Share

Bab 8. Gelut

Perang yuk, biar lega - Alea Zahira

____________________

Alea terduduk lemas di bawah pohon pinus sambil menatap nyalang sesosok aktor yang sibuk syuting sejak tadi. Pria itu menampilkan senyum mengejek ke arahnya di sela-sela adegan. Kampret sekali kan? Andai saja ia tidak bertemu dengan Davichi, pasti dirinya tidak terjebak sendirian seperti ini.

-Flashback-

Melihat sosok pemilik suara deheman itu membuat Alea memutar bola mata malas. Kenapa sih ia harus bertemu pria gila sepagi ini? Alea kan masih mau menikmati alam dulu. Duuh, ia harus menyiapkan kesabaran saat menghadapi aktor satu ini.

"Ngapain disini?" Ngapain nanya-nanya, itu yang ingin Alea ucapkan sekarang. Tapi rileks Al, lo harus dalam mode baik demi cuan.

"Saya disuruh ke sini sama mbak Ais buat minta ttd kontrak" ucap Alea sopan, sangat sopan. Ia harus menahan emosinya agar masalah ini cepat selesai.

"Oh" Oh? Terus? Kapan dia mau tanda tangan kontrak ini. Duh, ingin sekali Alea meninju pria itu sekarang. Bisa tidak sih tidak usah menyulut emosinya.

"Terus, ttdnya kapan ya?"

"Nanti. Ikut gue syuting dulu"

Alea menatap punggung tegap itu dengan ganas. Kedua tangannya mengepal kencang dan raut mukanya menunjukkan kebencian. Pria itu benar-benar...

"Sabar, demi cuan" mendengar kata cuan membuat bahu Alea merosot. Ia jadi ingat ucapan Bu Dian yang mengatakan bahwa dirinya akan dipecat jika tidak bisa membuat Davichi menandatangani kontrak itu. Nyawanya bagai terombang-ambing di lautan.

"Tenang, gue temenin" ah, tau saja sahabatnya ini. Ada untungnya juga mengajak Alvin. Ia jadi ada teman untuk menghadapi iblis satu itu.

"Alvin?" Belum sempat Alea memutar balikkan badan untuk mengikuti Davichi, suara itu langsung menghentikannya. Dilihatnya seorang pria tinggi dengan kulit hitam manis tersenyum ke arah Alvin. Jangan bilang...

"Loh, kok lo disini bro. Waah, uda lama banget kita ngga ketemu" ucap Alvin seraya memeluk temannya itu. Ia dan Niko dipertemukan di komunitas pecinta alam saat SMA dulu.

"Biasa refreshing. Pusing otak gue mikirin kerjaan. Lo sendiri ngapain disini?"

"Nih, nemenin temen" ucap Alvin sambil menunjuk ke arah Alea. Alea pun hanya tersenyum saat menatap pria bernama Niko itu.

"Yok ikut, abis ini gue sama temen-temen mau jelajah" Mendengar ucapan itu membuat Alvin menoleh ke arah Alea. Ia ingin sekali ikut dengan Niko. Sudah lama tidak menjelajah, membuat dirinya rindu.

Alea yang ditatap seperti itu hanya mengangguk pasrah. Pupus sudah harapannya untuk menambah kekuatan melawan Davichi. Kenapa sih, si Niko Niko itu muncul di waktu yang salah. Nah kan, jadi judul lagu.

-end-

Dua jam sudah waktunya terbuang sia-sia karena menunggu aktor kurang ajar itu. Alea memperhatikan kegiatan aktor itu lagi. Dari sini ia bisa melihat bahwa Davichi sedang beradu akting dengan seorang wanita. Ah, Alea tidak mau tau. Ia hanya ingin cepat selesai, dan balik ke tenda untuk tidur.

"Cut. Ok, kita istirahat dulu. Nanti jam 12 kita mulai syuting lagi" mendengar suara lantang sutrada membuat Alea tersenyum senang. Akhirnya, selesai juga. Ia pun segera bangkit dan menghampiri Davichi yang sudah sibuk dengan naskah ditangannya.

"Permisi" pria itu menoleh ke arahnya kemudian menaruh naskah di meja. Duh, Alea jadi harap-harap cemas. Berilah hidayah pada aktor gendeng satu ini Tuhan.

"Kenapa?"

"Ttd kontrak" harus berapa kali sih Alea menjawab bahwa ia disini untuk meminta ttd nya. Apa sih maunya pria ini. Duuuh, ingin rasanya Alea menjabak rambut Davichi hingga botak.

"Nanti aja, tangan gue capek. Pijitin" Oh god. Boleh tidak sih dia dikutuk saja menjadi anjing. Dengan ogah-agahan, ia mulai memijit tangan Davichi yang entah kenapa keras sekali. Ia memijat tangan itu dengan kencang. Biar saja iblis itu kesakitan. Alea tidak peduli.

"Bahu gue juga" ingin Alea berkata kasar. Dengan bibir komat kamit, ia berpindah untuk memijat bagian bahu. Segala macam umpatan sudah ia lontarkan untuk pria ini. Jika bukan karena uang, sudah pasti Alea menampolnya.

"Abis ini lo pulang?"

"Kalau Bapak Davichi yang terhormat bersedia tanda tangan kontrak sekarang, saya dengan senang hati akan langsung pulang" ucap Alea penuh penekanan. Ia tidak yakin Davichi menandatangani kontrak secepat itu. Sudah jelas kan motifnya ini untuk membalas dendam padanya karena kejadian di supermarket dulu. 

"Beneran langsung pulang?"

"Ehm, ngga sih pak. Kan besok sabtu, jadi baru balik hari senin"

"Oh" oh lagi? Tuhan tolong. Dan lagi, sampai kapan ia memijit bahu pria asing ini. Dia kesini untuk tugas negara, kenapa malah jadi babu.

"Gue laper" terus? Alea harus bilang wow gitu? Atau ia harus bilang bodo amat? Ah, ia pura-pura tidak dengar saja.

"GUE LAPER" ucap Davichi kencang. Bahkan para kru disana langsung menoleh cepat ke arahnya. Salah satu kru yang mengurus tentang konsumsi terlihat terburu-buru berlari sambil membawa kotak makan.

Alea yang melihatnya pun langsung mengernyitkan dahinya. Kenapa para kru terlihat sangat panik mendengar ucapan Davichi? Ia jadi sangsi bahwa aktor ini memang sudah biasa menindas orang lain.

"I-ini makanannya. Sa-saya permisi" lagi-lagi Alea tak paham kenapa kru wanita itu ketakutan saat memberikan makanan itu pada Davichi. Bahkan suaranya sampai bergetar.

"Suapin"

"Hah?" Dia bilang apa tadi? Alea pasti salah dengar. Disini kan ramai. Ia benar, pasti salah dengar.

"Gue bilang suapin" wah nyari mati ini orang. Habis sudah kesabaran Alea untuk bersikap sopan pada pria kurang ajar ini. Ok, sepertinya Alea harus jadi dirinya sendiri saat menghadapi iblis semacam Davichi.

"Mau lo apa sih? Ngajak gelut, ayo" Ucap Alea bersungguh-sungguh sambil melipat lengan bajunya. Ia siap jika Davichi ingin adu jotos dengannya.

Wajah Alea semakin murka melihat Davichi yang malah terbahak-bahak. Ia yakin pasti pria itu kesurupan jin penjaga gunung.

"Kenapa? Gue cuma minta disuapin. Ini tangan pegel banget"

Alea yakin pria itu memang sedang mengerjainya. Awas saja, ia tak segan-segan menendang pria ini jika batas kesabarannya sudah habis.

"Duduk sini" ucap Davichi sambil menepuk kursi disampingnya.

Dengan langkah kesal, Alea duduk di kursi itu kemudian menghembuskan nafas keras. Ia harus segera mendinginkan ubun-ubunnya. Bisa gawat jika pria ini sampai merajuk dan tidak mau tanda tangan kontrak.

Alea mengambil kotak makan di meja dan membukanya. Ia sedikit terkejut melihat aneka macam sushi yang berjejer rapi. Ludahnya saja sampai susah untuk di telan saat melihat makanan kesukaannya. Dan lagi, apa semua aktor dan aktris selalu disajikan hidangan lezat seperti ini? Enak sekali.

"Aaaa" dengan penuh kesabaran, Alea masukkan 1 buah sushi ke dalam mulut pria itu. Tadinya ia ingin memasukkan 3 sekaligus, tapi sang otak mengingatkannya tentang omelan Bu Dian. Bulu kuduknya terasa berdiri sekarang.

"Aaaa" Alea jadi berharap mulut pria itu dimasuki lalat. Ah strobilus juga boleh, sepertinya lebih mantap.

"Aaaa" bisa tidak sih pria itu mangap tanpa bersuara. Bukannya apa-apa, yang jadi masalah sekarang dirinya jadi pusat perhatian. Bayangkan saja hampir semua orang yang ada disini menatapnya sambil berbisik-bisik. Duuuh, apa sih dosa Alea di masa lalu sampai terjebak dengan iblis ini.

"Asisten lo kemana sih? Harus banget ya jadiin gue babu?"

"Dimas ada urusan, jadi baru bisa kesini sore. Daripada lo nganggur, mending sekalian kerja jadi babu gue. Tenang, gue gaji"

Ehm, boleh juga tawaran pria itu. Lumayan untuk tambahan uang makan. Sudah lama ia tidak menyantap hidangan lezat. Tapi sebentar, kenapa pria itu tiba-tiba baik. Pasti ada udang di balik batu.

"Cuma selama lo disini aja. Ngga usah mikir gaji, pasti diluar ekspektasi lo" 

"Mangap lagi, buruan" Alea memasukkan sushi dengan kasar ke mulut Davichi yang belum sepenuhnya terbuka. Ia memaksa sushi itu masuk sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Kurang ajar lo. Ngajak gelut kan lo, ayoo" Davichi langsung berdiri kemudian mengusap mulutnya yang belepotan. 

"Ayo. Gue ngga takut" kotak makan ditangannya langsung ia lempar di atas meja. Bunyi suaranya sampai menjadikan mereka lagi-lagi sebagai pusat perhatian. Ah, Alea tidak peduli.

Dengan gesit, ia menjambak rambut bagian depan Davichi. Ia akan menuntaskan kekesalannya sampai titik darah penghabisan. Biar saja pria itu botak. Itu bukan urusan Alea.

"Sakit woy, aduuh. Lepasin"

Para kru yang melihat insiden itu pun segera memisahkan mereka. Bisa gawat jika sang aktor ternama sampai lecet. Apa kata penonton nanti jika idola mereka diserang tiba-tiba oleh gadis gila.

Alea menarik nafas keras saat 2 orang pria memegang kedua tangannya dan menjauhkan dirinya dari Davichi. Andai saja disini ia hanya berdua dengan iblis itu, Alea yakin pria itu pasti botak dan tidak bisa lagi menjadi aktor. Biar saja.

"Tolong tenang ya mbak. Kita disini untuk syuting, kalau mbak cuma mau ganggu aktor kita, mending pergi aja" ucap seorang wanita dengan nada sinis.

Helloooo, siapa juga yang mau disini? Dengan menghentakkan kaki, ia pun langsung pergi menuju tendanya. Emosinya benar-benar memuncak sekarang.

Sebentar, sepertinya ini salah. Oh god, kenapa ia bisa lepas kendali begini? Kalau Davichi benar-benar tidak mau tanda tangan kontrak gimana? Bodoh bodoh bodoh. Sepertinya ia harus cari-cari lowongan pekerjaan mulai sekarang.

*******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status