Share

Chapter 9

Hujan turun secara tiba-tiba malam ini. Padahal, sejak tadi sore belum ada tanda-tanda akan turun hujan, awan mendung pun tak terlihat. Keempat orang yang baru keluar dari restoran itu menatap tak percaya pada jalanan basah di depan mereka. Hujannya sangat deras, dan sialnya Seojin masih punya pekerjaan.

"Aku harus menyerahkan file ke Bos sebelum dia berangkat ke luar kota besok." Wanita cantik itu mengoceh panjang lebar sejak mereka mendengar suara hujan. Wooseok sudah ingin menutup telinganya rapat-rapat jika saja bukan Seojin yang sedang berbicara seperti kereta api.

Aku tidak peduli, Noona. Persetan dengan semua file milik Bos mu, telingaku rasanya mau pecah, batin Wooseok. Tapi ia mengurungkan niatnya untuk benar-benar meneriakki Seojin karena ia ingat kalau pekerjaan tetap pujaan hatinya selain food blogger adalah Chef di salah satu hotel bintang lima. Dan demi Tuhan, Wooseok pernah tak sengaja membuka salah satu file milik Seojin. Semuanya berisi bahan untuk presentasi hidangan mahal.

"Ya sudah, aku akan mengantarmu ke rumah Bos mu sekarang, Noona." Tak ingin telinganya menjadi lebih sakit karema ocehan Seojin, Wooseok akhirnya angkat bicara,

"Cepat naik ke mobilku."

Seojin langsung menoleh ketika suara berat milik Wooseok memintanya untuk naik ke mobil. Mata Seojin  berbinar, siapa sangka ada seorang rapper terkenal yang berbaik hati padanya. Senyum manis langsung mengembang di wajahnya. Sunmi melihat ekspresi kakaknya, ia hanya menghela nafas karena sudah hafal dengan setiap gerak-gerik Seojin yang menurutnya agak berlebihan.

"Yeeey, thanks Wooseok-ah, kau baik sekali." Ia merapatkan tubuhnya ke arah Wooseok dan memeluk lengannya.

Wooseok terkekeh. "Iya, jangan sungkan, Noona. Sunmi, kau pulang bersama Dantae-hyung saja, ya?" Setelah itu, Wooseok segera melayangkan tatapan penuh harap pada dua orang yang masih sibuk dengan lamunan mereka, membuat Sunmi terperangah.

Pulang dengan Dantae, katanya?

"Ah, kurasa Dantae-oppa akan keberatan." Gadis itu melirik Dantae yang diam di sebelahnya, menggaruk canggung tengkuknya.

"Dantae-ya, tolong antarkan adikku sampai apartemen, ya. Kau tahu kan di mana alamatnya?" Kali ini suara Seojin yang terdengar, Sunmi meneguk ludah.

Dantae melirik tiga orang di sana dengan wajah datar, sesekali berusaha mengintimidasi Wooseok dengan tatapannya, namun hasilnya nihil.

"Baiklah, ayo pulang denganku."

Sial, Sunmi tidak suka terjebak dalam situasi seperti ini!

Setelah dua sejoli itu pergi, Sunmi melambai ke arah mobil Wooseok yang mulai menjauh, mengabaikan Dantae yang sejak tadi menatapnya. Ia mengalihkan pandangan, melihat kilatan tajam di mata rapper itu seolah tengah berusaha mengintimidasinya sekarang.

"Aku tidak bawa payung, mendekatlah." Bersamaan dengan kalimat yang terlontar dari bibir pria Daegu itu, tubuh Sunmi ditarik mendekat.

Ckrek.

Dantae menutupi sebagian tubuhnya dengan mantel miliknya, membuat jarak mereka sangat rapat. Keduanya berlari menuju mobil Dantae. Sang pemilik kemudian membuka pintu mobil itu dan mempersilahkan Sunmi untuk segera masuk.

Ckrek.

Yang lebih muda menurut saja karena tidak punya pilihan lain. Sunmi tidak bawa jaket hari ini, dan situasi hujan ini justru menjebaknya. Ia harus terjebak dalam satu mobil dengan seorang manusia super cuek yang punya wajah seputih vampir bernama Lee Dantae.

Setelah mendudukkan dirinya dengan nyaman, entah kenapa Sunmi menyadari sesuatu. Sebelum mobil itu melaju, Sunmi termenung. Dantae diam menatapnya. Ia yakin sekali, sejak Dantae menarik tubuhnya, ia mendengar suara kamera. Mereka yang sudah sering menggunakan benda itu tahu betul bagaimana suaranya.

"Ada apa?" Suara dingin milik Dantae kembali mengintimidasinya. Sunmi tersadar lalu menggeleng cepat.

"Tidak ada apa-apa, Oppa. Ayo jalan." Ia berusaha menyembunyikan kekhawatiran yang mulai memenuhi relungnya.

Pemuda cuek itu tak menjawab, lekas menyalakan mesin mobil, kemudian melaju menerobos hujan malam ini.

"Halo, Bos ... aku dapat sesuatu yang menarik soal Dan T."

"Berita bulan depan? Wow, sepertinya akan sangat menarik."

"Baiklah, aku akan mengikuti mereka. Dan kupastikan untuk menyerahkan file ke redaksi secepatnya."

Tak jauh dari mereka, seorang pria paruh baya tengah tersenyum puas sambil melihat dua objek manusia yang terlihat mesra di kamera. Ia baru saja memotret keduanya tanpa mereka sadari.

"Berita ini pasti akan meledak."

****

"Hujannya semakin deras, jalannya pasti licin. Aku tidak berani mengambil risiko dengan menerobos di tengah hujan deras begini. Malam ini kita menginap di hotel saja."

Sunmi membuang nafas berkali-kali, jelas sekali tak nyaman dengan situasi ini. Saat mereka baru sepuluh menit memacu kendaraan, hujan turun semakin deras. Akhirnya Dantae memutuskan untuk menghentikan mobilnya dan memilih untuk menepi di sebuah hotel. Itu jelas bukan hotel murah. Sunmi mengagumi desain interior mewah yang memenuhi di setiap sudut dari hotel ini. Kasurnya sangat besar, lampunya begitu terang, peralatannya mewah. Suasananya pun sangat romantis. Mendukung sekali untuk pasangan yang akan bulan madu. Hotel bintang lima.

"Kau menyuruhku tidur di kasur sebesar ini, Oppa?" Sunmi menatap takjub pada kasur berukuran besar di depannya. Dantae mengangguk.

"Tentu saja. Kita akan tidur di kasur itu."

Sekarang mata Sunmi justru mengerjap, mencoba untuk mencerna kalimat yang baru saja Dantae ucapkan. Apa katanya ... kita? Maksudnya-

“Tapi, Oppa … kita kan—“

“Laki-laki dan perempuan?” Sunmi mengangguk pelan ketika Dantae kembali berbicara.

“Jangan khawatir. Aku tidak akan melakukan apapun padamu. Kau adiknya Seojin-noona, berarti sudah seperti adikku juga.”

Kalimat itu membuat Sunmi terdiam. “Tapi—“

"Kita akan tidur di kasur itu. Tidak ada penolakan. Cepat tidur. Kau seorang siswa, tidak baik tidur terlalu malam." Pria itu masih cuek saja, melontarkan kalimat tanpa beban sedikit pun. Ia beranjak ke tempat tidur dan segera membaringkan tubuh kurusnya di sana, bergumul dengan selimut.

Sunmi meringis. Ia merasa situasi ini begitu salah. Tapi ia tidak punya pilihan lain. Tidak mungkin ia menerobos hujan sendirian, Dantae tidak akan mengizinkannya. Jika ia punya uang, mungkin ia akan memilih untuk menyewa kamar lain di hotel ini.

Pelan-pelan, kaki jenjang itu ikut melangkah menuju tempat tidur berukuran king size yang dibalut sprei putih. Ia turut membaringkan tubuhnya, sedikit jauh dari Dantae, menarik selimut yang sama dan mencoba untuk memejamkan mata.

"Sunmi-ya, kalau merasa dingin kau boleh mendekat. Aku tidak akan macam-macam. Selamat malam."

Walaupun Dantae bilang ia tidak akan macam-macam, tapi tetap saja, Sunmi merasa wajahnya panas setelah mendengar kata-kata pria itu. Ia memikirkan sesuatu, adegan ini persis seperti film romantis bertema dewasa yang sering Sunmi tonton setiap sabtu malam. Dua orang tidur di kamar hotel yang sama, kemudian si tokoh pria mencoba untuk membuai sang tokoh wanita. Pada awalnya, semua tampak baik-baik saja seperti tidak ada hal yang akan terjadi. Namun semuanya akan berakhir dengan pakaian yang ditanggalkan dengan brutal serta decitan ranjang yang menusuk telinga.

Sunmi ngeri membayangkannya. Tubuhnya tidak bereaksi saat Myungsuk membicarakan soal seks secara frontal di hadapannya. Namun hanya dengan satu kalimat yang diucapkan oleh Dantae, dadanya berdebar-debar.

Ah, mungkin karena usia Dantae lebih dewasa dari Myungsuk. Dan dia terlihat ... lebih panas?

****

Sinar sang surya menembus masuk lewat celah vertical blind di kamar besar itu, membuat sosok yang masih terbaring di ranjang besar pelan-pelan memfokuskan pandangannya. Sunmi merasakan hawa dingin di sekujur tubuhnya, dan matanya membelalak.

Tunggu, apa yang Dantae lakukan padanya tadi malam? Ini tidak benar, 'kan.

Gadis Busan itu dengan cepat menampik hal-hal aneh yang memenuhi kepalanya. Tubuhnya dipaksa duduk dalam sekali gerakan dan membuat kepalanya terasa pening. Ia menyentuh tubuhnya sendiri.-

-Huft, syukurlah. Ia masih berpakaian lengkap.

Sunmi menghela nafas lega dan mengelus dadanya. Siapa sangka, bermalam dengan Dan T menjadi hal yang mendebarkan tanpa sebab. Jelas sekali, ia tak pernah tidur dengan pria mana pun sebelum ini, membuat jantungnya berpacu cepat.

Mengabaikan sinar mentari yang mulai terasa menyengat, ia bangkit dari kasurnya dan segera berjalan menuju meja nakas. Ada secarik kertas yang tergeletak dengan tulisan memenuhi bagian tengahnya.

"Aku harus kembali ke studio musik pagi ini. Kalau kau masih mengantuk tidur lagi saja, aku sudah membayar sewa kamarnya. Maaf tidak sempat menyapa selamat pagi."

PS: Aku tidak suka matahari jadi aku pergi pagi-pagi sekali.

- Lee Dantae-

Sunmi terkekeh membaca deretan huruf hangul yang tersusun dengan rapi. Pesona seorang Dan T memang tiada habisnya. Walaupun tampangnya dingin, Sunmi rasa ia adalah orang yang hangat jika kau mengenalnya lebih jauh.

"Tidak suka matahari, katanya? Pantas saja kulitnya sangat putih. Sebenarnya dia itu manusia atau vampir?"

Sejenak, gadis itu tertawa sendiri dan memikirkan betapa konyolnya Dan T ini. Sialan, jangan sampai gara-gara kejadian ini rasa sukanya pada Dan T malah bertambah. Ia hanya sedikit mengaguminya karena pria itu punya pesona yang unik.

Tawa itu kemudian berhenti, Sunmi merasa waktunya melambat, rasa sesak di dadanya kembali ketika ia tak sengaja mengingat momen saat Dantae menarik tubuhnya dalam rintik hujan. Ia tahu sikap Dantae sangat dewasa, namun seseorang di sana akan tersenyum getir jika saja dirinya mengetahui kejadian ini.

Kejadian yang dilakukan kekasihnya bersama orang lain semalam.

Maka hanya ada senyum hambar yang menghiasi wajah Sunmi pagi itu.

"Myungsuk-oppa, maafkan aku karena tidak memberitahumu."

 

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status