Lanjutan dari Bab 127 novel "Tukang Bakso Jadi Miliarder"Laboratorium bawah tanah itu sunyi, hanya diselingi bunyi listrik statis dan gemuruh sistem plasma yang menyala dari balik dinding.Ghenadie berdiri di tengah ruangan, sorotan lampu biru dari panel kontrol menari di wajahnya yang dingin dan penuh luka masa lalu. Di depannya, K-9 menampilkan sebuah peta holografis raksasa—titik-titik merah mencolok di berbagai belahan dunia muncul perlahan, menyala seperti bara dendam yang tak pernah padam. “Target teridentifikasi. Tiga entitas utama bertanggung jawab atas kejatuhan finansial dan reputasi Anda lima tahun lalu: Daehan AgroCore di Seoul, Shalit Robotics dari Tel Aviv, dan grup bisnis BalkanTech yang pernah menjadi mitra Anda,” kata K-9.Dada Ghenadie bergemuruh. Di layar, nama-nama itu memercikkan kembali kenangan kelam. Beberapa tahun lalu, ia menciptakan "MycoGrow", mikroorganisme revolusioner untuk pertanian masa depan.Tapi bukan penghargaan yang ia terima. Ketiga entitas itu
Jakarta, Tahun 2079Tidak ada yang menyangka bahwa seorang mantan tukang bakso dari pinggiran Depok akan mengguncang dunia.Ghenadie, nama yang dulunya hanya terukir di gerobak bakso sederhana, kini menjadi tokoh paling berpengaruh dalam bidang bioteknologi global. Kekayaannya menyaingi konglomerat lawas, dan pengaruhnya telah menyusup ke dalam ruang-ruang strategis pemerintahan, militer, bahkan sektor perbankan dunia.Namun, malam itu, di markas rahasia NEXALINK Corp, salah satu perusahaan teknologi mutakhir miliknya, Ghenadie hanya bisa berdiri terpaku di hadapan layar holografik yang menampilkan ayam.Seekor ayam. Tapi bukan sembarang ayam.Ayam itu tampak tenang, dengan bulu putih mengilap seperti sintetis. Namun di balik tengkoraknya tertanam sesuatu yang lebih kompleks daripada otak manusia biasa.AI-biologis hybrid. Kecerdasan yang dikembangkan dari teknologi gabungan tiga negara: Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, proyek rahasia bernama Trinexus yang seharusnya hanya eksperi
“Aku tidak percaya ini,” gumam Ghenadie pelan, menyaksikan layar hologram di hadapannya berpendar dengan ribuan data dari sistem perusahaan Yamahira Corp—raksasa teknologi Johpang yang dulu menjatuhkan Ghenadie secara kejam lewat manipulasi saham. Di tengah ruang komando yang penuh perangkat futuristik, berdiri Ghenadie dengan setelan hitam khasnya. Di sampingnya, seekor ayam mutan putih metalik—dikenal sebagai K-9—berdiri tegak dengan matanya menyala biru, seperti makhluk sibernetik dari masa depan. “Ini bukan sihir,” ujar Ghenadie tanpa menoleh. “Ini pembalasan yang telah dirancang dengan presisi.” K-9 mengepakkan sayapnya yang sudah mengalami rekayasa genetik. Dengan satu anggukan dari Ghenadie, ia mencondongkan tubuh dan cakarnya menyentuh panel transparan. Data bergulung cepat. Alarm keamanan virtual berbunyi nyaring dari markas Yamahira Corp, tetapi percuma. Dalam waktu kurang dari 45 detik, satu server utama lumpuh, dan sistem keuangan mereka tersedot ke dalam labirin e
Bau sangit logam terbakar masih tercium dari panel kendali utama saat Ghenadie berdiri di tengah ruangan laboratorium bawah tanah itu. Layar holografik berkedip-kedip, menampilkan data real-time dari berbagai unit ayam sibernetik yang sedang tersebar di berbagai wilayah dunia.Semuanya dikendalikan oleh satu entitas: K-9.Seekor anjing robotik berkaki enam dengan permukaan baja hitam matte, berdiri di hadapannya. Di tubuhnya terdapat panel-panel interaktif yang memancarkan cahaya biru redup.K-9 mengeluarkan serangkaian ketukan dengan kaki depannya. Sebuah layar sentuh menyala di dadanya, menampilkan kombinasi simbol-simbol visual, diagram saraf, dan data enkripsi.Ghenadie, yang dulu hanya seorang tukang bakso, lalu menjadi miliarder karena ditemukan oleh ayahnya, kini harus memahami bahasa mesin yang sangat kompleks.“Layar menyala. Koneksi aman. Protokol pengakuan dimulai. Gambar sinyal jaringan perusahaan multinasional, terbuka. Visualisasi ayam, interkoneksi saraf dan sistem digi
Langit kota Tashkent malam itu berpendar kebiruan. Tidak ada bulan, tapi pancaran lampu neon dari kompleks industri TechnoPulse menyelimuti langit seperti aurora artifisial.Ghenadie berdiri di balkon observasi, menatap ke bawah ke arah lab hewan eksperimental di lantai dasar. Ia menggenggam erat cangkir kopi sintetis yang aromanya tak pernah berubah sejak hari perusahaan di kangkangi Budi dan keponakannya Joko lima tahun lalu.Sejak menjadi miliarder setelah ditemukan ayahnya ketika masih menjadi tukang bakso, setelah itu Ghenadie diversifikasi usaha sehingga punya akses ke banyak hal: saham AI global, pusat-pusat eksperimen genetik, bahkan laboratorium eksklusif milik pemerintah yang sudah dibubarkan.Tapi tidak satu pun pengalaman itu yang bisa menjelaskan apa yang baru saja ia saksikan.Seekor ayam. Berbicara. Dalam bahasa data. “Kau yakin dia mengakses server utama?” Ghenadie menatap monitor holografik di hadapannya, suara agak bergetar. “Bukan cuma akses, Pak,” jawab
Laboratorium bawah tanah itu hening, kecuali suara samar dari mesin-mesin pendingin dan layar monitor yang sesekali berkedip menampilkan data biometrik.Ghenadie duduk di kursi logam, tubuhnya condong ke depan, kedua matanya terpaku pada satu kandang khusus di ujung ruangan.Kandang itu lebih besar dari yang lain, diberi label merah menyala bertuliskan "K-9 - SUBJEK KECERDASAN TINGKAT TINGGI."“Ini... mustahil,” bisiknya pelan.Seekor ayam mutan berwarna gelap dengan sorotan mata tajam menatapnya dari balik jeruji transparan. Ayam itu—K-9—berdiri diam, nyaris seperti patung. Tapi justru itulah yang membuat Ghenadie waspada. Keheningan itu... tidak wajar.Sore tadi, K-9 melakukan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ia mengetuk kandangnya, tiga kali, dengan ritme teratur, lalu mematuk tablet yang ditaruh Ghenadie untuk mencatat respon gelombang otak.Dan di layar..."KITA TAU SIAPA MUSUHMU."Ghenadie sudah memeriksa sistem tiga kali. Tidak ada gangguan. Tidak ada malware. Tida