Share

Chapter 09

Hati Rania sangat sakit bagaikan kertas yang diremas-remas hingga tak berbentuk kemudian dilempar begitu saja. Dia mengangkat pandangannya lalu menatap Farhan yang sedang menemani Nara mewarnai gambar tanpa berkedip dan dengan sorot berkaca-kaca karena syok. Senyum dan tawa yang terukir di bibir suaminya itu mendadak terlihat bagaikan sebuah ejekan untuknya.

Rania kembali tertunduk melihat layar ponsel yang masih menyala dan menampakkan foto Farhan bersama wanita lain. Tanpa sadar dia menggenggam erat benda pipih itu, seolah melampiaskan rasa sakit sekaligus kecewanya terhadap sang suami.

"Sayang, kau kenapa?" tanya Farhan. Entah sejak kapan pria itu memerhatikannya.

Rania terdiam selama beberapa detik. Mulutnya terasa kelu, enggan untuk mengeluarkan suara. Ditatapnya dalam-dalam wajah tampan Farhan tanpa berkedip dan sorot berkaca-kaca.

Ingin rasanya Rania berteriak, memarahi Farhan dan bertanya tentang foto-foto yang dia miliki sekarang. Dengan siapa dan sudah berapa lama Farhan membohonginya?

Namun, semua itu hanya tertahan dalam hati. Jika dia bertanya pun rasanya akan percuma, Farhan pasti akan mengelak.

Rania berdehem lantas menghela napas panjang untuk menetralkan perasaannya. Setelah itu, dia menggelengkan kepala sambil mengukir senyum di bibirnya.

"Tidak apa-apa," jawab Rania.

Farhan merasakan ada hal yang aneh pada istrinya, tetapi dia tidak tahu lebih jelasnya. Kedua alisnya saling bertautan seraya menatap Rania dengan sorot yang sulit diartikan. Sedetik kemudian, pandangan pria itu tertunduk melihat ke arah ponsel Rania.

"Siapa yang mengirimkan pesan padamu?" tanya Farhan.

Refleks, Rania langsung mencengkeram ponselnya.

"Ada apa Kak?" tanya Elis yang melihat Rania nampak gugup.

"Ah, tidak ada apa-apa," jawab Rania tenang sambil tersenyum tipis. "Lalita mengirimiku pesan, katanya ingin bertemu, mungkin dia mau mau curhat."

"Bukannya tadi kau bilang sudah bertemu dengan Lalita?" Farhan merasa aneh akan sikap istrinya.

"Ya memang tadi kami sudah bertemu," jawab Rania.

"Memangnya kak Lalita kenapa?" tanya Elis penasaran.

"Biasalah, Lis, masalah calon pengantin di detik-detik menuju pelaminan. Selalu saja ada hal yang menjadi bahan untuk ribut dengan pasangan," ujar Rania.

"Ah, ya benar. Eh, Simbok sudah menyiapkan makan siangnya, ayok kita makan dulu," tutur Elis, mengajak semuanya untuk makan siang bersama-sama.

Di meja makan, di saat semua orang sedang fokus dengan makanannya. Rania masih melamun memikirkan Farhan yang sudah berselingkuh darinya. Dalam diam, Rania memerhatikan wajah Farhan dari samping dengan pikiran melayang ke mana-mana. 'Benarkah suaminya itu telah mencuranginya? Jika ya, dia bersumpah tidak akan memaafkannya,' pikir Rania.

"Kenapa Bibi tidak memakan makanan Bibi?" Suara dari gadis kecil menggemaskan itu berhasil menarik Rania dari lamunannya. Pertanyaan gadis kecil itu juga berhasil menarik perhatian semua orang hingga saat ingin mereka melihat ke arahnya.

Rania langsung menoleh ke arah sumber suara lantas mengulas senyum manis.

"Bibi sedang tidak berselera makan, Sayang," ucap Rania lembut.

"Kenapa? Apa makanannya tidak enak?" tanya Nara lagi. Gadis kecil itu memiliki rasa keingintahuan yang sangat besar pada apa pun yang dilihatnya.

"Makanannya enak, bibi saja yang sedang tidak napsu makan," jawab Rania jujur.

Ya, selera makannya mendadak hilang begitu saja setelah mendapatkan pesan misterius dari nomor tak dikenal. Rania penasaran siapa yang telah mengirimnya dan apa maksud dari semua hingga dia begitu percaya diri memberi tahu perselingkuhan Farhan.

"Kak Rara kenapa?" tanya Elis.

"Kau kenapa, Sayang? Kenapa tidak makan makananmu?" tanya Farhan yang nampak penasaran.

"Aku tidak tahu, tapi rasanya selera makanku mendadak hilang," jawab Rania jujur.

"Kau harus makan walau hanya sedikit, jangan membiarkan perutmu itu kosong," ucap Farhan. "Apa kau mau aku menyuapimu?" tanyanya perhatian.

Rania terdiam sambil menatap wajah tampan Farhan selama beberapa detik. Mencoba menyelami isi pikiran suaminya itu lewat sorot matanya. Namun, Rania tidak bisa menemukan apa pun.

Mungkinkah suami yang begitu perhatian itu tega mengkhianatinya?

Pikiran Rania melayang ke mana-mana hingga dia teringat pada kejadian kemarin malam saat Farhan sedang bersama Dinar. Tiba-tiba saja dia merasa yakin wanita dalam foto itu adalah sang sekretaris suaminya.

"Rania?" panggil Farhan.

"Eh, ya?"

Farhan terus menatap Rania dengan sorot ya g sulit diartikan.

"Aku akan makan sendiri," ucap Rania.

Meski enggan, dia terpaksa memakan makanan miliknya karena untuk menghargai perasaan Elis yang sudah menyiapkan semuanya.

Setelah makan siang, Rania kembali menemani Nara yang sedari tadi betah bermain dengannya. Sedangkan Farhan masih berbincang-nincang dengan adik iparnya mengenai pekerjaan.

Semua terlihat normal-normal saja pada awalnya, meski pikiran Rania masih dipenuhi kegelisahan, tetapi dia berusaha tetap tenang hingga tiba-tiba saja Farhan berpamitan kepada Rania untuk kembali ke kantor karena mendadak ada meeting penting dengan klien. Kegundahan itu kembali mencuat meskipun masih bisa dikendalikan.

"Sayang, aku harus kembali ke kantor sekarang. Klien ku mendadak menghubungi, meminta bertemu saat ini juga. Aku tidak bisa menolak karena dia klien penting," ucap Farhan yang baru saja menghampiri Rania.

Wanita itu mendongak, langsung beranjak berdiri sejajar dengan suaminya.

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Rania curiga.

"Iya, ini diluar dugaanku. Kau tidak keberatankan nanti pulang sendiri?" Farhan berbicara sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya tanpa melihat perubahan ekspresi wajah Rania.

"Aku harus pergi sekarang. Kabari aku kalau kau sudah pulang nanti," ucap Farhan sambil mengecup singkat kening Rania.

Dia sama sekali tidak memedulikan Rania yang nampak tidak senang dengan kepergiannya ke kantor. Jika saja tak ada pesan misterius itu, mungkin saat ini Rania akan percaya kepada Farhan. Namun, saat ini di pikirannya Farhan pergi untuk menemui wanita simpanannya.

"Paman ke kantor dulu ya, Nara. Kamu main sama Bibi saja," pamit Farhan kepada Nara, tidak lupa juga meninggalkan kecupan hangat di puncak kepala gadis kecil itu.

Setelah itu, Farhan bergegas pergi bahkan tanpa berpamitan terlebih dulu kepada Elisa. Rania bergeming menatap kepergian suaminya dengan suasana hati yang sulit dijelaskan.

Tak lama setelah Farhan pergi, Rania pun berpamitan kepada Elis dan juga Ikbal serta Nara untuk pulang. Ikbal sempat menawarkan diri untuk mengantarkan Rania pulang, tetapi Rania menolaknya karena merasa tidak enak hati. Selain itu, dia juga berniat ingin mengikuti ke mana Farhan akan pergi.

Di sepanjang perjalanan, Rania mencari mobil Farhan. Setelah menemukannya, dia langsung meminta sopir taksi untuk mengikuti ke mana pun mobil itu pergi. Rania ingin memastikan dengan matanya sendiri bahwa pesan misterius itu benar atau hanya fitnah semata untuk menghancurkan rumah tangganya dengan Farhan.

"Stop, Pak!" titah Rania.

Dia meminta sopir taksi yang ditumpanginya itu untuk berhenti tak jauh dari tempat mobil Farhan parkir yang tepatnya di salah satu restoran ternama. Melalui jendela taksi, Rania mengintai gerak-gerik suaminya. Ingin melihat dengan siapa Farhan bertemu.

Farhan keluar dari mobilnya lalu berjalan ingin memasuki restoran. Namun, niatnya tertahan saat klien bisnis yang ingin ditemuinya kebetulan juga baru sampai di sana.

Dari kejauhan Rania melihat suaminya bersalaman dengan seorang pria paruh baya berpenampilan rapi sebelum kemudian mereka menghilang di balik pintu restoran.

"Rupanya Farhan tidak berbohong. Dia benar-benar ingin menemui klien-nya," ucap Rania kepada dirinya sendiri.

Rasa khawatirnya sedikit berkurang, sesak yang sedari tadi menyelimuti dada pun perlahan terasa longgar. Dia bisa bernapas lega karena Farhan tidak terbukti sedang berbohong.

"Jalan, Pak!" titahnya kepada sopir taksi.

"Mau diantar ke mana, Mbak?"

Rania langsung menyebutkan alamat rumahnya. Sekarang dia bisa pulang dengan tenang dan menganggap bahwa pengirim pesan misterius itu hanyalah orang iseng yang sedang mencoba menghasutnya.

Beberapa saat setelah Rania sampai di rumah, dia menerima pesan masuk dari Farhan yang memberi tahu bahwa dirinya akan pulang malam.

[Kau sudah pulang?]

[Sudah, ini belum lama sampai.]

[Syukurlah. Oh ya, aku akan pulang agak malam, kau tidak perlu menungguku.]

Rania mengernyitkan alisnya sejenak setelah membaca pesan yang dikirim Farhan. Dia menghela napas panjang, mencoba menghalau pikiran buruknya sejauh mungkin.

[Oke. I love you.]

Rania menggenggam ponselnya, menunggu pesan balasan dari suaminya. Lima menit kemudian ponselnya pun bergetar, Rania langsung melihatnya.

[I love you too, Rania.]

Bibir tipis itu melengkung membentuk senyum setelah membaca pesan tersebut. Setelah itu, dia menyimpan ponselnya di atas nakas, sedangkan dia akan berendam untuk menenangkan pikirannya yang masih sedikit tidak tenang.

tanpa dia sadari, ponselnya menyala menampakkan notifikasi pesan masuk dari nomor misterius.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status