Home / Urban / Tukang Bakso Jadi Miliarder / 12-Pengkhianatan dalam Bayang-Bayang

Share

12-Pengkhianatan dalam Bayang-Bayang

last update Last Updated: 2024-12-25 07:37:26
Malam telah jauh menyelubungi kota, dan lampu-lampu jalan berpendar redup di tengah kesunyian. Di dalam kantornya yang megah, Ghenadie duduk di belakang meja besar yang penuh dengan tumpukan kertas.

Di hadapannya, laporan keuangan perusahaan tergeletak dengan angka-angka mencurigakan yang seolah berteriak untuk diperhatikan. Ia mengerutkan kening, membaca dengan seksama.

Semakin dalam ia menggali, semakin jelas kecurigaannya: dua orang kepercayaannya ayahnya, Budi dan Joko, telah melakukan penggelapan besar-besaran.

Bukti-bukti mulai terkumpul di tangannya. Kejanggalan transaksi, aliran dana yang tidak wajar, hingga perbedaan laporan internal dan eksternal membuat segalanya menjadi terang.

“Berani sekali mereka,” gumamnya, suaranya dipenuhi kemarahan yang terpendam. Ia tahu, langkah selanjutnya adalah membongkar semuanya. Namun, ia juga sadar, ini bukan urusan kecil. Ini melibatkan uang dalam jumlah besar, dan jika ia tidak berhati-hati, bukan hanya perusahaan yang akan hancur, tetapi
MenujuHidupLebihBaik

Mohon maaf para pembaca yang budiman, beberapa hari ini saya sangat sibuk, membuat laporan dan juga mempersiapkan hari Raya. Semoga di tahun depan lebih bisa fokus.

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   13-Di Bawah Bayang-Bayang Kehilangan

    Pak Anton duduk di kursi kayu tua di teras rumahnya, mengenakan sarung yang melilit lututnya yang sedikit bengkak. Pagi itu tenang, hanya suara angin dan kicauan burung yang mengisi udara.Meski jalannya kini pincang dan lambat akibat asam urat serta kolesterol yang kerap menyerang sendi-sendi tubuhnya, ia bersyukur bisa menikmati sisa hidupnya. Namun, di balik senyumnya yang tenang, ada luka yang tidak semua orang tahu.“Pak, minum obatnya dulu,” kata Bulan, anak tetangga yang merawatnya.Anak tetangga ini sudah kehilangan kedua orang tuanya, sehingga dianggap sebagai anak oleh pak Anton dan dihidupinya.Bulan yang datang membawa segelas air putih dan beberapa tablet kecil di tangannya. Pak Anton memandang Lina sejenak, lalu tersenyum samar. “Obat lagi, Lan? Sudah seperti permen saja hidup ini, setiap hari mesti ditelan.”“Bapak ini suka bercanda,” Bulan mencoba tersenyum, meski hatinya was-was. “Kalau Bapak nggak minum obat, nanti tambah parah. Nggak mau kan, saya bawain kursi roda

    Last Updated : 2025-01-13
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   14-Rencana di Balik Bayang

    Langit malam menyelimuti kota dengan kegelapan yang hanya diterangi cahaya lampu jalan. Suasana di dalam ruangan itu terasa menekan, seperti ada badai yang siap meledak kapan saja. Cahaya redup dari lampu meja memantulkan bayangan tajam di dinding, membuat wajah Budi terlihat semakin menyeramkan.Joko duduk di kursi tua di seberang Budi, tapi rasa gelisahnya membuat tubuhnya terasa berat. Tangannya masih bergetar sejak telepon dengan Lina tadi. Ia tidak yakin apakah semua ini benar-benar bisa berjalan sesuai rencana, terutama jika Lina mulai curiga.“Apakah Lina curiga?” suara Budi terdengar rendah, tapi nada bicaranya seperti pisau yang tajam menusuk. Ia menatap Joko dengan mata yang penuh tekanan.Joko mencoba menenangkan diri, menggeleng pelan meskipun gerakannya kaku. “Dia tidak tahu, Paman,” katanya dengan suara yang nyaris bergetar.Namun, di dalam hatinya ada keraguan, ada celah kecil yang takut Lina benar-benar mengetahui apa yang mereka sembunyikan.Budi tersenyum tipis, tapi

    Last Updated : 2025-01-19
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   15-Akhirnya Muncul Aslinya

    Sudah bertahun-tahun Anton berjuang untuk mempertahankan usahanya dari ancaman selama ini. Selama itu pula, dia selalu mengandalkan kecerdasannya untuk tetap selamat, berusaha untuk menjaga jarak dari orang-orang yang tidak bisa dipercaya.Budi adalah salah satunya—seorang pria yang berpura-pura menjadi teman, namun di balik senyum ramahnya, ia adalah musuh yang paling berbahaya. Anton tahu, meski suara Budi terdengar melalui mikrofon, itu adalah suara yang tidak asing baginya.Budi, orang yang selama ini menunggu saat yang tepat untuk menghancurkannya.“Akhirnya kamu menunjukkan dirimu,” ujar Anton dengan senyum tipis di wajahnya, meski di dalam hatinya berkecamuk amarah yang terpendam.Suara itu menggetarkan setiap tulang dalam tubuhnya, suara yang penuh dengan tipu daya dan ancaman yang akan datang.Di sebelah Anton, Ghenadie, anak laki-lakinya yang baru ditemukannya beberapa buklan yang lalu dan baru sembuh dari kecelakaan mobilnya, tampak cemas. Matanya yang tajam menyiratkan keb

    Last Updated : 2025-02-19
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   16-Di dalam Lorong Rahasia

    Pak Anton, Ghenadie, dan Desy melangkah perlahan menyusuri lorong bawah tanah yang terasa semakin pengap. Udara lembab bercampur aroma tanah basah membuat napas mereka berat.Pak Anton sesekali menyorotkan senternya ke sudut-sudut gelap, memastikan tidak ada bahaya yang mengintai seperti ular, misalnya. Memang ruangan ini sudah lama dia buat dan setelah bertahun-tahun yang lalu ketika rumah ini di buat, baru inilah dia memasukinya."Papa, sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa kita harus kabur seperti ini?" tanya Ghenadie dengan nada setengah berbisik namun sarat dengan kegelisahan.Pak Anton tidak langsung menjawab. Ia hanya menoleh sejenak pada putranya, sorot matanya dipenuhi campuran antara keksalan pada Budi dan Joko dan tekad yang kuat."Ghenadie, ada hal-hal yang tidak bisa Papa jelaskan sekarang. Tapi percayalah, ini semua untuk menyelamatkan kita," ujarnya dengan suara rendah namun tegas.Desy berjalan di belakang mereka, sesekali menoleh ke belakang seolah takut sesuatu akan me

    Last Updated : 2025-02-20
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   17-Ledakan di Kediaman Anton Prasetyo

    Malam itu begitu tenang. Angin bertiup pelan, membawa aroma khas hujan yang baru saja reda. Di kawasan perumahan elite tempat para konglomerat tinggal, rumah besar milik Anton Prasetyo berdiri megah di antara bangunan lainnya.Sebagai Direktur Utama PT Prasetyo Grup, kekayaannya tidak diragukan lagi. Namun, ketenangan malam itu seketika berubah menjadi kekacauan ketika sebuah ledakan dahsyat mengguncang lingkungan tersebut.Suara ledakan itu memekakkan telinga. Gelombang kejutannya merambat cepat, menghancurkan kaca-kaca rumah di sekitarnya dan mengguncang bumi seolah gempa datang mendadak.Para tetangga yang tinggal jauh dari rumah Anton Prasetyo pun merasakan getaran dan segera berlarian keluar rumah, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Ya Tuhan! Apa itu?” seru seorang pria paruh baya yang berdiri di halaman rumahnya, melihat ke arah kepulan asap hitam pekat yang membubung tinggi ke langit.Orang-orang mulai berkerumun, mencoba memahami situasi yang tengah terjadi. Sementara

    Last Updated : 2025-02-22
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   18-Ruang Bawah Tanah

    Di ruang bawah tanah yang remang-remang, hanya diterangi oleh cahaya dari layar monitor besar, Anton duduk dengan tenang. Di hadapannya, Ghenadie bersedekap dengan ekspresi gelisah, sementara Desy tetap diam, matanya tajam memperhatikan layar monitor yang menampilkan gambar kabur dari kamera pengintai.Ledakan keras beberapa menit lalu telah menghancurkan sebagian besar kamera CCTV yang terpasang di sekitar properti Anton. Kini, hanya satu kamera yang masih berfungsi, itupun dengan jarak yang cukup jauh sehingga gambar yang ditampilkan buram dan tidak jelas."Jadi kita bagaimana?" tanya Ghenadie, suaranya dipenuhi ketegangan.Pak Anton tersenyum tipis, seolah tidak terpengaruh oleh situasi yang sedang dihadapi. "Terserah kalian berdua," jawabnya santai."Ruangan ini terhubung dengan jalan keluar yang tidak diketahui orang. Kita bisa bertahan di sini untuk sementara waktu. Makanan kaleng yang kusimpan cukup untuk dua tahun."Desy akhirnya angkat bicara, suaranya lembut tapi penuh perhi

    Last Updated : 2025-02-25
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   19-Hidup Dalam Bunker

    Di dalam ruangan bawah tanah yang remang-remang, suara napas Pak Anton terdengar berat. Mengalami kolestrol tinggi sehingga membuat kakinya belum pulih sepenuhnya, tetapi pikirannya tetap tajam.Ia menatap kedua orang di depannya—Ghenadie, putranya yang masih berusia 24 tahun, dan Desy, bodyguard setia yang telah bekerja dengannya semenjak Ghenadie mengalami kecelakaan mobil aneh tempo hari."Apakah kalian berdua ingin langsung keluar dari sini atau berdiam dulu sampai aku sembuh benar?" tanya Pak Anton dengan suara yang berusaha tetap tegar.Ghenadie dan Desy saling berpandangan. Keputusan ini tidak mudah. Apa pun pilihannya, taruhannya pastilah beresiko. Akhirnya, Ghenadie yang bersuara."Di antara kedua pilihan itu, risikonya apa?"Pak Anton menarik napas dalam sebelum menjelaskan. "Kalau kita menunggu sampai aku sembuh, berarti kita harus tinggal di sini berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun. Tapi jika kita memilih keluar sekarang, kita harus berhadapan langsung dengan mus

    Last Updated : 2025-02-26
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   20-Pengkhianatan di Balik Kabut

    Mobil melaju menembus kegelapan malam. Hujan yang turun sejak sore membuat jalanan licin, namun sopir yang membawa Pak Anton tetap fokus, memastikan keselamatan mereka.Di sampingnya, Pak Anton duduk diam, wajahnya terlihat tegang, pikirannya penuh dengan kejadian yang baru saja terjadi."Kemana kita?" tanya sopir itu, matanya tetap menatap lurus ke depan."Kita ke rumah persiapanku," jawab Pak Anton, suaranya dingin. Ia kemudian menyebutkan alamat, dan sopir itu mengangguk pelan, mencoba menghafalkannya.Di kursi belakang, Ghenadie—anak Pak Anton—tertidur dengan kepala bersandar pada jendela. Di sampingnya duduk Desy, body guard yang sekarang bertugas menjaga Ghenadie dari mara bahaya.Guru Desy, pak Firmus Sontoloyo, sangat terkenal. Sedangkan Desy meskipun masih muda, dia sangat berbakat sehingga menjadi murid kesayangan gurunya.Pak Anton mengepalkan tangannya. Budi. Nama itu bergema di kepalanya. Sahabatnya sendiri, orang yang selama ini ia percayai, ternyata adalah pengkhianat.

    Last Updated : 2025-02-28

Latest chapter

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   106-Tanah Yang Bicara

    Langit pagi menggantung kelabu di atas desa Sumberjati. Embun belum kering, tapi halaman balai desa sudah ramai. Warga berkumpul, sebagian membawa poster buatan tangan, sebagian lagi menggenggam ponsel untuk merekam. Di tengah kerumunan, seorang lelaki paruh baya bernama Pak Wiryo berdiri mematung. Matanya berkaca-kaca, bukan karena sedih, tapi karena harapan yang belum padam."Apa kita benar-benar mau lakukan ini, Pak?" tanya Lastri, guru SD yang jadi penyuluh internet desa.Pak Wiryo mengangguk pelan. "Kalau bukan kita yang bersuara, siapa lagi?"Di tengah lahan luas yang dulunya ladang jagung, kini berdiri tiang-tiang pancang milik proyek Ghenadie. Tapi pembangunan itu baru saja dibekukan oleh pemerintah daerah, akibat sengketa yang diwarnai manipulasi oleh PT. Rekarsa.“Yang saya tahu,” lanjut Pak Wiryo, suaranya mulai lantang, “anak-anak muda kota itu datang bukan untuk menindas, tapi membangun. Dinda, Ghenadie, dan Pak Panji... mereka hormat pada tanah ini. Tapi karena merek

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   105-Tanah, Cinta, dan Pengkhianatan

    Langit senja di atas kota menguning kusam, seolah ikut menyimpan rahasia yang tak sanggup diungkapkan. Ghenadie berdiri di jendela ruang kerjanya, memandangi gedung-gedung tinggi yang bagai benteng menahan badai. Ia baru saja mengambil keputusan besar—mendirikan perusahaan baru, jauh dari hiruk-pikuk pusat kota, tempat di mana ia berharap Dinda bisa memulai segalanya dari awal. Tanpa bayang-bayang masa lalu. Tanpa tekanan.Ia menggenggam ponselnya, menatap layar kosong.“Saatnya kau punya panggungmu sendiri, Dinda,” bisiknya.Di sisi lain kota, Dinda menatap Didik yang kini berdiri di depannya dengan mata merah dan rahang mengeras. Udara di antara mereka terasa sesak, seolah marah bisa meledak kapan saja.“Jadi begitu ya, Din?” Didik mendesis. “Kau pikir kau bisa semudah itu mutusin gue?”Dinda mengangkat dagunya, matanya tidak gentar. “Ini bukan soal mudah atau sulit, Didik. Ini soal sadar. Aku sadar siapa dirimu sebenarnya dan tidak pernah lupa tentang apa yg kamu lakukan.”“Apa? Ka

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   104-Perasaan Cinta Tumbuh Perlahan

    Pagi itu, mereka berdua mendatangi kantor polisi. Dinda melaporkan kasusnya dengan suara gemetar tapi mantap. Dokter dari rumah sakit sudah menyerahkan hasil visum, dan Ghenadie mengumpulkan saksi serta bukti rekaman lokasi.Kabar laporan Dinda menyebar cepat. Media mulai menyorot kasus pelecehan yang melibatkan nama keluarga pejabat. Didik mencoba menghubungi Dinda, tapi semua pesannya tak dibalas. Bahkan nomor ponselnya sudah diblokir.Di ruang kerja Pak Santo, suasana memanas."Dia sudah lapor polisi?" bentak Pak Santo.Didik mengangguk. "Dan media mulai mencium. Mereka tulis aku pelaku percobaan pemerkosaan.""Kita harus redam ini! Suruh orang-orang di dewan direksi, cari cara. Jangan sampai hubungan keluarga kita dengan PT Rekarsa kebongkar gara-gara kamu!"Sementara itu, Dinda kembali ke rumah dan mengemasi semua barang-barang yang mengingatkannya pada Didik. Foto, boneka hadiah, surat, semuanya masuk ke dalam kotak besar yang langsung ia buang."Aku nggak percaya pernah mencint

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   103-Aparat Korup

    Pagi itu, Ghenadie belum sempat menyesap kopinya ketika Panji muncul dengan wajah muram."Aku butuh bantuanmu, Nad," katanya lirih. "Tanahku... yang di timur laut taman bermain... ada yang klaim."Ghenadie menyandarkan tubuhnya di kursi. "Klaim bagaimana maksudmu?""Katanya itu sudah dijual. Padahal aku, bahkan ayahku, nggak pernah jual. Aku punya dokumen lengkap, termasuk surat dari tahun 1960. Diketahui kepala kampung dan Wedana."Mata Ghenadie menyipit. "Mereka pakai nama siapa buat klaim itu?""PT Rekarsa."Nama itu lagi.Mata Ghenadie langsung menangkap pola. Perusahaan cangkang itu disebut-sebut dalam laporan Panama. Didaftarkan atas nama samaran, digerakkan oleh bayangan-bayangan di balik politik dan properti."Aku harus lihat sendiri," katanya tegas.Dua jam kemudian, mereka sudah berdiri di depan pagar kawat berduri yang baru dipasang. Di baliknya, bangunan kecil mulai berdiri. Di tanah milik Panji."Siapa yang membangun ini?" tanya Panji pada pria tua yang berjaga."Ini proy

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   102-Taman Bermain yang Mati

    Tiga minggu setelah konferensi pers yang mengguncang media, Ghenadie mulai mencoba menjalani hidup normal. Tapi "normal" adalah ilusi yang rapuh.Pagi itu, ia sedang membaca laporan pemulihan keuangan perusahaan ketika sekretaris barunya mengetuk pintu."Pak, ada tamu bernama Panji. Katanya penting."Ghenadie mengerutkan kening. "Panji... suruh masuk."Seorang pria bertubuh sedang, wajahnya lelah tapi matanya masih tajam, masuk dan menjabat tangannya erat."Maaf datang tiba-tiba, Nad. Tapi aku tidak tahu harus ke siapa lagi.""Silakan duduk. Ada apa sebenarnya?"Panji menarik napas panjang. "Taman bermainku... kamu tahu yang di pinggir kota itu, seluas seratus hektar...""Yang kamu bangun dari nol itu? Apa kabar tempat itu?"Panji tersenyum pahit. "Itu dia masalahnya. Aku nggak sanggup lagi. Biaya operasional gila-gilaan. Investor mundur setelah dengar kasus Hendro. Padahal nggak ada hubungannya."Ghenadie menatapnya dalam. "Dan kamu datang ke sini karena...""Aku ingin menjualnya. Ke

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   101-Bersih

    Tiga minggu setelah Hendro ditangkap, Ghenadie menerima surat tak bertanda. Isinya hanya satu kalimat yang diketik rapi:“Mereka belum selesai denganmu.”Ia duduk diam di ruangannya, mengamati secarik kertas itu sambil mengetuk-ngetukkan jari ke meja. Surat ini tidak datang dari polisi. Tidak dari media. Tidak dari siapa pun yang bisa dia tebak.Seseorang memperingatkannya. Tapi siapa? Dan kenapa?Ketukan ringan di pintu membuyarkan pikirannya."Masuk."Dinda melangkah masuk, mengenakan blus putih dan celana kain abu-abu. Rambutnya dikuncir, wajahnya tegas, tapi ada keraguan di matanya."Pak, saya tahu ini mungkin bukan waktu yang tepat... tapi saya mau bicara soal Didik."Ghenadie mengangguk. "Duduklah."Dinda menarik napas, lalu berkata, "Saya sudah memutuskan untuk tidak kembali padanya. Dia... bukan orang yang saya pikir."Ghenadie tak langsung menjawab. Ia hanya memandangnya, mencoba membaca sesuatu di balik sorot mata itu."Kenapa kamu yakin sekarang?"Dinda menunduk. "Karena sa

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   100-Serangan Mendadak

    Dua hari kemudian, Ghenadie duduk sendirian di sebuah restoran tenang di bilangan Menteng. Ia baru saja selesai rapat internal. Lehernya pegal, pikirannya kusut.Dia butuh ruang.Pesanannya datang—steak medium rare dan jus lemon. Baru saja ia menyendokkan suapan pertama—“Wah, wah, wah... bos besar makan sendirian nih!”Ghenadie menoleh.Empat pria kekar berdiri di hadapannya. Salah satunya memakai hoodie hitam dengan lambang tengkorak. Tatapan mereka menantang.“Maaf, saya tidak kenal kalian,” kata Ghenadie tenang.“Kenalin, kami temannya Didik. Pacarnya Dinda,” kata pria berambut cepak. “Dan kamu... ngapain deket-deket cewek orang?”Ghenadie mengangkat alis. “Saya bosnya. Kami bekerja bersama. Itu saja.”“Kerja? Atau modus?”Tawa kasar mereka menggema. Pelayan mulai gelisah, tapi belum berani campur tangan.“Sudah. Kalau tidak ada urusan, silakan pergi.”Sebuah tamparan mendarat di wajah Ghenadie.Brak!“Jangan sok suci, lo!”Seketika meja terjungkal. Piring pecah. Ghenadie didorong

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   99-Jejak di Balik Cangkang

    Langit sore berwarna merah saga saat kerumunan berkumpul di lapangan utama perusahaan. Seekor ayam raksasa—hasil dari proyek genetik para insinyur gila itu—berdiri menjulang setinggi rumah, mengeluarkan suara rendah yang menggetarkan dada.Dan lalu, dengan dentuman besar, telur raksasa jatuh ke tanah, membuat tanah bergetar seperti gempa kecil."Ya ampun...," bisik Dinda, karyawan muda yang berdiri di samping Ghenadie.Ghenadie hanya menggelengkan kepala, matanya gelap menatap kekacauan yang baru saja dimulai."Ini gila," gumamnya. "Siapa yang menyetujui eksperimen ini tanpa sepengetahuan direksi?"Dinda menunduk, wajahnya pucat. "Sepertinya... para kepala divisi riset, Pak. Mereka... mereka dibujuk pihak ketiga. Ada banyak uang terlibat."Ghenadie mendesah dalam, menahan gejolak amarah."Aku ingin semua data riset, laporan keuangan, dan nama-nama yang terlibat. Sekarang juga."Dinda mengangguk cepat. "Baik, Pak."Malam itu, di ruang rapat utama, berkas-berkas menumpuk di atas meja pa

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   98-Langkah Baru, Luka Lama

    Malam itu, Ghenadie duduk di ruangannya, lampu temaram menyinari meja yang penuh berkas. Di sudut ruangan, Dinda menunggu sambil memegang laptop, ekspresinya gelisah."Ada perkembangan baru," kata Dinda perlahan.Ghenadie mengangguk, matanya menatap kosong ke layar komputer."Surya mengadakan pertemuan rahasia malam ini," lanjut Dinda. "Lokasinya di Gudang 7."Ghenadie mengangkat kepala. "Gudang 7? Bukankah itu sudah tidak aktif?""Itu yang kita pikir," gumam Dinda. "Tapi belakangan, ada pergerakan barang yang aneh. Saya dapat rekamannya dari CCTV."Ia memutar video di laptop. Di layar, terlihat sekelompok pria berpakaian kasual masuk ke gudang kosong sambil membawa tas besar."Surya ada di sana?" tanya Ghenadie cepat.Dinda mengangguk."Kurasa ini lebih besar dari sekadar korupsi kecil," kata Ghenadie perlahan, rasa dingin menjalari tengkuknya. "Mereka menyelundupkan sesuatu.""Kalau begitu, kita harus bertindak," ujar Dinda, matanya menyala semangat.Ghenadie berdiri, menarik jaketn

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status