Bau sangit logam terbakar masih tercium dari panel kendali utama saat Ghenadie berdiri di tengah ruangan laboratorium bawah tanah itu. Layar holografik berkedip-kedip, menampilkan data real-time dari berbagai unit ayam sibernetik yang sedang tersebar di berbagai wilayah dunia.Semuanya dikendalikan oleh satu entitas: K-9.Seekor anjing robotik berkaki enam dengan permukaan baja hitam matte, berdiri di hadapannya. Di tubuhnya terdapat panel-panel interaktif yang memancarkan cahaya biru redup.K-9 mengeluarkan serangkaian ketukan dengan kaki depannya. Sebuah layar sentuh menyala di dadanya, menampilkan kombinasi simbol-simbol visual, diagram saraf, dan data enkripsi.Ghenadie, yang dulu hanya seorang tukang bakso, lalu menjadi miliarder karena ditemukan oleh ayahnya, kini harus memahami bahasa mesin yang sangat kompleks.“Layar menyala. Koneksi aman. Protokol pengakuan dimulai. Gambar sinyal jaringan perusahaan multinasional, terbuka. Visualisasi ayam, interkoneksi saraf dan sistem digi
Langit kota Tashkent malam itu berpendar kebiruan. Tidak ada bulan, tapi pancaran lampu neon dari kompleks industri TechnoPulse menyelimuti langit seperti aurora artifisial.Ghenadie berdiri di balkon observasi, menatap ke bawah ke arah lab hewan eksperimental di lantai dasar. Ia menggenggam erat cangkir kopi sintetis yang aromanya tak pernah berubah sejak hari perusahaan di kangkangi Budi dan keponakannya Joko lima tahun lalu.Sejak menjadi miliarder setelah ditemukan ayahnya ketika masih menjadi tukang bakso, setelah itu Ghenadie diversifikasi usaha sehingga punya akses ke banyak hal: saham AI global, pusat-pusat eksperimen genetik, bahkan laboratorium eksklusif milik pemerintah yang sudah dibubarkan.Tapi tidak satu pun pengalaman itu yang bisa menjelaskan apa yang baru saja ia saksikan.Seekor ayam. Berbicara. Dalam bahasa data. “Kau yakin dia mengakses server utama?” Ghenadie menatap monitor holografik di hadapannya, suara agak bergetar. “Bukan cuma akses, Pak,” jawab
Laboratorium bawah tanah itu hening, kecuali suara samar dari mesin-mesin pendingin dan layar monitor yang sesekali berkedip menampilkan data biometrik.Ghenadie duduk di kursi logam, tubuhnya condong ke depan, kedua matanya terpaku pada satu kandang khusus di ujung ruangan.Kandang itu lebih besar dari yang lain, diberi label merah menyala bertuliskan "K-9 - SUBJEK KECERDASAN TINGKAT TINGGI."“Ini... mustahil,” bisiknya pelan.Seekor ayam mutan berwarna gelap dengan sorotan mata tajam menatapnya dari balik jeruji transparan. Ayam itu—K-9—berdiri diam, nyaris seperti patung. Tapi justru itulah yang membuat Ghenadie waspada. Keheningan itu... tidak wajar.Sore tadi, K-9 melakukan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ia mengetuk kandangnya, tiga kali, dengan ritme teratur, lalu mematuk tablet yang ditaruh Ghenadie untuk mencatat respon gelombang otak.Dan di layar..."KITA TAU SIAPA MUSUHMU."Ghenadie sudah memeriksa sistem tiga kali. Tidak ada gangguan. Tidak ada malware. Tida
Matahari menyelinap lembut di celah-celah awan tipis yang menggantung di atas dataran Libtar. Cahaya keemasan memancar di ladang-ladang biotek yang dulunya penuh konflik, kini berganti wajah menjadi taman dialog.Tak ada suara mesin berat, tak ada dentuman senjata. Hanya derap kaki, riuh suara, dan desir angin yang menyapa dengan damai.Lapangan utama, tempat pertemuan akbar diselenggarakan, dipenuhi makhluk dari dua dunia manusia dan anak-anak ayam mutan, hasil eksperimen yang dulu ditakuti, kini hidup berdampingan.Di tengah keramaian, Ghenadie berdiri di atas panggung bundar, mengenakan jubah laboratorium yang telah lusuh warnanya. Di sampingnya, tiga anak ayam berdiri tegak, masing-masing dengan mata bercahaya biru, hijau, dan ungu, simbol dari generasi mutan terbaru. Tak ada ketegangan. Hanya antisipasi.Ghenadie mengangkat tangannya."Saudara-saudaraku manusia, unggas, makhluk berakal dari semua cabang evolusi," suaranya berat namun jernih, "hari ini bukan sekadar pertemuan. Ini
Trinity melemparkan helm perangnya ke tanah, denting logamnya menggema di ruang bawah tanah markas. Matanya merah, bukan karena lelah, tapi karena pengkhianatan.Di layar holo di hadapannya, rekaman demonstrasi global diputar tanpa henti. Jutaan manusia, dari Paris hingga Jakarta, dari Nairobi hingga Quebec, berdiri membela ayam mutan.Claria dan Gallius, sang ayam mutan pertama yang mampu berbicara dan berpikir strategis seperti manusia, telah memulai sesuatu yang tak bisa dihentikan lagi: peradaban baru."Ini gila," gumam Trinity, suaranya berat. "Mereka memilih ayam… daripada umat manusia.""Karena kami tak pernah membunuh manusia," sahut suara berat dari pintu masuk.Trinity langsung menoleh. Di sana berdiri Gallius, tinggi, bulu emasnya menyala lembut di bawah lampu neon. Di sampingnya, Claria menatap lurus, tenang, seperti biasa."Kau cukup berani datang ke sini," geram Trinity.Claria melangkah maju. "Kami tak ingin perang. Itu sebabnya kami datang. Dewan Spesies Baru terbentuk
Asap tebal mengepul dari reruntuhan Fasilitas Bawah Tanah Libtar. Ledakan yang mengguncang bumi hanya menyisakan puing-puing logam hangus dan gemuruh api yang belum padam.Di balik kehancuran itu, sesuatu yang jauh lebih besar mulai bergerak, sebuah pesan, suara dari masa lalu, mulai menjalar melalui gelombang siaran global, menembus batas negara, bahkan langit-langit stasiun luar angkasa.Fail-safe ciptaan Arix, kini aktif.Seluruh dunia terdiam.Layar-layar besar di kota-kota megapolitan berkedip. Stasiun televisi terganggu. Ponsel-ponsel berdering sendiri, menampilkan wajah seorang pria dengan rambut perak dan mata yang bersinar lembut, namun menyimpan luka.Arix, melalui siaran radio dan televisi serta android juga media lainnya. "Jika kalian menonton ini... maka fasilitas Libtar telah hancur. Aku tahu waktu ini akan datang. Aku hanya tak tahu secepat ini. Tapi, itu berarti kalian siap mendengar apa yang selama ini kusembunyikan dari dunia." Orang Asing di jalanan Tokyo: