindak. Ryan mengembuskan napasnya yang terakhir malam itu.
Rain kembali menarik kain yang menutupi wajah Ryan yang pucat tak bernyawa dan berucap, "Kalian terlalu cepat meninggalkan aku."
Ayahnya yang merupakan satu-satunya tempat mereka bergantung meninggal saat mereka berdua baru saja lulus sekolah menengah atas karena sakit dan sekarang satu-satunya keluarga yang tersisa juga meninggalkan Rain.
Ia memejamkan matanya dengan erat, membiarkan air mata merembes dan mengalir di pipinya. "Aku akan merawat anakmu," ucapannya pelan seraya membuka matanya. "Aku akan bertanggung jawab dan menjadi orang tua yang baik untuk satu-satunya penerus keluarga Holter. Aku akan mendidiknya dengan baik seperti ayah kita mendidik kita, mengajarinya membaca, menulis, dan berhitung. Dan aku berjanji, sesibuk apa pun aku nanti, aku akan tetap bermain dengannya seperti ayah kita."
Rain menyeka air matanya menggunakan telapak tangannya, ia meletakkan keningnya di atas kening Ryan yang dingin. "Aku menyayangimu, Ryan. Beristirahatlah dengan tenang."
Ia menjauhkan diri dari Ryan dan keluar dari kamar tempat Ryan berada kemudian duduk di lorong rumah sakit dengan hingga Robert datang bersama dengan orang-orang yang akan mengurus jenazah Ryan.
"Pemakaman akan dilaksanakan pukul sembilan pagi," ucap Robert lambat-lambat, ia bahkan tidak berani dengan terang-terangan menatap wajah Rain yang ditekuk menghadap ke lantai.
"Apa kau membawa ponsel Ryan?"
"Ya," sahut Robert dan cepat-cepat mengeluarkan benda yang ditanyakan oleh Rain lalu memberikannya.
Rain menerima ponsel yang diberikan Robert lalu menekan kunci tombol dan berusaha memasukkan kode akses, tetapi gagal hingga tiga kali. Ia bangkit dari kursi besi yang ia duduki dan masuk ke dalam ruangan di mana jenazah Ryan sedang diurus dan lima menit kemudian ia keluar dari ruangan itu.
Pria itu kembali duduk di bangku besi sambil mengotak-atik ponsel di tangannya kemudian setelah berselang beberapa menit, ia menempelkan ponsel itu ke telinganya.
"Rain mengalami serangan jantung dan dia telah tiada," ucap Rain setelah suara Claudya Avery, istri Ryan menjawab panggilan telefonnya.
"Ya Tuhan," erang wanita itu. "Di mana kau, Babe? Aku akan menyusulmu."
"Aku di rumah sakit," jawab Rain.
"Aku akan ke sana."
"Tidak perlu, kau masih dalam jam kerja." Untungnya saat mengajaknya bermain basket, Ryan sempat memberitahu jika istrinya sedang mendapatkan shift malam.
"Aku harus mendampingimu, kau sedang berduka karena kehilangan saudara kembarmu."
Perut Rain terasa mual mendengar ucapan Cloudy, wanita adalah makhluk penuh kepura-puraan di matanya. Jika bukan karena Ryan adalah bagian dari ILP Scurity, Rain yakin Cloudy tidak akan peduli. Wanita itu sama saja seperti wanita lain yang hanya mengincar uang keluarga Holter.
"Kau tidak perlu ke sini," tegas Rain. Nyaris sinis.
"Tidak, Babe. Rain adalah saudaramu, dia keluarga kita. Dan kewajibanku mendampingimu dalam suka dan duka, kita telah bersumpah."
Persetan dengan sumpah itu, ibunya meninggalkan ayahnya padahal mereka juga telah bersumpah di depan Tuhan.
Rain berdehem pelan. "Aku tidak ingin kau melihatku dalam keadaan sangat buruk."
"Babe, aku akan tetap ke sana."
Rain mengeratkan rahangnya, ia tidak menyukai wanita keras kepala apa lagi berani membantahnya. Tetapi, demi satu-satunya keturunan keluarga Holter, ia bersedia sedikit menurunkan egonya.
"Besok pukul sembilan kau bisa datang ke pemakaman ke GREEN-WOOD CEMETERY," ujar Rain memberitahu Cloudy. "Berpakaianlah yang pantas," lanjutnya dengan suara dingin.
Bersambung....
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak komentar dan RATE.
Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.❤️❤️🍒Chapter 2 Independent Woman Lower Manhattan, New York. Rasanya malam menjadi sangat panjang dan sedikit pun ia tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya karena memikirkan suaminya yang sedang berduka karena kehilangan saudara kembarnya. Rain di matanya adalah pria yang lumayan hangat dan ramah meski tidak banyak bicara, nyaris seperti Ryan. Ya, tentu saja Rain seperti Ryan karena mereka kembar identik. Cloudy tidak terlalu mengenal Rain karena ia hanya pernah berjumpa dua kali dengan saudara kembar suaminya. Pertama saat Ryan mengenakannya pada Rain dan kedua kalinya adalah saat pernikahannya dan sayangnya ketiga kalinya justru saat pemakaman pria malang itu. "Kau sepertinya tidak dalam
Chapter 3Ágape MouRain melirik Cloudy yang datang tepat saat jenazah Ryan hendak dimasukkan ke dalam liang lahad. Wanita itu datang menggunakan pakaian panjang berwarna hitam dan kerudung yang di letakkan di atas kepalanya dilengkapi dengan kacamata hitam dari merek Gucci.Dari balik kacamata hitamnya sorot mata Rain menyiratkan kesinisan yang luar biasa, ia menebak jika Cloudy adalah penggemar barang bermerek dan tidak segan menghabiskan uang suaminya."Babe, aku turut berduka cita atas kepergian saudaramu," ucap Cloudy seraya mengelus lengan Rain.Rain berdehem pelan. "Ya," sahutnya kaku."Aku juga turut berdukacita atas kepergian saudaramu, Mr. Holter," ucap Axel yang datang bersama Cloudy."Terima kasih," sahutnya datar.Namun, ia sama sekali tidak merasa
Chapter 4Rain's PastRain menatap layar ponselnya kemudian menekan tombol di samping kiri ponselnya untuk menonaktifkan dering ponsel."Cloudy menghubungimu lagi?"Rain mengedikkan kedua bahunya dengan malas. "Aku akan menjawab panggilannya nanti.""Setelah tiga hari kau belum menjawab panggilannya."Rain tidak bereaksi. Salah satu alasan ia tidak menjawab panggilan telepon Cloudy adalah karena menumpuknya pekerjaannya yang menjadi dua kali lipat karena pekerjaan Ryan yang kini menjadi urusannya. Juga ia belum sepenuhnya siap bertemu Cloudy dan menjadi Ryan di depan wanita itu."Kau benar-benar keterlaluan." Marcus berkacak pinggang di depan Rain. "Kau tidak memikirkan bagaimana perasaan istri Ryan jika ia tahu suaminya telah tiada? Ya T
 ✔ RATE️✔️ Comment✔️Share✔ Happy Reading  Chapter 5 Magic Spell Cloudy menghela napas berat, hari ke tujuh suaminya tidak kunjung kembali ke tempat tinggal mereka dan Ryan juga tidak menjawab panggilannya. Wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi kerjanya. "Perlu tumpangan untuk kembali?" Suara itu membuat Cloudy membuka matanya. Ia kembali menghela napasnya dengan berat kemudian menegakkan punggungnya. "Jika kau tidak
Chapter 6 Marcus's Friend Kondominium yang menjadi tempat tinggal Rain masih sama seperti saat Cloudy datang terakhir kali. Ruang tamu dengan dinding kaca menghadap pemandangan gedung-gedung tinggi di Manhattan, sofa berwarna abu-abu tua berpadu dengan warna abu-abu muda dan hiasan lampu kristal yang menggantung di tengah ruangan yang ditata nyaris menyerupai tempat tinggal Cloudy dan Ryan. Seorang pelayan menghampiri Cloudy dan mengangguk hormat padanya kemudian berucap, "Nyonya, silakan duduk. Tuan akan segera menemui Anda." Sedikit aneh kedengarannya karena ia seperti orang asing di tempat itu. "Di mana dia?" "Tuan ada di kamar dan baru selesai mandi," sahut pelayan. Mandi? Tidak biasanya Ryan mandi sore, sepanjang yang Cloudy tahu suaminya biasanya mandi sebelum mereka istirahat dan setelah bercinta.
Chapter 7 Our Home Rain tidak akan takut bekerja sendirian, Alyssa tahu betul siapa Rain. Pria itu jauh melampaui perkiraannya, otak Rain berisi gagasan cemerlang yang mungkin tidak pernah dipikirkan oleh kebanyakan orang dan di mata pria itu terdapat jejeran kode-kode komputer. Ketika ia menendang Rain dari perusahaan yang mereka berempat bangun, nyatanya tidak memerlukan waktu lama pria itu kembali bangkit dari keterpurukannya dan kini perusahaan milik Rain selalu menjadi bayangan bagi Contemporary Scurity. Tanpa Ryan, ILP akan baik-baik saja. Alyssa yakin jika sesuatu yang sedang Rain sembunyikan dan nilainya lebih berharga dibandingkan perusahaan. "Apa kau menyelidikinya lebih jauh?" "Rain memakamkan Ryan di GREEN-WOOD CEMETERY." Alyssa James tersenyum dengan lembut. "Kau mendapatkan rekaman CCTV di tempat itu?" Ello Hurley men
Chapter 8 Devil's Wishper Cloudy merasakan aneh pada sikap Ryan, baru saja suaminya itu bersikap lembut, tetapi dalam sekejap sikap Ryan menjadi kaku bahkan menjauh dan meninggalkannya sendiri tanpa mengatakan apa pun. Lima menit kemudian Rain keluar dari walk in closet dan telah berpakaian rapi, ia menghampiri Cloudy yang masih berdiri di tempat semula dan berucap, “Aku akan memberitahu Bride untuk mengurus semua keperluanmu di sini.” Amarah Cloudy yang tadinya telah meredup berganti perasaan iba seketika muncul kembali. “Kita belum selesai bicara.” Rain mengerutkan alisnya. “Maksudmu?” “Aku belum sepakat untuk tinggal di sini.” “Kau akan tinggal di sini.” “Kau tidak bisa mengambil keputusan tanpa bertanya padaku," ucap Cloudy dengan nada sedikit meninggi. Rain tidak perlu bertanya pada Cloudy, tidak kepada siapa pun. Ia adalah pendiri dan pemilik tunggal ILP Scurity, ia pria cerdas dan kaya yang tidak memerl
Chapter 9Idiot WomanMemasuki kamar Ryan dan memberikan perhatian kecil kepada Cloudy adalah kesalahan besar. Sangat besar hingga Rain tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.Ia tidak bisa berkelit saat Cloudy menyuruhnya naik ke atas peraduan, hingga satu-satunya pilihan adalah mengejawantahkan perintah itu dan berbaring di samping Cloudy dengan perasaan jengkel yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Untunglah saat berganti pakaian mengenakan pakaian Ryan, ia sempat menyemprotkan parfum milik Ryan hingga membuat Rain terhindar dari perasaan gugup saat jaraknya dan Cloudy hanya terpisah kain yang melekat di tubuh mereka.Wanita yang sedang hamil tua itu memeluk Rain seperti seekor koala dan sial bagi Rain, ia tidak bisa memejamkan matanya meski kantuk menggelayuti dirinya.Aroma manis dari rambut Cloudy, gesekan lembut rambut wanita itu di lengannya membuat gairah kelelakian