Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya

Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya

last updateLast Updated : 2025-05-08
By:  Romero UnUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
7Chapters
10views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Dinyatakan bangkrut, orang tua Maxmillian Tandjaya menghilang 3 tahun lalu. Sejak itu, Max harus bekerja serabutan demi melanjutkan kuliah. Di kampus, Max diperlakukan seperti pria bayaran untuk mengerjakan segalanya. Bahkan wanita yang sudah 4 tahun dipacari, meninggalkannya demi pria lain yang lebih kaya. Namun suatu hari, ia mendapat undangan tak terduga. Mengubah hidupnya 180 derajat dan membawanya ke puncak kejayaan. Pembalasan Max pada mereka yang pernah menindasnya pun dimulai! *** Find me on IG: @un_romero_b

View More

Chapter 1

Bab 1. Pacar Tak Perlu Undangan

“Max! Tangkap!”

Sprei putih terbang menuju wajah pria berambut hitam legam bergaya spike. 

Maxmillian Tandjaya. Mahasiswa semester 4 jurusan bisnis, Universitas paling bergengsi di Jayakarta bagian Utara. Universitas Lentera Harapan.

Hanya orang-orang kelebihan uang, sanggup menyekolahkan anaknya di kampus tersebut. Jauh berbeda dengan kondisi Max saat ini.

Cukup banyak yang tahu betapa kaya keluarga Tandjaya. 

Namun, ketika Max berusia 17 tahun, orang tuanya tiba-tiba menghilang. Bisnis tambang batu bara mereka ditutup karena dianggap menyalahi aturan. Seketika dunianya runtuh.

Max beruntung. Ia berhasil diterima di kampus mentereng itu hanya dengan nilai rapor SMA-nya. Max tergolong anak dengan kepandaian di atas rata-rata.

Tetap saja, ia masih harus membayar uang kuliah setiap semester. Karena itu, ia bekerja di mana dan apa saja, asal menghasilkan uang. Seperti yang sedang ia kerjakan saat ini. 

Mencucikan baju atau apapun milik mahasiswa lain. Dengan bayaran sepadan.

“Giliran cucianku!” Si pelempar sprei tadi kembali berteriak. Diiringi tawa cekikikan dari beberapa mahasiswa yang ada di sana.

Hampir pukul 11 siang dan Max masih sibuk di ruang laundry asrama kampus, dengan tumpukan cucian mereka yang membayarnya.

Dengan tawa mengejek, 2 mahasiswa yang sepertinya dekat dengan laki-laki gemuk pemilik sprei itu menambahkan, “Boxer nggak sekalian, Bro?”

“Ah … aku nggak setega itu lah sama Max.” Si gempal bersuara penuh sindiran, membuat hati Max sedikit was-was. 

“Boxerku lengket parah!” teriaknya seru. “Bekas semalam! Hahaha!”

Max langsung membuang sprei itu ke lantai dan meraba pelan pipinya. Ia terlihat murka ketika ujung jarinya menemukan cairan lengket menempel di sana. Pasti kena saat sprei menjijikkan tadi dilempar ke wajahnya.

‘Brengsek!’ 

Segera ia membuka keran air dan mencuci wajahnya sembarangan. Sampai-sampai bajunya sendiri basah.

"Bajingan sial!" teriak Max, tertahan. 

Kepala Max tetap menunduk. Tapi, lirikan mata yang tertutup rambut itu seolah menghujamkan pisau tajam ke arah si pelaku.  

Ha! Ha! Ha!

Semua orang yang ada di ruang laundry pun tergelak melihat tingkah Max yang menurut mereka lucu dan konyol. 

“Tenang, Max! Ku-transfer Rp 500 ribu, buat cuciin sprei itu.”

Max mengepalkan tangan kuat-kuat, menahan diri untuk tidak mengamuk. 

Yang lain menambahkan, “Keluargamu sudah bangkrut, Max! Bersyukurlah masih dikasih Rp 500 ribu! Deal nggak?!”

Max sadar hal itu. Bagaimanapun juga, itu adalah tawaran terbaik. 

Rp 500 ribu untuk mencucikan sprei yang ternoda cairan si pemilik.

“Yeah!” Max melepaskan kepalan tangannya. Menenangkan diri. 

Ketiga mahasiswa yang menjahili Max saling pandang. Mereka berharap Max sedikit mengamuk dan menjadi alasan untuk menghajar Max. 

Reaksi Max yang datar, membuat mereka bosan.

“Cih! Cuci yang bersih, Max si kacung!” 

“Jangan lupa kerjakan tugasku, Bro! Setelah libur mau dikumpulin.”

Mereka melewati Max satu per satu, memberi tepukan mengejek di bahunya. Max hanya diam mematung. Menahan amarah dan ego.

Sekitar pukul 12 siang, Max kembali ke kamarnya. 

Ketika hendak membuka pintu, Max mendengar nama kekasihnya disebut-sebut oleh ketiga temannya di dalam kamar.

“Kau dapat undangan ulang tahun Tiara?” 

Max yakin, itu suara Paul. 

“Yeah. Tapi kenapa Max nggak dapet ya?”

Max tidak kaget mendengarnya. Ia memang tidak pernah mendapatkan undangan ulang tahun. 

Max mendengus geli karena orang lain mempermasalahkannya. "Undangan?! Buat apa?! Aku kan pacarnya!"

“Kudengar Darren sudah mengirim banyak hadiah ke rumah Tiara.” 

Temannya masih saja berbincang. Tak tahu kalau Max mendengarkan dari luar kamar.

“Lebih parah lagi, ada yang bilang kalau dia mau melamar Tiara. Katanya, Tiara udah putus dari Max.”

“Bisa jadi karena Max udah nggak kaya lagi.”

Mendengar hal itu, Max teringat pertemuannya dengan Tiara. Pertama kali mereka berpacaran, setelah masa orientasi SMA selesai. 

Max siswa baru. Sementara Tiara, kakak kelas yang menjadi panitia ospek. Mereka dikenal sebagai pasangan yang paling manis satu sekolahan.

Bahkan setelah keluarga Tandjaya bangkrut, Tiara tetap bertahan menjadi kekasih Max. Tidak ada yang berubah.

Bahkan menurut Max, mungkin dia lah yang berubah. Waktu yang biasa dihabiskan untuk Tiara mulai berkurang. Karena kerja paruh waktu di sana-sini demi menunjang kehidupannya. 

Uang yang dulu mudah sekali ia keluarkan untuk semua keinginan Tiara, kini berkurang. Max hanya bisa mengajak Tiara kencan makan mewah 1 kali dalam sebulan.  

“Guys, sebenarnya tadi pagi Tia—”

Cklak!

Max memutuskan untuk masuk, menghentikan percakapan mereka. 

Panik, mereka langsung menyembunyikan tangan di belakang badan.

Dahi Max berkerut heran. “Kenapa?” Ia masuk hanya untuk berganti pakaian. 

Pria berambut belah tengah bernama Tara meringis canggung. “Ehm … nggak! Nggak ada apa-apa, Max. Kau sudah makan?”

Max menggeleng. “Aku makan di acara ulang tahun Tiara saja nanti.”

“Kau mau ke sana?!” tanya mereka. “Kau nggak punya undangan, Max!”

“Aku pacarnya.” Senyum Max penuh kebanggaan. “Aku nggak butuh undangan”

“Sebaiknya kau jangan gegabah!"

Max mengembuskan napas panjang, lelah meyakinkan ketiga temannya itu bahwa ia memang tak perlu undangan. 

“Aku nggak gegabah, Paul. Aku punya hak untuk datang ke pesta Tiara.”

“Tapi katanya anak donatur utama kampus kita mau ngelamar Tiara, Max!”

Max menghempas napasnya, kesal. “Mau anak donatur atau anak presiden, Tiara nggak mungkin berpaling. Dia sudah bertahan bahkan setelah aku nggak punya apa-apa.”

Paul terlihat panik. “Max, sebenarnya tadi—”

“Stop, guys!” sentak Max mulai kesal. “Setelah kerja, aku akan ke tempat Tiara.”

Tanpa menoleh lagi, Max segera keluar dari kamarnya.

“Max! Tunggu!”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Dewiluna
Gak sabar nunggu lanjutannya
2025-05-15 19:44:40
0
user avatar
Zoya Dmitrovka
Mantap, Kak Author. cepat update ya
2025-05-15 18:35:33
2
7 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status