Share

Bab 2

"Dua orang yang selalu berarti bisa menjadi pilihan yang sulit di waktu bersama."

-00-

Tetesan hujan tidak membuat Tata beranjak dari balik pohon. Ia tetap berdiri di sana untuk memastikan apa yang dilihatnya itu tidak benar.

Dua orang saling berbicara. Membuat Tata penasaran setengah mati. Apalagi mereka terlihat mesra sekali.

Tadi, saat Tata baru kembali dari supermarket depan kompleks. Ia tidak sengaja menemukan dua orang itu saat ingin memasuki gerbang rumahnya.

Pohon dekat rumah yang tidak terlalu rindang menjadi persembunyian amannya. Dengan cahaya remang yang bisa membantu penguntitan Tata.

"Besok weekend, lo nggak ada niat pergi bareng gue? Jangan pacar Lo terus yang lo manjain," ucap seorang wanita yang membuat tubuh Tata menegang.

Jika Tata gegabah, maka dia akan langsung melabrak mereka berdua.

Hanya saja Tata harus menyelesaikan rasa penasarannya secara tuntas. Meski semua sudah jelas adanya. Barangkali ia negatif thinking.

"Besok kita jalan, Sayang," jawab lawan bicaranya.

Tata berbalik memegang dadanya bergemuruh cepat. Sesak yang tiba-tiba menyambut hatinya itu terasa pilu.

Hancur dan tidak percaya.

"Lo sejahat itu sama gue, Sam," gumam Tata, masih memunggungi kedua makhluk yang tidak punya hati untuk melukai seorang wanita yang tidak pernah punya masalah terhadap keduanya.

"Salah gue apa?" Kini Tata sudah tidak tahu lagi harus menyetok kata maaf untuk Sam sebanyak berapa lagi.

Hatinya sudah dibuat hancur. Ia lelah.

Sangat lelah.

***

Minggu pagi Tata masih bergeming dengan selimut. Tidak ada mood untuk sekedar lari pagi atau semacamnya. Ia menatap kosong gorden yang masih tertutup.

Hanya ada sinar matahari yang masuk lewat celah jendela kacanya.

Kemarin ia sudah membereskan semua. Ayahnya belum kembali dari luar kota, mungkin tidak akan pulang secepatnya.

Seharusnya, ia bisa bercerita atau sekedar berbagi dengan sahabatnya. 

Namun ... 

"Bun, aku butuh bunda." Tak terasa jika mengingat bundanya dalam keadaan seperti ini, Tata akan cengeng. Dadanya terasa sesak sekali.

Tidak ada telinga untuk mendengarkan, bahu untuk sekedar ia bersandar.

Tiba-tiba ia teringat seseorang.

Leon.

Dengan cepat Tata menegakkan punggungnya, mengambil ponsel yang tidak jauh dari tempatnya berbaring. Masih dengan sisa senggukan yang ia tahan.

"Halo ..."

"Halo ... tumben lo nelfon?"

"Gue butuh lo."

"Oke, gue ke sana."

Tutttt ...  (Panggilan terputus)

Menunggu Leon datang rasanya semakin membuat Tata jengah. Hatinya ambyar sekali. Ingin rasanya menangis sampai puas.

Beberapa menit menunggu, akhirnya Leon datang. Dari kamar Tata bisa mendengar suara bel. Segeralah ia turun tanpa mengecek keadaannya yang kacau.

"Yaampun lo jelek banget, Ta." Leon sengaja membuat Tata terpancing emosi, biasanya jika seperti itu Tata akan teralihkan dari bad moodnya.

Ternyata kali ini Leon salah, justru Tata semakin menekuk mukanya sedih.

"Maaf," ucap Leon merasa bersalah. Tata mengangguk lesu.

"Lo kalo mau minum ambil sendiri aja, ya," ujar Tata. Leon mengangguk, sudah biasa seperti rumah sendiri.

"Ayah belum pulang?" tanya Leon. Tata mengangguk. Biasa, respon orang badmood ya begitu–irit sekali.

"Lo udah makan?" tanya Leon penuh perhatian. Tata menoleh ke arah Leon,  menatap cowok itu sendu. Yang ditatap malah kebingungan.

"Belum, dari kemarin," jawab Tata kembali menatap kosong ke depan.

Leon sudah menduga.

"Lo kenapa, sih? Sampai lupa makan segala, Sam nggak bawain Lo makan?" 

Tata mengehembuskan napasnya. Ia berniat duduk ke sofa yang ada di ruang tamu. Tidak berniat menjawab Leon. Nama orang yang dia hindari dan sudah membuat hatinya hancur itu sangat sensitif untuk telinga dan suasana hatinya sekarang.

Ting tonggg!!

Suara bel berbunyi membuat sang pemilik rumah tetap pada tempatnya. Tata enggan melangkah untuk membuka, ia sedang benar-benar tidak ingin apa-apa.

"Biar gue aja," sela Leon pengertian.

Tata Mengangguk. Leon beranjak membuka pintu.

Pintu terbuka menampilkan seseorang yang tidak ingin Tata temui. Sam dengan gaya sok gantengnya masuk ke dalam.

"Ta," panggil Sam tanpa rasa bersalah.

Tata tidak merespon, Ia malah beranjak dari tempat duduk untuk menghindar dari pacarnya.

Leon tidak bisa mengatakan apapun, ia hanya diam sampai masalah mereka bisa diselesaikan. Karena sejujurnya Leon pun tidak tahu permasalahan apa yang sedang mereka hadapi.

"Lo kenapa? sakit, Ta?" Tata terdiam. Menatap kosong Sam.

Sam merasakan perasaan tidak enak dari wajah Tata. Mata sembab dan rambut acak-acakan membuat cowok itu bungkam di tempat.

Gadis itu habis menangis? Tapi, kenapa?

"Siapa yang bikin lo nangis?" Kini Sam sudah berjongkok di hadapan Tata yang mengalihkan pandangannya. Matanya kembali memanas, sepertinya hujan akan segera turun dari pelopak mata.

Leon memperhatikan mereka berdua. Hatinya sakit melihat kepedulian Sam pada Tata. Namun, juga merasa kasihan–entah apa yang dirasakannya saat ini.

"Ta, sia--"

"Lo!" tuding Tata menatap Sam marah.

"Lo yang udah bikin gue nangis, Sam!" tekan Tata. Ia sudah muak dengan drama Sam yang seolah tidak tahu apa-apa setelah apa yang cowok itu lakukan.

Tata sengaja menunggu Sam yang terbuka. Namun, cowok itu bungkam sampai saat ini. Membiarkan luka itu semakin dalam.

Melihat Tata yang berteriak di hadapan Sam, Leon menduga jika masalah ini sungguh berat dari sebelum-sebelumnya.

"Gue, gue salah apa sama Lo?"

Tatapan muak dan seyum miris dari Tata menjawab semuanya. Ia tak habis pikir pada Sam yang seakan tidak merasa bersalah itu.

Di mana letak hati Sam?

"Lo tanya apa salah Lo?" Suara Tata meninggi membuat gigi Sam gemertak. Ia tidak suka dibentak, walaupun itu karena kesalahannya sekalipun.

"Apa? Lo udah tau kalo gue sama Aruna punya hubungan? Iya?" Ganti Sam yang meninggikan suaranya. Tubuh Tata bergetar hebat. Gadis itu hampir terjungkal ke sofa. 

Membuat Leon dengan cepat merengkuhnya.

Leon menatap Sam yang sekarang terlihat seperti cowok murahan dan brengsek. Cowok itu berdiri tanpa membujuk atau mengucapkan kata maaf.

Bisa-bisanya kedua sahabat dan geng the Bomat saling menusuk dari belakang. Ini sungguh level temen fake di atas rata-rata.

"Kalian berdua keterlaluan, Sam!" Leon sudah tidak bisa menahan Sam lagi. Ternyata memang Sam yang sedari awal salah. Selalu saja mempermainkan hati perempuan.

Playboy dan penghianat.

"Brengsek lo!"

Satu pukulan berhasil mendarat di pipi Sam membuat Tata semakin histeris. Ia terlalu sakit melihat persahabatannya menjadi sebuah bencana.

Tata semakin gemetar saat kedua orang yang berarti dalam hidupnya saling meninju. Tidak mau melepas sekalipun amarah mereka.

Saat tangan Sam melayang ingin membalas pukulan Leon, Tata berteriak histeris.

"Udah cukup! Gue nggak butuh cinta palsu lo lagi, terserah lo mau gimana. Gue mau kita putus! Jangan gara-gara ini persahabatan kita hancur." Seolah tersambar petir. Leon menegang. Dia semakin jatuh pada pesona dan hati bak malaikat seperti Tata.

Di saat semua orang akan mati-matian membela cintanya, seorang Tata dengan tulusnya membela persahabatan mereka.

Meski hatinya menjerit keras. Penghianatan cinta dan sahabat terlalu menyesakkan untuk diungkapkan.

"Gue minta maaf," ucap Sam, emosinya sedikit mereda melihat sorot mata Tata yang begitu tulus. Mata teduh yang ia lukai untuk kesekian kalinya. Gadis yang ia sakiti itu tidak pernah membencinya.

Sam menggeleng pelan. Mengenyahkan segala perdebatan otak dan hatinya.

"Keputusan gue bener, gue berhak milih siapapun."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status