Share

Bab 7. Camping

Alam sudah lebih dari cukup memberi hiburan - Alea Zara

____________________

Alea menghirup nafas kuat, udara disini sangat jauh berbeda dengan yang ada di pusat kota. Suasana yang sejuk membuatnya langsung nyaman meskipun baru pertama kali berkunjung ke tempat ini.

Dilihatnya area camp ground yang lumayan penuh dengan tenda-tenda. Padahal ini weekday, tapi sepertinya banyak yang ingin menyegarkan pikiran dengan kegiatan camping.

Alvin sendiri sedang mengambil tenda dan matras di bagasi mobil. Mereka akan mendirikan tenda terlebih dahulu. Untung saja jarak parkir dengan camp ground tidak begitu jauh.

Semua biaya ditanggung oleh pria itu. Enak sekali bukan? Bahkan makanan dan minuman pun Alvin yang membelinya.

"Ayo"

Untuk sampai di camp ground, mereka harus melewati jalanan yang sedikit berkerikil. Alea mengedarkan matanya melihat sekitar. Hanya terlihat warung-warung dan pedagang kaki lima yang berjejeran. Ia akan menikmati jajanan tradisional itu selagi disini.

Alvin memilih lokasi yang dekat dengan sungai kecil. Itu akan mempermudah saat mereka ingin memasak. Di tempat ini juga ada sekitar 5 tenda yang berdiri tegak.

"Oh iya, kamar mandinya dimana?"

"Mandi di sungai"

"Heh serius"

"Iya serius. Disini ada 3 sungai kecil. Satu disini, airnya jernih bisa buat minum. Satunya ada di belakang warung-warung itu, buat saluran pembuangan. Yang buat mandi agak masuk ke hutan itu"

Alea bergidik ngeri. Lebih baik ia tidak mandi daripada masuk ke dalam hutan itu. Baru melihatnya saja bulu kuduknya sudah berdiri.

"Tenang aja, di warung-warung itu ada toilet kok. Tapi ya harus bayar" hembusan nafas lega langsung keluar dari mulutnya. Ia tidak bisa membayangkan jika harus mandi di sungai itu. Kalau ada yang mengintip bagaimana?

Alvin mulai merakit yang entahlah, Alea pun tidak paham itu apa. Ia hanya menuruti perintah pria itu yang menyuruhnya mencari batu besar.

"Nyari tempat duduk aja. Biar ngga berdiri disitu, ganggu sumpah"

Dengan langkah kesal, Alea berjalan mendekati sungai. Ternyata benar, air disini sangat jernih. Bahkan ia bisa melihat dasar sungai yang dipenuhi batu dan ikan kecil. Ah rasanya ia benar-benar liburan sekarang.

"Ayo ambil barang-barang"

Saking asyiknya melihat ikan, Alea sampai tidak sadar bahwa tendanya sudah berdiri kokoh. Ia sendiri takjub melihat ukurannya yang besar. Mungkin 6 orang dewasa bisa tidur di dalam sana.

Barang-barang yang harus diambil sangatlah banyak. Temannya itu membawa peralatan lengkap seperti ingin pindah rumah. Padahal mereka disini hanya 3 hari.

"Lo bawa apa aja sih, banyak banget. Masa iya lo naik gunung bawa barang segini banyaknya"

"Ya ngga lah. Kan disini kita sambil liburan. Gue juga ngga tega liat lo tidur di sleeping bag. Makanya gue bawa kasur angin"

"Uuh perhatian banget. Jadi enak"

Alvin hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum. Ini pertama kalinya mereka camping berdua, satu tenda pula. Tenang saja, ia sudah mendapatkan izin dari penjaga camp ground karena tendanya yang berukuran besar.

"Bawa yang ringan-ringan aja. Itu tuh kasur angin sama kitchen set"

"Ya elah, lo pikir gue bocah. Bawa 2 elpigi aja gue kuat"

"Iyain aja biar cepet"

Barang demi barang sudah berhasil dipindahkan ke dalam tenda. Mereka harus bolak-balik tiga kali untuk memindahkannya. Melihat tumpukan powerbank membuat Alea tak habis pikir. Ia jadi sangsi temannya itu akan membuka lapak disini.

Setelah memasang matras di seluruh alas tenda, Alvin langsung memompa 2 kasur angin, untuknya dan untuk Alea. Sedangkan gadis itu sedang merakit lemari mini portable untuk tempat pakaian. Mewah sekali bukan?

"Ini baju kalo di taruh di tas kan juga bisa"

"Baunya ngga enak nanti. Lo kan ngga suka make parfum, makanya gue bawain lemari portable" oh jadi itu alasannya. Baik sekali pria itu.

Selesai merakit lemari, Alea langsung menyiapkan tempat untuk tidur. Ia sendiri tidur di bagian kanan dan Alvin di bagian kiri. Untuk bagian tengah, mereka menambahkan karpet untuk tempat makan maupun bersantai.

"Makan dulu yuk. Uda laper"

"Beli aja ya. Nanti siang baru masak" ucap Alvin sambil membereskan kasurnya. Setelah sarapan, ia akan mencari kayu di hutan. Tidak afdol rasanya kalo tidak memasak saat camping. Ia sudah menyiapkan mie, sosis, bahkan jagung. Totalitas sekali bukan?

"Beliin. Gue mau beres-beres dulu"

"Mau apa?"

"Terserah" jawaban khas cewek membuat Alvin bingung. Tidak ada makanan dengan nama terserah. Ia jadi bimbang ingin membeli apa.

Alea menghembuskan nafas pasrah saat melihat isi tas Alvin yang berantakan. Mulai dari baju, laptop, kabel, tali, bahkan sampai cemilan pun ada di dalamnya. Ia jadi bertanya-tanya bagaimana dulu temannya itu menata tas saat mendaki gunung.

Ia memindahkan baju-baju Alvin ke lemari portable. Matanya sedikit melebar saat melihat beberapa pakaian perempuan di dalam tas itu. Ah mungkin pria itu asal memasukkan baju ke dalam tasnya.

"Ayo makan"

Alvin menyodorkan sebungkus nasi goreng padanya. Perutnya yang memang sudah lapar pun langsung melahapnya sampai habis. Rasa nasi goreng disini lebih nikmat daripada di dekat kontrakannya.

"Oh iya, baju cewek di tas lo punya siapa?"

"Punya lo. Gue yakin lo cuma bawa 3 baju. Disini kalo malem dingin banget, jadi harus pake baju berlapis"

Alea hanya ber-oh ria. Untung saja temannya itu teliti, jika tidak sudah bisa dipastikan ia akan menggigil saat tidur nanti.

"Kapan lo nyamperin Davichi ke lokasi syuting?"

"Nanti jam 10. Kalo gue kesana sekarang dia masih sibuk syuting"

Manager aktor itu sudah memberitahunya untuk datang saat waktu istirahat. Sia-sia juga kan jika ia datang sekarang dan melihat pria kurang ajar itu syuting.

Karena jam yang masih menunjukkan pukul 8, Alvin pun membawa Alea jalan-jalan ke area hutan. Ia sudah hafal dengan kawasan disini karena sudah sering camping bersama teman-temannya.

Melihat hutan pinus yang tinggi menjulang membuat Alea menertawakan dirinya sendiri. Ia pikir hutan ini dipenuhi pohon tua seperti beringin yang menyeramkan.

Alea melihat beberapa tupai yang melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Pemandangan ini sangat baru di matanya. Bahkan pertama kalinya ia melihat tupai secara langsung.

"Tupainya boleh dibawa pulang ngga sih?" Hanya jitakan yang ia dapatkan setelah melontarkan pertanyaan itu. Padahal ia hanya becanda.

"Tuh lokasi syuting nya"

Alea mengikuti tatapan Alvin ke sebelah barat. Disana terlihat banyak orang yang sibuk dengan tugas masing-masing. Ia jadi penasaran, drama seperti apa yang dimainkan oleh aktor kurang ajar itu.

"Ehm" suara deheman dari arah belakang membuat Alvin dan Alea menoleh ke belakang. Sosok yang paling malas ia jumpai menatapnya dengan tajam. Sepertinya nyawanya akan terkuras mulai dari sekarang

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status