"Jangan terlalu membenci seseorang karna bisa jadi dia memiliki peran penting dalam hidupmu." Kalimat itu sangat cocok untuk Azura, gadis yang baru saja mendapatkan mimpi buruk setelah mendapat kabar, tentang perjodohannya dengan dosen killer di kampusnya. Namun, sebelum perjodohan itu terjadi Azura sudah memiliki kekasih yang dia cintai. Dengan hati yang bimbang dia harus memilih antara menuruti kemauan sang Ayah atau mempertahankan cintanya. "Kenapa Bapak mau menerima perjodohan ini sih? " "Kalo kamu punya hak untuk menolak, saya pun punya hak untuk menerima perjodohan ini." "Tapi kan pa--" "Bawel," Ucap sambil melenggang pergi.
View More"Pak Damian tunggu!"
Teriak seorang gadis yang tengah berlari dengan setumpuk kertas ditangannya, berusaha mengejar langkah kaki Dosen didepan. Nafasnya tersengal-sengal karena lelah berlari disepanjang lorong kampus. Sedangkan sang dosen menghiraukan teriakan darinya. Mendengar suara teriakan yang melengking, beberapa mahasiswa mulai tertarik perhatiannya. Mereka seperti sudah terbiasa dengan kelakuan Azura yang selalu berisik ketika bertemu Dosennya itu, Damian. Cukup berani untuk mahasiswa yang berhadapan dengan Dosennya sendiri. Gadis itu bisa melihat, dosen yang sangat dia benci akan memasuki ruangannya. Kaki jenjangnya kembali melangkah dengan cepat, menimbulkan suara hentakan sepatu memenuhi lorong. Namun naas nasib sial selalu berpihak padanya. Pintu itu dibanting cukup keras oleh dosen itu tanpa membiarkan dirinya masuk kedalam. Dia meremas tangannya geram melihat kelakuan pria itu. "Dasar Dosen gila! Mimpi apa gue semalam punya dosen monster kek gitu." Gadis itu mengatur ritme nafasnya, dirinya cukup kesal akan kelakuan pria tidak punya hati seperti dosennya itu. Kalau bukan masalah nilai, malas rasanya ia berhadapan dengan pria arrogan itu. Lalu ia melangkah mendekati pintu melihat dari celah kaca Dosennya tengah duduk dengan laptop dimeja dengan serius. "Gue harus nyerahin tugasnya, bisa mati gue kalau harus ngulang tahun depan." Setelah banyak pertimbangan. Azura mengangkat tangan dan mengetuk pintu pelan. Gadis itu mencoba menetralkan detak jantungnya sendiri. Setelah mendengar sahutan dari pria didalam, gadis itu segera mendorong pintu dengan perasaan khawatir. Rasa takut mendominasi tubuhnya seperti sedang berhadapan dengan monster yang cukup berpengaruh di kampus. Rasanya cukup mendebarkan berhadapan dengannya. "Maaf Pak mengganggu waktunya, saya ingin memberikan tugas yang kemarin belum dikumpulkan. Saya harap bapak bisa menerima tugas saya pak." Gadis itu menyerahkan makalah yang sudah ia bawa ke hadapan dosen. Tangannya sedikit gemetaran antara takut dan nervous. Keringat dingin terasa ditubuhnya sekarang, menanti reaksi dari pria didepannya itu. "Tugas itu udah lewat, saya tidak akan menerimanya sekarang. Keluar saya sibuk!" usir pria itu tanpa melihat ke arah anak didiknya. "Saya mohon Pak. Terima tugas saya, semalaman saya ngerjain tugas ini masa ga di terima." Menatap pria di depannya dengan muka semelas mungkin. "Itu urusan kamu, kemarin waktu pengumpulan kamu malah kemana?" "Ya kan saya kemarin ada urusan jadi gabisa datang Pak. Ayo dong sekali ini aja terima tugasnya." Dia mengeluh dengan wajah memelas berharap tugasnya bisa diterima. "Udah telat. Sana keluar saya banyak kerjaan!" "Yah Pa, gaada toleransi kah? nih liat mata saya sampe kaya panda ini begadang ngerjain tugas Bapak." Gadis itu mendekatkan muka ke hadapan dosennya. Dosen itu mensejajarkan wajahnya dengan gadis di hadapannya. Memiringkan wajahnya dan menatap lekat wajah polos tanpa make up dengan lingkaran hitam di matanya. Namun tak menghilangkan kesan manis gadis itu. "Lebih mirip hantu daripada panda," ejek dosen itu padanya. Dengan senyuman tengil yang sangat menyebalkan dimatanya. "Hah, gadis secantik ini masa disamain sama hantu,, yang bener aja Bapa ini," gerutunya dengan raut wajah cemberut. "Percaya diri sekali kamu ini. Udah sana! Waktu saya terbuang gara-gara kamu. Tidak ada toleransi buat mahasiswa yang lelet seperti kamu." Pria itu kembali pada posisi awal, menatap laptop di depannya itu. Tanpa menghiraukan gadis didepannya. Gadis itu menatap tajam dosennya. " Dasar dosen sialan!" makinya dalam hati. Dia langsung keluar ruangan tanpa menoleh ke belakang. Mood-nya udah berantakan dari rumah, ditambah lagi berhadapan dengan Dosen yang membuatnya Frustasi. Azura Queenara nama gadis tersebut. Seorang mahasiswi akhir semester di fakultas kedokteran. Dengan kecantikan dan kepintarannya membuat ia jadi primadona di kampusnya. Dia juga memiliki reputasi yang baik dimata dosen-dosen. Namun, tidak dengan salah satu dosen di kampus. Damian Mahendra nama dosen muda yang terkenal akan ketegasannya. Dosen dengan ketampanan membuat banyak mahasiswi yang tergila-gila padanya. Namun tidak untuk Azura, menurutnya Damian itu sangat arrogant dan sangat killer. Apalagi setelah kejadian beberapa menit yang lalu, membuatnya semakin tidak menyukai Damian. Azura menghentakkan kaki melewati koridor menuju kelasnya. Di sepanjang jalan ia menyumpah serapah atas kelakuan dosen killernya itu. "Bisa kebawa gila gue ngadepin kelakuan monster menyerupai dosen itu." Mahasiswa lain yang melihat hanya bisa menggelengkan kepala pada tingkah laku Azura yang terbilang berani itu. Disela perjalanan menuju kelas. Ponsel Azura berbunyi dengan nyaringnya. Menghentikan langkah kakinya. Azura segera mengambil ponsel di saku celananya. Setelah melihat nama yang tertera di ponsel. Dia menatap ponselnya dengan heran, tidak biasanya sang Ayah nelpon saat ia berada di kampus. Azura menghela nafas, perasaannya sudah tidak enak saat Ayahnyanya tiba-tiba menelponnya. Dia berharap tidak ada masalah baru yang akan terjadi. Azura segera mengangkat panggilan telepon dari sang Ayah. "Hallo, kenapa Yah?" tanya Azura. "Kamu dimana? Pulang sekarang. Tidak ada bantahan ayah tunggu kamu di rumah sekarang." Suara tegas sang ayah menandakan ada hal penting yang mungkin akan terjadi. Sambungan telepon dimatikan secara sepihak oleh ayahnya. "Lah, langsung dimatiin. Gue kan belom ngomong apa-apa. Tapi, gabiasanya Ayah ngomong serius kek gitu. Kira-kira ada apa ya?" Entah bertanya pada siapa, Azura mengetuk jari pada kepalanya seolah sedang berpikir apa yang akan terjadi. Namun, tidak ada waktu untuk berpikir Ayahnya pasti benar menunggunya dirumahh padahal ada satu kelas lagi yang harus ia hadari. Tanpa pikir panjang Azura memberitahu temannya untuk mengabsennya di kelas. Setelah itu Azura mutar balik menuju parkiran. Dirinya sudah sangat penasaran apa yang akan terjadi kedepannya. *** Setelah sampai Azura bergegas memasuki rumah, Namun perhatiannya teralih saat melihat orang dirumahnya sedang sibuk dengan kerjaannya masing-masing. "Wah ada apa nih, kok pada sibuk semua?" tanya Azura saat melihat pelayan menyiapkan makanan yang begitu banyak. "Eh, Neng Azura sudah pulang? Bapak sama ibu udah nunggu daritadi di ruang tamu," ucap salah satu wanita paruhbaya disana. Tanpa menghiraukan pertanyaan dari anak majikannya. Azura menggaruk kepala gatal. Merasa bingung akan keadaan rumahnya. Dia bergegas menemui sang Ayah. Pasti ini ada hubungan dengan dirinya. Ayah Azura sedang membaca koran, ditemani secangkir kopi di meja. Di sampingnya terdapat wanita paruhbaya yang tidak lain ibu sambung Azura. Sejak tadi mereka hanya terdiam tidak banyak kata. "Akhirnyaa kamu pulang juga Azura. Ayah sudah nunggu kamu daritadi, ayo duduk dulu. Ada hal penting yang ingin Ayah bicarakan sama kamu." Suara berat terdengar menyapa, memenuhi ruangan begitu menginjakkan kakinya ke dalam. Sosok pria paruh baya yang duduk menyambut kedatangan anak gadisnya. Azura duduk mengikuti perkataan ayahnya. "Ayah, sebenernya ada apa? kaya mau ada pesta aja. Banyak makanannya." Azura bertanya, dia cukup penasaran atas apa yang akan terjadi. Pria itu tersenyum, saat melihat raut wajah kebingungan putrinya. "Ayah akan jodohkan kamu dengan anak temen Ayah. Ayah harap kamu tidak menolaknya," ucap pria itu dengan santainya. Perkataannya seolah-olah tidak bisa dibantah sama sekali. Azura terdiam di tempat. Berusaha mencerna ucapan dari Ayahnya. "Apa?! Dijodohin? Ayah engga lagi bercanda, kan? Kenapa dadakan kayak gini?" ucapnya saat memahami apa yang dikatakan ayahnya. Sedangkan sang ibu hanya terdiam ditempat. Dirinya tidak berkuasa ikut campur dalam hal ini. Dia hanya Ibu sambung untuk Azura. "Iyaa lah, kalau Ayah bilang di telepon tadi. Kamu bakalan nolak, terus kabur Ayah tau ide licik kamu." Azura tidak bergeming, hidupnya seakan hancur setelah mendengar perkataan ayahnya. Ini terlalu cepat terjadi, ayahnya sangat pintar merencanakan semuanya. "Ayah kan sayang a-" "Udah jangan banyak drama Azura. Kamu harus nerima semua ini, kalau tidak Ayah akan sita semua fasilitas kamu. Termasuk si Monkey kamu itu." Pria itu mengancam anaknya untuk menerima semuanya. Azura melebarkan matanya. "Mony Ayah, bukan Monkey? Tapi kan aku masih kuliah gimana sih." Azura tidak terima nama mobil kesayangannya diubah oleh Ayahnya. "Jangan banyak alasan Azura?! Sekarang masuk kamar, siap-siap dandan yang cantik. Nanti malam calon mantu beserta keluarganya berkunjung. Nanti Ibu kamu akan membantu buat nyiapin semuanya." Azura tersentak di tempat mendengar perkataan ayahnya. Kenapa mendadak sekali? Ayahnya seperti sedang diburu oleh waktu. Apalagi katanya Malam ini ayahnya sudah gila sepertinya. "Apa, Malam ini?!"Di sebuah cafe ternama di Jakarta, terdapat sepasang kekasih saling menatap satu sama lain. Tidak ada pembicaraan dari keduanya. Gadis itu menatap kekasihnya dengan kerutan didahinya bingung. Sebenarnya ada apa? tidak biasanya sang kekasih banyak diemnya seperti ini. "Apa yang mau kamu omongin, trus kemana aja kamu selama ini? Kenapa menghilang tidak ada kabar?" tanya Azura. Pria itu hanya terdiam ditempat. Pikirannya menerawang akan semua hal yang terjadi, cukup mendadak baginya. Namun, kalau tidak dibicarakan sekarang pasti Azura akan kaget kalau ia harus ke luar negeri karena masalah kantor disana. "Nathan, Sebenernya kamu kenapa? Seperti ada masalah. Coba cerita sama aku, jangan di pendem sendiri. Kalau kamu tetap diam seperti itu mending aku pulang aja deh." kata Azura lagi setelah melihat keterdiaman Nathan. Ya, gadis itu Azura. Sepulang kampus dia menyempatkan diri untuk bertemu dengan kekasihnya. Semalam pria itu tiba-tiba menelpon ingin bertemu dengannya, mem
Hari yang cukup cerah. Jalanan jakarta mulai ramai, dengan lalu lalang orang dengan aktivitasnya masing-masing. Begitu pun dengan Azura yang sedang mengendarai mobilnya menuju kampus. Dia ada kelas pagi hari ini, fokusnya melayang pada kejadian tadi malam, helaan nafas berat terdengar. "Gue harus ceritain soal perjodohan ini kedua curut. Siapa tau kan mereka bisa bantu gue," gumam Azura. Mereka pasti kaget setelah mendengar kabar ini. Apalagi kalau mereka tau kalau yang dijodohkan dengannya Dosen killernya sendiri. Membayangkan wajah cengo keduanya membuat senyuman Azura terbentuk. Beberapa menit dia sudah sampai, menghampiri kedua sahabatnya yang ada di kelas. Azura menepukan pundak kedua temannya. "Gue mau cerita sama lo berdua." Mereka tersentak di tempat, manatap tajam Azura. Sedangkan pelakunya hanya menyengir tidak jelas. "Astaghfirullah, Zura bisa copot jantung gue. Lo Ngagetin aja ada apa sih?" Azura menarik kedua sahabatnya. Supaya tidak ada yang mendengar, apa
Masih di tempat dan posisi yang sama, teriakan Azura membuat dua keluarga itu terkejut. Suara yang nyaring mengisi ruangan yang hening. "Kamu ini bikin kita kaget. Ngomongnya biasa aja! gausah teriak kayak gitu bisa kan?" Omel Bima menatap tajam anaknya. Sedangkan Azura hanya mengeluarkan senyuman tanpa dosa. Azura melihat sekitar, semuanya berfokus pada dirinya. Membuat gadis itu merasa malu. "Maaf aku beneran kaget tadi, makannya spontan teriak," ucap Azura sambil menundukan kepala. Mungkin kalau kantong ajaib Doraemon itu ada, Azura akan mengambil ramuan menghilang, saking malunya. Azura terkejut melihat Damian duduk di sana dengan santainya. Mengerjakan matanya beberapa kali, memastikan jika tidak salah orang. Jadi orang yang akan dijodohkan dengannya adalah Damian? Si Dosen killer itu? Gawat! Gadis itu hanya bisa terdiam ditempat. "Gapapa sayang, jadi kamu kenal sama anak Tante yang dingin kek kulkas sebelas pintu ini?" tanya salah satu wanita paruhbaya dengan senyum
Azura berada di dalam kamar dengan mulut berkomat kamit tidak jelas. Dia cukup kesal dengan apa yang Ayahnya sampaikan tadi, apalagi harus membawa mobil kesayangannya dalam masalah ini. Dengan keterpaksaan Azura harus menuruti semua kemauan Ayahnya. Gadis itu membantingkan diri ke kasur menatap atap kamar. Entah kesalahan apa yang ia buat sehingga sang ayah tega menjodohkan dirinya dengan pria yang tidak dikenal. Apalagi Ayahnya tahu kalau dia sudah memiliki kekasih. Kepala Azura ingin pecah saat memikirkan masalah hidupnya. Ketukan pintu terdengar dari arah luar. Menyadarkan Azura dari alam bawah sadarnya, Dia mendengus kesal pasti ibu tirinya yang datang ke kamar. "Saya gabutuh bantuan Tante, sana pergi." Gadis itu berkata tanpa tahu siapa yang mendatanginya. "Non, ini bibi mau nganterin gaun buat non Azura." Mata Azura melebar saat mendengar suara Bi Ijah dari arah luar, dia segera bangkit dari tidurnya untuk membuka pintu kamar. "Ih bibi, bilang daritadi kek. Aku piki
"Pak Damian tunggu!" Teriak seorang gadis yang tengah berlari dengan setumpuk kertas ditangannya, berusaha mengejar langkah kaki Dosen didepan. Nafasnya tersengal-sengal karena lelah berlari disepanjang lorong kampus. Sedangkan sang dosen menghiraukan teriakan darinya. Mendengar suara teriakan yang melengking, beberapa mahasiswa mulai tertarik perhatiannya. Mereka seperti sudah terbiasa dengan kelakuan Azura yang selalu berisik ketika bertemu Dosennya itu, Damian. Cukup berani untuk mahasiswa yang berhadapan dengan Dosennya sendiri. Gadis itu bisa melihat, dosen yang sangat dia benci akan memasuki ruangannya. Kaki jenjangnya kembali melangkah dengan cepat, menimbulkan suara hentakan sepatu memenuhi lorong. Namun naas nasib sial selalu berpihak padanya. Pintu itu dibanting cukup keras oleh dosen itu tanpa membiarkan dirinya masuk kedalam. Dia meremas tangannya geram melihat kelakuan pria itu. "Dasar Dosen gila! Mimpi apa gue semalam punya dosen monster kek gitu." Ga
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments