"Uh! Kurang ajar anak itu! Dia berani mempermalukanku di hadapan orang-orang! Dia pikir siapa dia?!" ucap Vanda geram dan duduk dengan tidak tenang di sofa nya. Meremas dan mencakar bahu sofa juga menggemeretakan gigi-giginya.Melihat bos nya yang sedang frustasi, Legina merasa harus menawarkan sesuatu yang menenangkan untuk Vanda."Nyonya ingin aku buatkan minum?" tawar Vanda dengan menampilkan senyum terbaiknya."Ya! Tapi aku tak ingin minum kopi ataupun teh! Aku ingin bir! Bawakan bir untukku cepat!" perintah Vanda sungkan. Legina segera pergi memenuhi perintah Vanda. Wanita paruh baya itu merasa harga dirinya terinjak-injak. Bahkan sebelumnya tidak pernah ada yang berani menginterupsinya selain Dylan suaminya sendiri."Semenjak kembalinya bocah itu! Perasaanku selalu was-was! Padahal aku tahu dia anakku sendiri! Tapi... di matanya seolah ada banyak kebencian yang dia pendam! Maka dari itu polah nya selalu angkuh baik padaku maupun pada Dylan!" cakapnya bermonolog."Posisi direktu
James selesai mengadakan teaching conference untuk launching produk terbaru di bidang jasa bersama dengan para karyawan divisi pemasaran.Ford sebagai asisten setia menyampaikan jadwal terbaru James untuk jam-jam berikutnya di meja kerja."Tuan James, setelah makan siang ini ada beberapa divisi yang meminta rapat ulang soal perencanaan launching produk terbaru, mereka dari divisi umum dan divisi produksi," papar Ford."Baiklah, ruang rapat yang lebih besar sudah disiapkan?" tanya James memastikan."Sudah tuan, ada di lantai 14.""Oke baiklah!" "Jam istirahat ini anda ingin makan apa tuan?" tanya Ford."Aku ingin pergi ke kantin," jawabnya."Tuan tidak ingin makan di restoran terdekat?" tanya Ford menawarkan. Justru Ford agak mengkhawatirkan image James sebagai direktur utama jika benar dia makan di kantin. Dibandingkan Ford, James lebih cuek."Tidak! Jangan hentikan rasa penasaranku makan di kantin Ford! Aku ingin melihat suasana kantin para karyawanku," ucap James tidak bisa dibanta
"Bocah itu seharian di kantor kesana kemari seenaknya sendiri, apa dia kira di sini taman bermain apa?!" gumam James geram. James memijit-mijit dahinya yang pening karena tingkah laku Henley yang nampak seperti bocah yang sedang bermain-main di kantor berakibat mengganggu konsentrasi kerjanya. Dia seenaknya keluar masuk ruangannya lalu berkeliling kantor mengganggu karyawannya yang sedang bekerja. Memang tidak ada keluhan sama sekali dari para karyawannya bahkan mereka menganggap kehadiran Henley di kantor membuat suasana menjadi seru. Namun bagi James itu adalah sebuah gangguan. Bahkan James menduga-duga Henley sedang mempelajari situasi secara diam-diam. Henley mempelajari sikapnya dan cara bekerjanya agar dia bisa menggeser posisinya sebagai direktur utama. Licik sekali bukan pikirannya. Tapi itulah James, dia selalu berpikir hal terburuknya lebih dulu. "Tak akan aku biarkan dia memberikan kemenangan untuk Vanda!" batin James semakin menggeram. James menggebrak meja tidak terl
"Daisha tanganmu sudah tidak apa-apa kah?" tanya Lani yang sejak kejadian itu dia mengkhawatirkan Daisha. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Vanda menginjak tangan Daisha begitu tega saat temannya itu berusaha memunguti serpihan vas yang tajam.Betapa ngeri dan sakitnya meskipun bukan dia yang merasakan. Bahkan pelayan yang ikut menyaksikan ada yang menjerit dan tidak sanggup melihatnya. Tentu saja membuat Lani sedih dan khawatir tapi dia tidak bisa melakukan pembelaan apapun."Sudah tidak apa-apa, nanti malam aku akan melepas perbannya kok," jawab Daisha menampilkan senyumnya untuk membuktikan bahwa dia baik-baik saja."Aku sangat sedih melihatmu terluka, setelah acara penobatan waktu itu kamu tiba-tiba muncul dengan luka di lengan dan sudah diperban, kamu tidak mau memberitahu padaku alasannya kenapa, baru-baru ini kamu mendapat luka lagi akibat nyonya Vanda di telapak tanganmu, apa sebelumnya kamu juga disiksa oleh nyonya makanya kamu dapat luka di lengan itu?" uj
"Kenapa diam?" tanya James yang gemas karena Daisha tak kunjung melepas celana dalamnya."Tuan bisa melepas celananya sendiri, lebih baik saya menyiapkan air hangatnya," ucap Daisha secepatnya pergi, tapi James menghalanginya dengan satu kakinya."Tidak boleh membantah! Sekarang lepas celana dalamku!" titah James tanpa penolakan."Kenapa? Kau ingin aku marah? Apa sebaliknya kau yang aku telanjangi?" ancam James melirik ke dada Daisha.Reflek Daisha langsung menyilangkan kedua tangannya menutupi dada."Jangan!" teriak Daisha sambil menggeleng cepat."Ya sudah! Lepaskan celanaku sekarang!" perintah James.Dengan ragu-ragu Daisha melepas celana dalamnya, perlahan sambil menutup mata."James gila! Dia memang punya kelainan!" batin James.Seperti orang yang buta, meraba-raba mencari jalan keluar agar celana dalamnya terlepas dari kaki. Akan tetapi Daisha yang tidak sabaran diakhir saking tidak tahannya dia melepas dengan ugal-ugalan. Menariknya cepat sampai tak sengaja kaki James tersandun
Empat orang Connor lengkap duduk bersama di meja makan menikmati makan malam mereka. Tidak ada pembicaraan hangat, mereka menikmatinya dalam keheningan dan larut dalam pikiran mereka masing-masing. Henley yang notabene bocah aktif nan periang terhanyut dalam prasangkanya. Tiga orang dewasa itu terlihat bersitegang tanpa senyum ataupun hal yang membuat makan menjadi berselera. Diam-diam Henley memperhatikan gerak-gerik mereka yang begitu kaku dan canggung seolah hubungan di antara mereka tidak baik-baik saja. "Kenapa wajah kalian datar sekali? Apa kalian tidak berselera makan? Apa makanannya tidak enak?" tanya Henley lirih. Ketiga orang dewasa itu melirik sekilas pada Henley dengan tatapan yang penuh arti. "Kenapa kalian melihatku seperti itu?" protes Henley. "Apa aku salah? Mereka terlalu kaku hanya sekedar makan malam di meja ini," batin Henley. Wajahnya terlihat polos, akan tetapi dalam hatinya sangat kesal. Mengapa tidak ada interaksi sama sekali. Mereka seperti patung manek
"Daisha dan Henley? Sedang apa mereka berdua di sana?" gumam James berdiri di tengah kegelapan malam di antara bunga-bunga taman. Hanya lampu taman dan terangnya bulan yang menerangi malam itu. Tapi perasaannya mulai menggelap tatkala melihat senyuman yang tidak dia harapkan dari kedua manusia itu saat bersama. James mengepalkan kedua tangannya kuat. Entah mengapa kekesalan muncul di hatinya. Seolah dia sendiri juga tidak tahu apa alasannya. "Apa ini? Kenapa jadi begini? Kenapa aku marah ketika gadis itu dekat dengan pria lain?" batin James geram, dia merutuki dirinya sendiri. James angkat kaki dari situ, pikirannya bergeming dari apa yang dilihatnya barusan. Dia tidak bisa mengartikan perasaannya sendiri padahal dia sadar kalau saat ini amarah menguasainya. Tatkala pandangannya terhenti pada suatu tempat yang familiar dalam ingatannya. James membeku beberapa saat terlarut dalam pikirannya. Dan berputar kembali ingatan-ingatan itu dengan cepat. Dimana James duduk seorang diri ber
"Kira-kira apa ya yang menyebabkan tuan James cemas malam kemarin?" tanyanya dalam hati. Ford berjalan menuju pantri. Mengambil minuman kemasan untuk dia minum. Kebetulan di sana ada Daisha yang kerepotan membawa makanan alias masakannya sendiri untuk dibawakannya ke kamar James. Jadi Ford berniat membantunya membawa sebagian makanan itu ke kamar James. "Ingin kubantu?" tawar Ford mengulurkan tangannya. "Lebih baik begitu, makasih ya sudah mau menolong," ucap Daisha merasa senang karena terbantu adanya bantuan dari Ford. "Tak apa, aku juga merasa bertanggung jawab karena hal ini, semenjak tuan James tidak enak badan, selera makannya jadi naik, selalu ingin makan yang enak dan banyak, untung saja tuan James cocok dengan rasa masakanmu, dia juga tidak banyak makan junk food, jadi dalam hal ini kemampuan masakmu sangatlah membantu," ungkap Ford panjang lebar. Anxiety diganti kata tidak enak badan. Tidak mungkin Ford menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi saat itu. "Benarkah?