Dinyatakan bangkrut, orang tua Maxmillian Tandjaya menghilang 3 tahun lalu. Sejak itu, Max harus bekerja serabutan demi melanjutkan kuliah. Di kampus, Max diperlakukan seperti pria bayaran untuk mengerjakan segalanya. Bahkan wanita yang sudah 4 tahun dipacari, meninggalkannya demi pria lain yang lebih kaya. Namun suatu hari, ia mendapat undangan tak terduga. Mengubah hidupnya 180 derajat dan membawanya ke puncak kejayaan. Pembalasan Max pada mereka yang pernah menindasnya pun dimulai! *** Find me on IG: @un_romero_b
View More“Max! Tangkap!”
Sprei putih terbang menuju wajah pria berambut hitam legam bergaya spike.
Maxmillian Tandjaya. Mahasiswa semester 4 jurusan bisnis, Universitas paling bergengsi di Jayakarta bagian Utara. Universitas Lentera Harapan.
Hanya orang-orang kelebihan uang, sanggup menyekolahkan anaknya di kampus tersebut. Jauh berbeda dengan kondisi Max saat ini.
Cukup banyak yang tahu betapa kaya keluarga Tandjaya.
Namun, ketika Max berusia 17 tahun, orang tuanya tiba-tiba menghilang. Bisnis tambang batu bara mereka ditutup karena dianggap menyalahi aturan. Seketika dunianya runtuh.
Max beruntung. Ia berhasil diterima di kampus mentereng itu hanya dengan nilai rapor SMA-nya. Max tergolong anak dengan kepandaian di atas rata-rata.
Tetap saja, ia masih harus membayar uang kuliah setiap semester. Karena itu, ia bekerja di mana dan apa saja, asal menghasilkan uang. Seperti yang sedang ia kerjakan saat ini.
Mencucikan baju atau apapun milik mahasiswa lain. Dengan bayaran sepadan.
“Giliran cucianku!” Si pelempar sprei tadi kembali berteriak. Diiringi tawa cekikikan dari beberapa mahasiswa yang ada di sana.
Hampir pukul 11 siang dan Max masih sibuk di ruang laundry asrama kampus, dengan tumpukan cucian mereka yang membayarnya.
Dengan tawa mengejek, 2 mahasiswa yang sepertinya dekat dengan laki-laki gemuk pemilik sprei itu menambahkan, “Boxer nggak sekalian, Bro?”
“Ah … aku nggak setega itu lah sama Max.” Si gempal bersuara penuh sindiran, membuat hati Max sedikit was-was.
“Boxerku lengket parah!” teriaknya seru. “Bekas semalam! Hahaha!”
Max langsung membuang sprei itu ke lantai dan meraba pelan pipinya. Ia terlihat murka ketika ujung jarinya menemukan cairan lengket menempel di sana. Pasti kena saat sprei menjijikkan tadi dilempar ke wajahnya.
‘Brengsek!’
Segera ia membuka keran air dan mencuci wajahnya sembarangan. Sampai-sampai bajunya sendiri basah.
"Bajingan sial!" teriak Max, tertahan.
Kepala Max tetap menunduk. Tapi, lirikan mata yang tertutup rambut itu seolah menghujamkan pisau tajam ke arah si pelaku.
Ha! Ha! Ha!
Semua orang yang ada di ruang laundry pun tergelak melihat tingkah Max yang menurut mereka lucu dan konyol.
“Tenang, Max! Ku-transfer Rp 500 ribu, buat cuciin sprei itu.”
Max mengepalkan tangan kuat-kuat, menahan diri untuk tidak mengamuk.
Yang lain menambahkan, “Keluargamu sudah bangkrut, Max! Bersyukurlah masih dikasih Rp 500 ribu! Deal nggak?!”
Max sadar hal itu. Bagaimanapun juga, itu adalah tawaran terbaik.
Rp 500 ribu untuk mencucikan sprei yang ternoda cairan si pemilik.
“Yeah!” Max melepaskan kepalan tangannya. Menenangkan diri.
Ketiga mahasiswa yang menjahili Max saling pandang. Mereka berharap Max sedikit mengamuk dan menjadi alasan untuk menghajar Max.
Reaksi Max yang datar, membuat mereka bosan.
“Cih! Cuci yang bersih, Max si kacung!”
“Jangan lupa kerjakan tugasku, Bro! Setelah libur mau dikumpulin.”
Mereka melewati Max satu per satu, memberi tepukan mengejek di bahunya. Max hanya diam mematung. Menahan amarah dan ego.
Sekitar pukul 12 siang, Max kembali ke kamarnya.
Ketika hendak membuka pintu, Max mendengar nama kekasihnya disebut-sebut oleh ketiga temannya di dalam kamar.
“Kau dapat undangan ulang tahun Tiara?”
Max yakin, itu suara Paul.
“Yeah. Tapi kenapa Max nggak dapet ya?”
Max tidak kaget mendengarnya. Ia memang tidak pernah mendapatkan undangan ulang tahun.
Max mendengus geli karena orang lain mempermasalahkannya. "Undangan?! Buat apa?! Aku kan pacarnya!"
“Kudengar Darren sudah mengirim banyak hadiah ke rumah Tiara.”
Temannya masih saja berbincang. Tak tahu kalau Max mendengarkan dari luar kamar.
“Lebih parah lagi, ada yang bilang kalau dia mau melamar Tiara. Katanya, Tiara udah putus dari Max.”
“Bisa jadi karena Max udah nggak kaya lagi.”
Mendengar hal itu, Max teringat pertemuannya dengan Tiara. Pertama kali mereka berpacaran, setelah masa orientasi SMA selesai.
Max siswa baru. Sementara Tiara, kakak kelas yang menjadi panitia ospek. Mereka dikenal sebagai pasangan yang paling manis satu sekolahan.
Bahkan setelah keluarga Tandjaya bangkrut, Tiara tetap bertahan menjadi kekasih Max. Tidak ada yang berubah.
Bahkan menurut Max, mungkin dia lah yang berubah. Waktu yang biasa dihabiskan untuk Tiara mulai berkurang. Karena kerja paruh waktu di sana-sini demi menunjang kehidupannya.
Uang yang dulu mudah sekali ia keluarkan untuk semua keinginan Tiara, kini berkurang. Max hanya bisa mengajak Tiara kencan makan mewah 1 kali dalam sebulan.
“Guys, sebenarnya tadi pagi Tia—”
Cklak!
Max memutuskan untuk masuk, menghentikan percakapan mereka.
Panik, mereka langsung menyembunyikan tangan di belakang badan.
Dahi Max berkerut heran. “Kenapa?” Ia masuk hanya untuk berganti pakaian.
Pria berambut belah tengah bernama Tara meringis canggung. “Ehm … nggak! Nggak ada apa-apa, Max. Kau sudah makan?”
Max menggeleng. “Aku makan di acara ulang tahun Tiara saja nanti.”
“Kau mau ke sana?!” tanya mereka. “Kau nggak punya undangan, Max!”
“Aku pacarnya.” Senyum Max penuh kebanggaan. “Aku nggak butuh undangan”
“Sebaiknya kau jangan gegabah!"
Max mengembuskan napas panjang, lelah meyakinkan ketiga temannya itu bahwa ia memang tak perlu undangan.
“Aku nggak gegabah, Paul. Aku punya hak untuk datang ke pesta Tiara.”
“Tapi katanya anak donatur utama kampus kita mau ngelamar Tiara, Max!”
Max menghempas napasnya, kesal. “Mau anak donatur atau anak presiden, Tiara nggak mungkin berpaling. Dia sudah bertahan bahkan setelah aku nggak punya apa-apa.”
Paul terlihat panik. “Max, sebenarnya tadi—”
“Stop, guys!” sentak Max mulai kesal. “Setelah kerja, aku akan ke tempat Tiara.”
Tanpa menoleh lagi, Max segera keluar dari kamarnya.
“Max! Tunggu!”
Cerita dari acara peluncuran produk baru hari itu tersebar di seluruh gedung ElectroLouvz. Ternyata hal ini mengundang kartu ucapan terima kasih dari banyak pegawai. Bahkan para direksi yang Max kira selalu loyal pada Themis, mulai buka suara. Mereka juga tertekan dengan Jenio yang selalu mendapatkan dukungan untuk melakukan hal-hal tak baik di perusahaan.“Katanya, kalau bukan karena Anda, Bos, mereka pasti masih pusing menghadapi Jenio dan Themis dengan tuntutan-tuntutan anehnya.” Lucas melaporkan semua pujian yang membanjiri ruang kerjanya sehari setelah acara. Max terlihat keheranan. Pasalnya, ia tidak melakukan apa-apa, selain memberi panggung agar publik yang menilai.“Memangnya seberapa berkuasanya Jenio?” tanya Max penasaran. Namun, Lucas menggeleng. “Dia kuat di lidah aja, Bos. Pasti terus-terusan jilat Tuan muda Themis.”Mendengar itu MAx tergelak sambil menggelengkan kepalanya. Ia tidak tahu ada manusia penjilat dan disebut kuat lidah. Bayangan Max, sebutan itu hanya un
Max melirik Themis sesaat, lalu manik matanya berpindah ke arah Aloysius. Pria itu terlihat frustasi dan hanya bisa mengepalkan dua tangannya di atas pangkuan. “Ehem!” Max terbatuk. Berpikir untuk menarik perhatian Aloysius, untuk setidaknya maju membantu penjelasan Themis.Namun, Themis yang panik langsung memutuskan. “Ki–kita bisa panggilkan tim yang mengurus programming-nya!”Sayangnya, ucapan itu membuat para tamu mulai meragukan ucapan Themis. “Berarti program ini bukan buatan Anda?”TIba-tiba Aloysius berdiri. “Biar saya jelaskan.”Max tersenyum. Aloysius bisa saja membiarkan Themis dipermalukan di depan umum, tetapi sepertinya ia tidak berniat demikian.Tanpa menyinggung siapa yang sebenarnya memiliki ide, Aloysius menjelaskan dengan lancar dan sepenuh hati.Themis tidak tahu, bahwa robot yang disiapkan adalah tipe Zero, di mana robot tersebut akan disetting sesuai permintaan pemesan. “Ada banyak tipe yang sudah dimasukkan modul lengkap dan Anda bisa menambahkan modul lain ya
“Ada kendala?” tanya Max.Sang CEO baru saja tiba di gedung khusus peluncuran produk baru yang dimiliki oleh ElectroLouvz.Hari ini adalah hari robot rumah tangga akan diperkenalkan ke khalayak umum. Tidak hanya satu jenis robot, tetapi berbagai peralatan berbasis robot pun akan hadir memeriahkan acara.“Tidak ada, Pak.” Salah satu staf tim penyelenggara yang didatangi Max menjawab penuh percaya diri. “Semua berjalan sesuai jadwal.”“Mm! Tolong cek lagi isi cue card buat MC. Apa sudah sesuai dengan revisi terakhir dari saya.”Staf tersebut mengangguk mantap. Ia segera menuju ruang persiapan MC untuk menjalankan misi dari sang atasan.Sementara itu, Max kembali ke ruang tunggu yang khusus disediakan untuk CEO.Tidak bisa dipungkiri, ada rasa was-was dalam hatinya. Walau ia sudah terlalu mahir menyimpan rapat-rapat perasaan negatif seperti itu, sehingga tidak terlihat di wajahnya.“Kau gugup.” Bebby yang sudah sejak tadi menunggu di sana, tersenyum melihat raut wajah tenang yang menutup
Dua minggu berlalu sejak keluarga Max berkumpul lengkap. Termasuk Demitri dan Lian.Bahkan Henry kembali sehat setelah berobat di negara Singgapur.Max kini tengah fokus pada rencana peluncuran produk baru dari perusahaan ElectroLouvz. Mereka sudah 99 persen menyelesaikan proyek tersebut.Robot rumah tangga pertama di Djayakarta.Mereka tengah mengadakan rapat di salah satu ruangan di gedung Louvz Tech. Lucas hadir bersama dengan rekan direksi terkait.“Sisanya tinggal mengecek kesiapan venue dan perintilannya, Bos.” Lucas mengakhiri laporannya. Max mengangguk. Wajahnya terlihat puas. Ia juga tak sabar menantikan acara besar itu.Namun, ada sedikit hal yang mengganjal dalam pikiran Max. Dan mau tak mau, ia melemparkan sebuah pancingan untuk mengetahui apa yang membuatnya merasa tak nyaman.“Apakah ada ide sumbangan dari Themis atau tetua Armyn soal robot ini?” tanya Max berhati-hati.Max menambahkan maksud pertanyaannya itu. “Kalau ada, aku akan memberi mereka tempat di depan dan men
“Sudahlah Arien, My Dear. Lihat, Max serasi sama Lian!”Mozart merangkul erat tubuh istrinya, sementara mereka menyambut kepulangan Max yang berhasil menemukan dan membawa LIan kembali bersama.Bahkan tanpa Arienna perlu memberitahu di mana Lian berada, Max bisa menemukannya. Ia tak punya alasan lagi untuk menyembunyikan keberadaan putra kedua mereka. “Mama!” seru Lian ketika netra bulat itu menangkap keberadaan orang tuanya. “Kakak datang!”Arienna memeluk Lian. Berurai air matanya, ketika ia hanya bisa mengangguk, merespon ucapan bahagia anak bungsunya itu.Max tersenyum puas melihat semua anggota keluarganya lengkap di depan mata. ***Secepat angin bertiup, keberadaan Lian pun terdengar oleh Henry. Pria tua yang baru saja dinyatakan pulih sementara dari anfal-nya, hampir saja kena serangan jantung susulan. Ia terlalu bahagia memiliki cucu lain.Minggu pagi ini, tetua yang terpilih sebagai kepala keluarga Lou—di samping tubuhnya yang lemah, berkunjung ke rumah Max dengan senyum le
“Tuan muda, apa Anda yakin, bisa melindungi adik Anda?”Landy yang menemani Max di mobil, terlihat khawatir. Namun, Max justru bersemangat. “Kalau Grandpa mau memisahkan kami, aku akan mundur dari keluarga Lou. Persetan dengan mereka! Aku sudah pernah menggelandang, aku bisa menggelandang!”Landy memijat pelipisnya yang mulai pening, menghadapi kekerasan hati Max. Ia jadi mengakui kebenaran peribahasa yang mengatakan kalau buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Tidak hanya Henry, Arienna dan kini Max. Ketiga orang itu sangat keras hati dan keras kepala kalau sudah menyangkut prinsip hidup.Menimbang ucapan Max, Landy mengakui ada kemungkinan Henry tidak akan terlalu memaksakan budaya keluarga Lou itu lagi, kalau Max sampai berniat keluar. Kehadiran Max sudah mengubah banyak hal di dalam keluarga Lou. Tidak hanya berkemampuan khusus untuk menjadi CEO di usia muda, Max juga sudah berani menelanjangi tindak kejahatan. Baik di dalam keluarga Lou, mau pun di sekitarnya. “Semisal, Grandpa t
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments