Share

Chapter 08

Author: Rose Dreamers
last update Last Updated: 2022-03-29 02:48:59

Rania refleks mundur sambil menutup mulut dengan tangannya, menghalangi niatan Farhan yang ingin melahap bibirnya. Rania tidak ingin melakukan hal itu sekarang karena bisa merusak kembali riasan yang sudah susah payah dia kerjakan. Bukan apa, karena jika sudah berciuman Farhan pasti ingin melakukan hal yang lebih, dan itu tidak cukup waktu yang sebentar.

"Jangan sekarang, kau bisa merusak make up-ku," tolak Rania secara halus. Bibir tipis itu memberenggut, sangat menggemaskan. "Aku sudah susah payah berdandan, kau malah ingin merusaknya lagi," sambung Rania.

Farhan terkekeh pelan lantas mencubit pelan pipi gembil Rania karena gemas. Setelah itu, Farhan merangkul pinggang ramping sang istri dan menariknya hingga merapat. Pria itu mendekatkan kepalanya tepat di samping telinga Rania.

"Baiklah, aku tidak akan melakukannya sekarang. Aku akan membuatmu tidak bisa tidur nanti malam," bisik Farhan yang membuat wajah Rania bersemu kemerahan karena malu.

"Kau-"

"Ayok pergi. Nara pasti sudah menunggu kita sekarang," ajak Farhan, mesra. Dia sengaja memotong perkataan istrinya, lalu menggandengnya ke luar.

Setelah perjalanan sekitar tiga puluh menit, Farhan dan Rania pun sampai di tempat tujuan. Kedatangan mereka langsung disambut ceria oleh gadis kecil yang lucu dan menggemaskan.

"Paman ... Bibi ...."

Gadis kecil berusia 4 tahun itu berlari sambil mengepakkan kedua tangannya seperti sedang terbang mendekati paman dan bibinya yang baru saja datang.

Farhan langsung menangkap gadis kecil itu lalu mengayunkan tubuh mungilnya ke atas sebelum kemudian mendekap dan mengahadiahi pipi gembul gadis kecil itu dengan banyak ciuman.

"Kenapa Paman dan Bibi lama sekali tidak main ke sini. Apa kalian tidak pernah merindukanku?" tanya Nara dengan nada bicara layaknya anak kecil seusiaan dengannya.

Rania mencubit hidung mungil Nara dengan gemas hingga membuat gadis kecil itu meringis kesakitan.

"Siapa bilang kami tidak rindu? Lihat ini, bibi bawakan apa untukmu?" Rania mengangkat paper bag yang dia bawa di hadapan Nara yang membuat mata gadis kecil itu langsung nampak berbinar.

Farhan menurunkan Nara dari pangkuannya, agar gadis kecil itu bisa mengambil hadiah yang mereka belikan untuknya.

"Apa ini, Bibi?" tanya Nara.

"Nara Sayang, katakan apa dulu sama Bibi dan Paman?" Elis, adik ipar Rania meminta agar Nara mengucapkan kata terima kasih kepada Rania dan Farhan.

"Terima kasih Bibi," ucap Nara, menggemaskan.

"Terima kasihnya cuma sama bibimu saja? Sama paman tidak?" tanya Farhan berpura-pura merajuk.

Bibir mungil gadis kecil itu menyeringai, menampakkan sederet gigi susunya yang berbaris rapi.

"Terima kasih Paman," katanya.

Sontak sikap polos Nara membuat Rania dan Farhan tertawa karena merasa lucu melihat tingkahnya yang menggemaskan.

"Ayok Kak, kita masuk," ucap Elis, mempersilakan kakak dan kakak iparnya masuk ke rumah.

"Bibi, aku mau digendong." Dengan nada manjanya, Nara mengangkat kedua tangan sambil menatap Rania dengan sorot yang menggemaskan.

"Baiklah, bibi akan menggendong keponakan bibi yang cantik ini," ujar Rania. Dengan senang hati dia langsung menuruti permintaan keponakannya. Mereka masuk ke rumah bersama-sama.

"Kau pasti sangat merindukan bibimu, iya 'kan, Nara?" tanya Farha sambil berjalan bersisian dengan Rania yang sedang menggendong keponakannya. Gadis kecil itu langsung mengangguk polos.

"Kalau rindu kami, kenapa kau tidak minta mamamu mengantarkan kamu ke rumah bibi dan paman saja?" tanya Rania kepada Nara.

Mereka sudah sampai di ruang keluarga. Rania langsung duduk di sofa panjang, bersebelahan dengan suaminya, dan Nara masih betah duduk dalam pangkuannya.

"Nara juga sering meminta aku dan papanya untuk main ke rumah kalian, tapi akhir-akhir ini mas Ikbal sedang sibuk di kantornya. Jadi, dia tidak bisa antar kami pergi. Kalian 'kan tahu sendiri, aku tidak bisa mengendarai mobil." tutur Elis yang baru saja kembali dari dapur sehabis membuatkan minum untuk Farhan dan Rania.

"Jam berapa suamimu pulang?" tanya Farhan.

"Aku sudah memberitahunya kalau kalian akan ke sini. Mungkin sebentar lagi dia pulang. Kita makan siang bersama, ya," sahut Elis.

Farhan hanya mengangguk pelan sebagai respons. Sementara itu, Rania sedang sibuk bercanda dengan keponakannya yang lucu.

Tiba-tiba saja, ponsel Farhan di dalam saku jasnya bergetar lama, memaksa pria itu untuk melihatnya. Keningnya nampak mengernyit dalam saat melihat sederet angka yang terpampang di layar ponselnya.

Farhan beranjak dari duduknya lalu berjalan agak menjauh untuk menjawab teleponnya. Rania sempat menoleh dan melihat ponsel Farhan. Dia merasa benda pipih yang dipegang suaminya itu asing di matanya, tetapi Rania tak mengacuhkannya karena sedang bermain dengan Nara.

Beberapa menit kemudian, Farhan mengakhiri teleponnya berbarengan dengan Ikbal, sang adik ipar yang baru saja pulang dari kantor.

"Mas Farhan, sudah lama?" sapa Ikbal yang baru datang sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.

"Baru saja beberapa menit yang lalu," jawab Farhan ramah.

"Sehat, Mas? Kak Rania ikut?" tanya Ikbal. Mereka berjalan beriringan menuju ke ruang keluarga.

"Seperti yang kau lihat sekarang, kau juga sehat 'kan?" jawab Farhan sambil balik bertanya. "Rania sedang bermain dengan putrimu," sambungnya lagi.

Dua pria yang hanya berbeda usia sekita tiga tahunan itu melihat ke arah istri-istrinya yang sedang mengawasi Nara bermain warna dari crayon baru sambil mengobrol. Entah apa yang para istri itu sedang bicarakan, hingga sesekali terdengar tawa keluar dari bibir mereka.

"Eh, Mas Ikbal sudah pulang?" Elis langsung menyambut suaminya yang baru saja kembali dari kantor.

"Kalian terlalu asyik mengobrol hingga tidak sadar aku sudah ada di sini," ujar Ikbal seraya mendudukkan tubuhnya tepat di sebelah Elis.

Pria itu melihat putrinya yang sedang mewarnai buku bergambar. "Woah, sepertinya ada yang baru saja dapat mainan baru, nih?" tanyanya kepada Nara.

"Iya, Papa. Paman dan Bibi membelikan crayon ini, warnanya sangat cantik, Nara suka." Gadis kecil itu menunjukkan hasil mewarnainya kepada Ikbal. Sang ayah tersenyum melihat tingkah putrinya yang menggemaakan.

"Bagaimana di kantor? Kata Elis, kau sangat sibuk akhir-akhir ini," tanya Rania kepada Ikbal.

"Ya, begitulah Kak," jawab Ikbal tenang. "Tapi semua rasa lelahku sudah terbalaskan, aku berhasi memenangkan kontrak kerja sama dengan perusahaan besar," sambungnya lagi.

Rania tersenyum, turut merasakan kebahagiaan atas keberhasilan adik iparnya. Obrolan mereka sempat terhenti sejenak karena tiba-tiba saja Rania mendapatkan notifikasi pesan masuk dari nomor tidak dikenal. Sementara yang lainnya masih melanjutkan pembicaraan sambil sesekali bercanda.

Rania sangat syok saat melihat isi dari pesan tersebut. Tiba-tiba saja napasnya tercekat di kerongkongan selama beberapa detik. Mata Rania memerah, menahan amarah sekaligus cairan bening yang ingin tumpah.

Foto-foto sang suami tercinta terpampang jelas di depan mata sedang bersama seorang wanita yang tak terlihat wajahnya. Di sana nampak jelas terlihat Farhan sedang merangkul pinggang wanita itu dengan mesra, dan ada juga yang berpose sedang berciuman.

[Suamimu memiliki wanita simpanan.]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Topeng Si Suami Idaman   Chapter 92

    Setiap sudut dari ruangan di dekor dengan sedemikian rupa hingga menimbulkan kesan tersendiri di saat mata menatap. Untaian bunga serta ornamen yang menyatu memperindah ruangan yang besar nan megah ini. Beberapa orang berpakaian rapi dan bagus mondar-mandir ataupun bercengkerama di kursi yang telah di sediakan. Tidak ada aura kesedihan ataupun aura buruk lainnya. Semuanya bergembira, tertawa, serta bersenda gurau. Mereka ikut bahagia atas acara bahagia yang sedang berlangsung. Muti yang menjadi salah satu orang yang bertanggung jawab atas pernikahan besar ini terlihat kewalahan melayani tamu serta beberapa masalah kecil yang timbul."Bu, ada masalah." Seorang pria bertubuh tinggi memakai pakaian berwarna putih yang dipadukan dengan rompi hitam datang menghampiri Muti dengan wajah yang berkeringat dan napas ngos-ngosan. Muti mengerutkan kening dan menatap ke arahnya. "Ada masalah apa?" tanya Muti. Pria tersebut terlihat kesusahan untuk mengatur nafasnya. Muti membiarkannya untuk me

  • Topeng Si Suami Idaman   Chapter 91

    Farhan sudah mendekam di balik jeruji besi setelah apa yang sudah dilakukannya. Setelah kehebohan mengenai Farhan yang masuk ke dalam jeruji besi, kini Rania mendapatkan ketenangan yang sudah lama tidak didapatkannya.Rasa takut akan kehilangan Noah setelah ancaman yang diberikan Farhan padanya sudah lenyap. Pengadilan telah memutuskan bahwa Rania memilki hak sepenuhnya atas Noah. Kendrick tidak pernah membiarkan Rania sendirian melewati hari-harinya yang rumit. Dirinya selalu berada di sebelah Rania hingga saat ini. Rania dan Kendrick mendatangi tempat di mana Dinar ditahan. Ada sesuatu yang ingin dijelaskan Rania pada Dinar."Kamu yakin bicara berdua saja dengan Dinar?" tanya Kendrick memegang bahu Rania sambil menatap matanya cemas.Rania tersenyum hangat sambil mengelus lengan Kendrick. "Tidak perlu khawatir, aku sudah siap dengan segala kemungkinan yang ada. Dinar harus tahu kebenarannya jika tidak ia akan terus menyalahkan orang yang salah."Kendrick menganggukan kepala sambil

  • Topeng Si Suami Idaman   Chapter 90

    Rania membaca setiap kata yang tertulis di berkas yang dia cari selama ini. Data manipulasi yang dilakukan Farhan hingga bernilai milyaran rupiah masuk ke dalam rekeningnya pribadi yang terletak di Swiss. Selama beberapa waktu ini, mereka menguras habis dana perusahaan juga membuat project gaib guna mengambil keuntungan dari itu. “Wah, aku enggak menyangka, pria bajingan ini bisa melakukan hal mengejikan seperti ini,” gumam Rania emosi. Lantas, dia beralih kepada layar komputer yang menampilkan tabel-tabel pendapatan dan pengeluaran setahun terakhir yang sangat berbeda. Angka pengeluaran 40% lebih besar daripada jumlah keuntungan yang masuk. Walaupun begitu, perusahaan masih stabil berkat dukungan dari investor juga pemegang saham yang memberikan dukungan penuh terhadap Farhan dan Dinar. Hingga tak ada angin yang bisa menggoyangkan tempat mereka. Tok ... tok ... tok! Rania menormalkan ekspresi wajahnya lalu menutup berkas-berkas tersebut. “Masuk,” teriaknya kemudian. Sang sekreta

  • Topeng Si Suami Idaman   Chapter 89

    Kendrick bertukar posisi dengan Rania dan Muti lalu menyuruh mereka untuk kembali pulang. Kendrick mempunyai kesempatan untuk menyusul Rania dan juga Muti saat Farhan berhenti di rest area. Saat ini mobil Kendrick masih berada di belakang mobil Farhan. Dirinya tidak melewatkan kesempatan sedikit pun untuk mengejar mobil Farhan yang melaju cukup kencang. "Ken, hati-hati. Kamu belum ada istirahat tapi langsung ke luar kota."Ya, sepanjang jalan Rania tidak mematikan panggilan teleponnya sekedar memastikan Kendrick sampai dengan selamat. Dirinya juga tidak berhenti berbicara mengajak Kendrick mengobrol."Kamu tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja dan masih punya kekuatan untuk menyetir ke luar kota.""Tetap aja kamu harus hati-hati kalau capek istirahat sebentar. Kamu masih di tol atau udah keluar tol?" Kendrik melihat ke kanan dan kirinya yang dipenuhi oleh hutan. Bila dirinya mengatakan saat ini Kendrick melewati jalanan yang cukup sepi dan dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun

  • Topeng Si Suami Idaman   Chapter 88

    Muti masih menemani Rania hingga wanita itu mulai berdamai dengan apa yang terjadi. Dirinya pun ikut membantu menjaga Noah dengan mengajaknya bermain atau sesekali menyuapinya walaupun Rania kerap kali menolak tawaran Muti yang ingin menjaga Noah karena tidak mau merepotkan wanita tersebut.Noah saat ini sudah tidur dan inilah saatnya Rania duduk santai bersama Muti di teras rumah sambil memandangi pepohonan kecil yang berada di taman depan rumah Rania. "Ran, Dinar sudah tertangkap apakah kamu akan mencari bukti untuk Farhan juga?" tanya Muti mengawali pembicaraan setelah beberapa saat lalu mereka hanya saling diam. Rania menoleh sekilas ke arah mutih lalu fokus kembali ke depan sambil tersenyum getir. "Dinar dan Farhan adalah sepaket, mereka selalu melakukan sesuatu bersama tidak mungkin hanya Dinar yang akan mendapatkan hukuman sementara Farhan berada di luar sana bebas berkeliaran. Bukankah jika aku biarkan ini terjadi akan termasuk ketidakadilan?"Muti mengangguk-anggukkan kepal

  • Topeng Si Suami Idaman   Chapter 87

    Kabar mengenai Dinar yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sudah tersebar ke mana-mana, termasuk di perusahaan semua karyawan sudah mengetahuinya dan sedang membicarakan mengenai Dinar. Farhan yang merasa dirinya tidak aman, memutuskan untuk tidak tampil di depan publik karena ia tahu akan mendapatkan ribuan pertanyaan dan juga tuduhan yang mengarah kepadanya. Sebenarnya Farhan juga terkejut setelah mengetahui bahwa ternyata selama ini tidak hanya memanfaatkannya saja. Ia tidak tahu bahwa yang dilakukan oleh dinas selama ini memiliki motif tersendiri bukan hanya ingin mengejar harta. Farhan yang tidak tahu apa-apa hanya mengikuti apa yang rencanakan oleh Dinar sehingga dirinya mempunyai kemungkinan untuk terseret bersama wanita itu. "Selama ini ternyata Dinar memiliki dendam tersendiri kepada papa Rania dan aku tidak tahu sama sekali. Aku seperti boneka yang sedang dimainkan oleh Dinar untuk melancarkan rencana yang sudah disusunnya." Farhan mengerang kesal sambil menendang barang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status