Share

Hidup tak adil! - 9

Aku menangis sejadi-jadinya di mobil, sambil menuju entah kemana aku ini. kuinjak gas kencang, kalut sekali rasanya. Kutarik napas panjang berkali-berkali sambil berusaha menenangkan diriku. Aku berhenti di pinggir jalan dan ku telepon mama,

"mam, aku gak bisa balik ke apartemen, mobilku mogok. Lagi dibawa ke bengkel sekarang. Mama pulang aja yah.. kunci aja pake kuncinya mama, aku udah bawa kunci. Maafin aku mam." Tidak lama masuk notifikasi sms ku masuk dari mama,

"ok, mama paham.. mama bilang dia kamu bakal lama jadi gak usah ditunggu yah. Hati-hati nak.. kabarin mama kalo kamu udah pulang ya.."

mamaku ini sebanarnya satu-satunya orang yang paling bisa paham hati anaknya. Dia tau aku pasti kaget dan sakit hati banget dengar dan ngadepin semuanya ini.

malam ini aku tidur di hotel. Pikiranku kacau. Berkali-kali aku menyebut nama Tuhan. Kenapa aku dikasih di situasi ini, kenapa juga dia yang harus jadi calon pengantin pria yang tidak pernah muncul itu. Kenapa juga harus bu bos yang jadi calon istrinya, apa lebihnya bu bos dibandingkan aku? Aku gak punya jabatan setinggi bu bos? Kok gak adil aja rasanya buatku. Banyak pertanyaan kenapa ini kenapa itu di kepalaku. Penuh sekali rasanya kepalaku. Aaaarrghhhh ingin rasanya aku berteriak kencang sekali.

Keesokan harinya aku ijin sakit. Masih belum siap rasanya aku ngantor, melihat muka bu bos yang merupakan calon istri mantan tunanganku. Melihat kegembiraannya. Mendengar celotehannya. Membayangkan kembali gimana pas bu bos kasih tau aku tentang dia dilamar. Apakah momennya sama dengan saat dia melamarku dulu? Apakah perasaan bu bos sama dengan perasaan yang aku rasain waktu itu? Seketika aku muntah lagi.

Telepon genggamku dari tadi berbunyi dan tidak satupun aku respon kecuali tadi sekali aku melihat chat sekretarisku menanyakan update-an kerjaan. Tolong jangan kasih aku persoalan pernikahan itu hari ini. Jangan hari ini.

Berat sekali kepalaku, mendadak bangun karena telepon genggamku berbunyi tidak berhenti. Sasha. Kuangkat deangan suara berat.

"halo"

"Hoi, dimana lo?? Dicariin seantero jagat raya! Sampe nyokap lo telp gw juga barusan suruh cariin lo. Takut lo bunuh diri katanya.. dimana looo??? LINGAN!!"

Dibentaknya aku. Aku hanya bisa tertawa.

"macem-macem aja bunuh diri, gw gak mau nambahin setan di dunia..."

Aku sebutin satu nama hotel dan kamarnya. Gak sampe setengah jam bel pintu kamarku berbunyi. Dengan langkah guntai aku melangkah berat ke pintu.

Begitu melihat kondisiku yang sangat kacau, Sasha langsung menyuruhku mandi.

"Bau banget lo! Mandi sekarang biar segeran! Lo ngapain siiih sampe kayak gini, ngapain looo? Diapain lo? Kenapa nyokap lo sampe takut banget lo bunuh diri. Kenapa lo??"

Kata dia.

"Idih, kan gw sendirian disini. Siapa suruh lo dateng, jadi bisa nyium kan kalo gw bau. Males gw mandi, tar aja. Gak kemana-mana juga. Plis deh! Lo jangan bawel jadi orang. Kalo lo kesini cuma mau nambah beban gw mending lo pulang aja. Gw sendiri aja disini. Capek gw idup kayak gini. Dibohongin, dikerjain, dimanfaatin, capeeeekkk gw!!!!!"

Sasha menatapku sambil mendengarku berteriak kencang. Aku menangis setelah itu. Menangis sejadi-jadinya. Sasha memelukku kencang tanpa berkata-kata.

Butuh waktu cukup lama untukku bisa lebih tenang di pelukan Sasha. Ketika sudah tenang, aku mulai menceritakan setiap detail kejadian yang aku alami kemarin. Sasha hanya diam tidak bisa berkata apa-apa. Setidaknya itu yang aku butuhkan sekarang, orang yang bisa mendengarkan tanpa komplain atau menjawab dengan ke sok tauannya atas perasaanku.

Sasha mengajakku sarapan, makan siang dan malam. Tidak banyak respon yang disampaikan oleh Sasha. Dia lebih banyak fokus ke pemulihanku saja. Malam ini dia ikutan nginep di hotel menemaniku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status