"Maaf," ucap Rania tanpa melihat lawan bicaranya. Dia langsung berinisiatif mengambilkan ponsel orang yang dia tabrak untuk dikembalikan kepada pemiliknya.
"Rania?"Mendengar namanya disebut, Rania pun langsung menoleh, melihat orang yang memanggilnya. Kening Rania mengerut, mencoba mengingat wajah tampan yang ada di hadapannya."Kau mengenalku?" tanyanya bingung.Dia sampai lupa pada niatnya yang ingin mengembalikan ponsel pria tak dikenal yang baru saja dia ambil dari tanah.Pria tampan itu mengangguk, lalu mengembangkan senyum manis kepada Rania."Aku Ken," katanya. Namun, Rania masih belum bisa mengingat siapa pria itu. "Aku Kendrick," ulangnya."Kau benar-benar Rania, 'kan?" tanya Kendrick seolah ingin memastikan bahwa dirinya sedang tidak salah orang."Ya, aku Rania, tapi maaf aku tidak bisa mengingat siapa kau," ucap Rania menampakkan raut rasa bersalah karena benar-benar tidak mengenali Kendrick.Seingat Rania, dia tidak memiliki teman pria yang begitu tampan seperti sosok pria yang ada di hadapannya sekarang. Tinggi, putih, rahang tegas, dan hidung yang mancung. Ya, meskipun bagi Rania, tetap Farhan yang paling tampan dan sempurna.Kendrick merasa sedikit kecewa karena Rania tidak mengenalinya. Namun, perasaan itu tak bertahan lama, dia bisa memahaminya karena memang mereka sudah sangat lama tidak bertemu."Tidak masalah kau tidak ingat kepadaku, yang penting aku masih bisa mengenalimu walau kita sudah lama tidak bertemu," tutur Kendrick seraya menampakkan senyum manisnya.Bukannya tersentuh, Rania justru malah merasa risih dengan sikap Kendrick. Rania enggan menanggapi, dia ingin segera pergi meninggalkan pria aneh itu."Ah, ini ponselmu. Sekali lagi aku minta maaf." Rania memberikan benda pipih berwarna hitam kepada pemiliknya. "Maaf, tapi aku sedang buru-buru sekarang," ucap Rania lagi.Dia langsung pergi tanpa menunggu sahutan dari Kendrick. Rania pergi tanpa menoleh lagi ke belakang.Sementara itu, Kendrick masih bergeming di tempatnya sambil menatap bayangan Rania yang perlahan menjauh dan menghilang dari pandangannya."Ken!"Suara panggilan dari seseorang yang Kendrick kenal berhasil menyadarkannya dari lamunan. Dia menoleh, melihat ke arah orang yang memanggil seraya menepuk bahunya."Kau sedang melihat apa?" tanya Arfan."Tidak melihat apa-apa," jawab Kendrick seraya tersenyum tipis."Ayok masuk, tunanganku sudah menunggu dari tadi," kata Arfan sambil mengajak sahabatnya itu untuk memasuki kafe yang baru saja dikunjungi Rania.Dua pria itu memasuki kafe bersama-sama. Arfan langsung melambaikan tangan sembari tersenyum ke arah wanita yang sudah menunggunya sedari tadi, lalu berjalan menghampiri."Sayang, kenalkan ini temanku, Kendrick. Dia juga bekerja di rumah sakit yang sama denganku." Arfan langsung memperkenalkan Kendrick kepada Lalita, tunangannya."Lalita," ucap Lalita memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangan untuk bersalaman."Kau Lalita sahabatnya Rania?" tebak Kendrick sambil menunjuk Lalita.Kedua alis wanita itu mengerut sambil mengejapkan mata, lantas dia menarik kembali tangannya yang hendak bersalaman dengan Kendrick. Lalita melirik Arfan dengan tatapan bingung, kemudian kembali melihat Kendrick."Kau kenal aku dan Rania?" tanya Lalita ragu-ragu.Kendrick tersenyum lalu mengangguk mengiakan."Aku Ken, kita pernah sekolah dan satu kelas waktu SMA," jelas Kendrick. Dia berharap Lalita dapat mengenalinya."Jadi, kalian sudah saling kenal?" Arfan menatap Lalita lalu melihat Kendrick secara bergantian, meminta penjelasan."Aku tidak yakin mengenalnya, tapi sepertinya aku tidak asing dengan namamu," tutur Lalita kepada dua pria di hadapannya. Dia masih berusaha mengingat teman-teman SMAnya, berharap bisa menemukan satu nama yang sama dengan nama Kendrick."Apa mungkin kau ini Kendrick si cupu itu? Yang dulu memakai kaca mata dan kutu buku?" tanya Lalita memastikan. Dari nada bicaranya, Lalita nampak terkejut melihat perubahan drastis yang terjadi pada Kendrick.Kalau benar Kendrick yang saat ini ada di hadapannya itu adalah Kendrick si kutu buku, sungguh luar biasa. Temannya itu sudah benar-benar berubah. Penampilannya tidak cupu lagi seperti saat di SMA dulu. Sekarang, Kendrick terlihat sangat tampan dan juga dewasa. Sangat sempurna.Kendrick tertawa kecil, merasa malu saat mendengar Lalita mengatakan secara gamblang bagaimana julukannya sewaktu SMA."Ternyata aku se cupu itu dulu," tuturnya seraya tertawa ringan."Ah, jadi benar kau Kendrick yang itu?" Lalita kembali memastikan."Ya, aku Kendrick si kutu buku," jawab Kendrick."Ya Tuhan, kau sangat berbeda sekarang. Aku sampai tak mengenalimu," ucap Lalita jujur.Tiga orang itu lalu menempati tempat duduk masing-masing. Sebelum melanjutkan pembicaraan, mereka memesan minuman serta cemilan lebih dulu."Aku tidak menyangka ternyata kalian sudah saling kenal," kata Arfan kepada Kendrick dan Lalita."Ya, itu semua karena kebetulan kami pernah satu sekolah," jawab Kendrick. Sementara Lalita hanya mengangguk ringan mengbenarkan perkataan teman SMAnya itu.Beberapa menit setelah memesan, pramusaji kembali untuk mengantarkan pesanan mereka."Jadi, Sayang, Kendrick ini ingin kau membantu kakaknya yang ingin bercerai dengan suaminya," ujar Arfan kepada Lalita.Arfan memulai membuka percakapan, mengutarakan maksudnya membawa Kendrick bertemu Lalita."Apa yang bisa aku bantu?" tanya Lalita."Ken, sebaiknya kau saja yang menceritakan semuanya," titah Arfan kepada Kendrick.Kendrick langsung mengangguk, lalu mulai menceritakan inti permasalahan yang sedang dihadapi oleh kakak kandungnya dengan sang suami yang berselingkuh. Kebetulan sekali Lalita berprofesi sebagai pengacara, atas saran dari Arfan, Kendrick ingin meminta bantuan Lalita untuk mengurus persidangan kakaknya.Sementara itu, Rania sedang menunggu Farhan datang menjemput. Sesuai janji, suaminya itu akan membawanya menemui Nara, anak dari adik Farhan.Rania melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia sudah siap pergi, tapi Farhan masih belum juga pulang dari kantornya."Kenapa Farhan belum pulang juga? Apa mungkin dia lupa dengan janjinya sendiri?" Rania berbicara sendiri sambil mengambil ponsel di dalam tasnya.Dia hendak menghubungi suaminya untuk memastikan apakah mereka akan jadi pergi atau tidak. Namun, sampai tiga ketukan, teleponnya masih belum dijawab juga oleh Farhan."Aku di sini, Sayang." Suara Farhan mengagetkan Rania.Pria itu tiba-tiba saja sudah ada di ambang pintu sambil memperlihatkan ponselnya ke arah Rania seraya tersenyum manis. Beberapa detik kemudian, Farhan berjalan mendekati Rania yang masih bergeming di tempatnya."Aku pikir kau lupa kita akan pergi menemui Nara, itu sebabnya aku menghubungimu," ucap Rania sembari mematikan sambungan teleponnya.Dia menurunkan benda pipih itu dari telinganya, lalu tersenyum menyambut sang suami."Kapan kau sampai? Kenapa aku tidak mendengar suara mobilmu?" tanya Rania."Aku sampai tepat saat kau menghubungiku," jawab Farhan tenang. Dia melihat penampilan Rania yang sudah cantik lalu bertanya, "Sudah siap pergi sekarang?"Rania langsung mengangguk mengiakan. "Aku sudah siap sedari tadi," jawabnya."Apa kau mau minum atau mandi dulu sebelum kita pergi?" tanya Rania.Farhan menggelengkan kepala, bibirnya melengkung membentuk senyum seraya berjalan semakin mendekati Rania."Ingin minum di bibirmu, boleh?" tanya Farhan sambil menatap bibir tipis yang menggoda tanpa berkedip.Rania refleks mundur sambil menutup mulut dengan tangannya, menghalangi niatan Farhan yang ingin melahap bibirnya. Rania tidak ingin melakukan hal itu sekarang karena bisa merusak kembali riasan yang sudah susah payah dia kerjakan. Bukan apa, karena jika sudah berciuman Farhan pasti ingin melakukan hal yang lebih, dan itu tidak cukup waktu yang sebentar."Jangan sekarang, kau bisa merusak make up-ku," tolak Rania secara halus. Bibir tipis itu memberenggut, sangat menggemaskan. "Aku sudah susah payah berdandan, kau malah ingin merusaknya lagi," sambung Rania.Farhan terkekeh pelan lantas mencubit pelan pipi gembil Rania karena gemas. Setelah itu, Farhan merangkul pinggang ramping sang istri dan menariknya hingga merapat. Pria itu mendekatkan kepalanya tepat di samping telinga Rania."Baiklah, aku tidak akan melakukannya sekarang. Aku akan membuatmu tidak bisa tidur nanti malam," bisik Farhan yang membuat wajah Rania bersemu kemerahan karena malu."Kau-""Ayok
Hati Rania sangat sakit bagaikan kertas yang diremas-remas hingga tak berbentuk kemudian dilempar begitu saja. Dia mengangkat pandangannya lalu menatap Farhan yang sedang menemani Nara mewarnai gambar tanpa berkedip dan dengan sorot berkaca-kaca karena syok. Senyum dan tawa yang terukir di bibir suaminya itu mendadak terlihat bagaikan sebuah ejekan untuknya.Rania kembali tertunduk melihat layar ponsel yang masih menyala dan menampakkan foto Farhan bersama wanita lain. Tanpa sadar dia menggenggam erat benda pipih itu, seolah melampiaskan rasa sakit sekaligus kecewanya terhadap sang suami."Sayang, kau kenapa?" tanya Farhan. Entah sejak kapan pria itu memerhatikannya.Rania terdiam selama beberapa detik. Mulutnya terasa kelu, enggan untuk mengeluarkan suara. Ditatapnya dalam-dalam wajah tampan Farhan tanpa berkedip dan sorot berkaca-kaca.Ingin rasanya Rania berteriak, memarahi Farhan dan bertanya tentang foto-foto yang dia miliki sekarang. Dengan siapa dan sudah
Penglihatan Rania memang tidak salah, Farhan bertemu dengan seorang klien di restoran. Namun, Rania tidak tahu bahwa di dalam sana juga ada Dinar yang sudah menunggu kedatangan Farhan. Beberapa menit selepas meeting dengan kliennya selesai, Farhan langsung menemui Dinar yang sudah menunggunya di meja lain.Farhan menghela napas panjang sebelum menarik kursi kosong dan mendudukinya. Dia menatap Dinar yang nampak sedang bad mood selama beberapa detik."Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba ingin mas datang menemuimu?" tanya Farhan. "Kau tahu kan kalau tindakanmu itu sangat berbahaya? Rania bisa curiga kepada kita," sambung Farhan lagi.Dinar nampak cemberut, dia meminum jus miliknya melalui sedotan yang tersedia sebelum menjawab perkataan kekasihnya."Maaf, lagi pula kalau aku tidak memaksa Mas pasti tidak mau bertemu denganku," ujar Dinar sambil menggenggam tangan Farhan di atas meja."Oh, ya. Aku punya sesuatu untuk Mas," ucapnya.Mata Farhan menyipit melihat Di
[Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa kau mengirimkan foto-foto suamiku? Apa kau sedang mencoba menghasutku agar rumah tanggaku dengan Farhan hancur?]Rania menghela napas panjang setelah mengirimkan pesan tersebut ke nomor misterius. Dia duduk di tepi ranjang dengan perasaan gundah sambil mengetuk-ngetukkan kedua tangan yang menggenggam ponsel pada dahinya.Otaknya terus berputar memikirkan banyak hal, salah satunya adalah mengenai perselingkuhan Farhan. Apa yang akan dia lakukan jika suaminya itu benar-benar berkhianat?Rania kembali menghela napas kasar. Rasanya begitu sangat menyesakkan, hingga kepalanya pun mendadak berdenyut menyakitkan.[Kau akan pulang jam berapa?]Rania mengirimkan pesan kepada Farhan, ingin memastikan kapan suaminya itu pulang.Beberapa menit menunggu, ponselnya bergetar menandakan ada notifikasi pesan masuk. Rania langsung melihatnya untuk membaca pesan tersebut.[Aku sedang di jalan, sebentar lagi sampai.]Baru saja Rania
Malam sudah larut, tetapi Rania tidak bisa tertidur meskipun dia sudah mencoba untuk memejamkan mata. Pikirannya melayang tak karu-karuan memikirkan tentang perselingkuhan Farhan. Hatinya benar-benar tak tenang dan terasa sangat sesak. Dia melihat ke samping, suaminya nampak sudah terlelap dalam tidur. Begitu tenang seolah tak ada beban apa pun. Sementara itu, Rania terus menghela napas panjang untuk menetralkan perasaannya sendiri.Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 6.30 saat Rania baru saja membuka matanya yang masih mengantuk. Semalam dia baru bisa tidur sekitar pukul empat pagi. Hal itu menyebabkan Rania bangun terlambat.Saat masih mengumpulkan puing-puing kesadarannya, Rania melihat Farhan sudah terlihat rapi dan wangi. Padahal biasanya pria itu masih terbaring di tempat tidur bermalas-malasan, menunggu hingga Rania membangunkannya."Kau mau ke mana?" tanya Rania dengan suara parau khas orang bangun tidur.Dia langsung beranjak bangun, duduk di
"Pak Farhan."Mendengar namanya dipanggil, Farhan pun menghentikan langkahnya tepat di depan meja resepsionis kantornya. Dia baru saja datang ke kantor sehabis menemani Dinar periksa kandungannya ke dokter.Ya, dia berbohong kepada Rania dengan mengatakan akan pergi meeting. Padahal sebenarnya, pagi tadi Dinar mengiriminya pesan, meminta dia untuk menemani periksa ke dokter kandungan."Ya?" sahut Farhan."Ini dokumen yang diantar oleh Nona Rania, saya diminta untuk memberikannya kepada Pak Farhan," ucap karyawati yang tadi berbicara dengan Rania.Farhan menerima dokumen tersebut dengan kedua alis tebalnya yang saling bertautan karena bingung bercampur terkejut."Rania ke sini?" tanya Farhan memastikan."Iya, Pak. Tadi pagi Nona Rania ke sini ingin menemui Pak Farhan, tapi Pak Farhan sedang tidak ada di kantor. Jadi, Nona Rania menitipkannya kepada saya," jelas wanita itu."Oh ya, Nona Rania juga meminta Pak Farhan untuk segera menghubunginya," sa
Sore menjelang petang, Rania tiba di lokasi sesuai alamat yang dikirimkan oleh nomor misterius kepadanya. Awalnya dia tidak mau datang karena takut ini hanyalah jebakan seseorang untuk menghancurkan rumah tangganya dengan Farhan.Namun, rasa penasaran mencuat lebih kuat. Terlebih, saat mengingat bahwa dia pernah menemukan nota belanjaan di saku jas Farhan yang bukan belanjaan miliknya. Serta sebelumnya juga Rania sempat memergoki suaminya itu pergi bersama sekretarisnya ke hotel.Rania menghela napas kasar. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh tempat, guna memastikan keadaan disekelilingnya. Suasana cukup ramai karena kebetulan hari ini adalah sabtu malam.Banyak pasangan, baik itu yang sudah menikah atau masih berpacaran mendatangi tempat tersebut. Salah satu restoran baru yang sangat direkomendasikan orang-orang karena lokasinya sangat strategis.Perlahan, Rania berjalan masuk mencari tempat yang sekiranya akan dikunjungi Farhan dengan wanita simpanannya. D
"Kita sudah di parkiran sekarang. Di sebelah mana mobilmu?" tanya Kendrick kepada Rania.Ya, pria yang meminjamkan jasnya untuk menutup kepala Rania dan membawa wanita itu keluar adalah Kendrick. Dia tak sengaja melihat semuanya dan merasa kasihan dengan Rania yang menangis di tengah keramaian.Rania langsung membuka jas yang menutupi kepalanya lalu memberikannya kepada sang pemilik. Tangisnya sudah reda, tetapi wajah cantiknya sekarang terlihat sembab dan kusut."Terima kasih sudah membawaku keluar dari sana," ucap Rania sembari memberikan jas ditangannya kepada Kendrick dengan pandangan tertunduk. Rania masih belum menyadari bahwa orang yang membantunya itu adalah teman SMA-nya. Dia merasa malu atas apa yang sudah terjadi beberapa saat yang lalu."Apa kau baik-baik saja?" tanya Kendrick. "Mungkin kau butuh tumpangan? Aku bisa antar kamu ke tempat tujuanmu," sambungnya lagi.Kendrick tidak bermaksud jahat atau apa pun itu. Dia hanya mencoba menawarkan