Share

This is it! - 8

Hari-hari cepat sekali rasanya berlalu. Pekerjaan yang makin menggila dengan adanya target baru dari kantor pusat di Inggris ditambah lagi dengan pernikahan bu bos yang banyak tambahan ini itu menjelang hari H.

Jam kerjaku berubah, sampai kantor lebih pagi dan pulang lebih malam. Aku sampai lupa kapan terakhir kali aku ke salon langganan.

Mama meneleponku,

"Lingan, lagi di kantor?"

"Iya mam, gimana?"

"Enggak... nanti bisa telepon mama? Ada hal yang ini mama tanyakan.."

" mmm..ok mam, nanti aku telepon ya.."

"ok deh.. mama tunggu ya.. dadagh..."

"dah mama."

Aku terdiam sejenak saat telepon ditutup. Tumben mama minta ditelepon, kelihatannya kok penting sekali ya.. ada apa ya? Pikiranku kembali muter-muter kayak gasing.

"Lingan... "

bu bos memanggil,

"iya bu.."

"kamu weekend ini kemana ya? Ada acara gak?"

Duuhh mau apa lagi sih ibu bos satu ini? Jangan sampe dia ngajak meeting, soalnya aku udah booking perawatan di salon dan spa langganan buat weekend ini.

"Hmmm... ada appointment bu sama teman, udah lama banget gak ketemu, mumpung lagi di Jakarta".

"Oooh.. itu sampe malem? Rencananya saya mau ngajak dinner dirumah saya, sekalian saya mau kenalin calon suami saya nanti ke kamu. Masak udah capek banget nyiapin ini itu untuk pernikahan saya, tapi belum kenal sama calon suami saya, nanti salah orang lagi nikahnya."

Bu bos tertawa garing.

"Mmm.. sebenarnya belum tau sampai jam berapa bu, mmm... gimana ya bu? Boleh di hari kerja aja mungkin kita janjian lagi bu?"

Kupasang muka memelas dengan tatapan boleh gak ibu kasih saya waktu menikmati waktu untuk saya sendiri tanpa ibu ganggu dengan segala keribetan yang mengikuti?

"Ya udah deh.. nanti saya coba cari waktu lagi, nanti saya kabarin ya Lingan.."

"ok siap bu."

Aku selamat. Bu bos ini sebenarnya orangnya asik banget buat jadi teman nongkrong, karena mungkin karena usianya gak terlalu jauh dan kemarin - kemarin saat kami masih punya berlimpah waktu senggang, kami banyak nyobain tempat nongkrong yang baru hits di Jakarta, bahkan sampai ke bandung. Hebatnya lagi, bu bos ini sangat profesional. Dia tidak mencampur adukkan urusan di luar kantor dan di dalam kantor, kecuali urusan pernikahan fairy tale ini.

Sepulang kerja, aku melepon mama di mobil.

"hai mam, apa kabar? Mama sudah makan?"

Pertanyaan standar yang selalu kuajukan sebelum ngobrol.

"Sudah nak.. kamu dimana nih"

"baru keluar kantor mam, pengen ke mall nyari celana, soalnya celana yang terakhir beli kayaknya kok semua kegedean. Mau permak celana males, jadi beli baru aja...hehehe"

"ih dasar kamu, boros tauk!"

"iih mama tuh, kan gak tiap hari aku beli celana.."

"iya deh...hati2 yah.. mama mau nanya, Lingan.. kamu sehat kan?"

"Apa sih mama basa basi aja deh dari tadi."

"Enggak..... mama mau tanya, Alonzo ada hubungi kamu kemarin-kemarin?"

"............."

Aku terdiam. Untungnya pas banget aku sampai di lobby mall.

"Ooh itu, mam aku jawab bentar yah, aku turun dulu.. udah sampe."

"Hhhh..."

mama menarik napas panjang..

"ok deh, tak tunggu jawabanmu nak... daagh"

telepon pun ditutup. Hilang moodku mencari celana.

Pertanyaan mama yang menyangkut Alonzo selalu tidak bisa kujawab, dan ujungnya selalu berakhir seperti tadi, dan kebanyakan aku mencari alasan entah sinyal hilang atau apapun itu, pokoknya tidak ada jawaban yang keluar dari mulutku. Tapi, mamaku adalah orang yang bisa dibilang pejuang. Dia akan terus bertanya sampai ketemu jawaban dari aku.

Kan, bener kan.. telepon genggamku berbunyi lagi. Ada tulisan MAMA disana. Harus kuangkat, kalau tidak bisa heboh nanti.

"Yellow mama... baru sampe rumah nih..."

"iya, mama tau nak... "

"eh kok tau? Emang hebat banget mamaku ini tau aku dimana padahal jarak kita jauh.."

"kamu udah mandi belum?"

"Belum lah mam, baru juga nyampe.."

"ok, tunggu yah...kita 5 menit lagi paling nyampe apartemen kamu"

"ha???"

Telepon ditutup begitu saja. Belum sempat aku bertanya arti kata kita di kata-kata mama tadi.

aku menggenggam telepon genggamku dengan erat. Kali ini aku tidak bisa kabur. Dengan siapa mama datang? Mama biasanya tidak pernah pergi jauh dari rumah kecuali sama papa atau sama orang yang sudah dia kenal baik, seperti Alonzo atau Sasha. Sasha udah jelas bukan, dia pasti kabarin aku kalo ada yang gini - gini. Siapa dong? Masak Alonzo? Mati aku.

Lima menit bukanlah waktu yang cukup untuk aku nyiapin diri dan hati dan pikiran dan entah apalah itu yang harus kusiapkan lagi. Aku paling benci situasi terjebak seperti ini. Mama kenapa kayak gini sih?

aku ganti baju, cuci muka dan dandan seadanya biar gak dikira zombie. Mukaku kelihatan lelah sekali kalau sudah dirumah begini. Selain karena sudah jarang perawatan, aku juga banyak pikiran dan beban hidupku lagi sesuatu banyaknya. Bisa diomelin mama tujuh turunan nanti kalo dia lihat aku kayak gini. Concealer kupakai sebanyak mungkin. Hahahaha aku tertawa sendiri melihat mukaku di kaca yang tidak siap menerima tamu di jam semalam ini.

Ting tong! Ting tong! Suara bel apartemenku yang tak kuharapkan berbunyi semalam ini.

"Hai mam..dan.......kamu."

Raut mukaku dari tersenyum menjadi datar seketika. Masih di depan pintu.

"Kamu ngapain? Gini caranya? Kan aku sudah bilang kalau nanti liat, kenapa masih datang lagi dan mengganggu sih?"

Mama melerai,

"sudah-sudah.. kamu gak kasih mama masuk nih? Malu loh di denger tetangga.."

"mama aja masuk, dia biar diluar."

Aku menjawab ketus.

"Iih kamu tega banget sih....."

mama kembali menjawab sambil menarik tangan Alonzo masuk ke apartemenku.

aku menyuruh Alonzo duduk dan aku menawari mama mau minum apa sambil menarik mama ke dapur.

"Mama apa-apaan sih? Aku gak suka becandaan kayak gini mam. Aku lagi ngobatin sakit hati aku yang belum sembuh, mama dateng ngajak orang itu kayak taburin garam di lukaku yang belum kering loh mam.."

"ya, kalo gak gini kamu gak akan bisa mama ajak ngomong dengan bener. Mama mau ngomong ama kamu aja kayak mau ngomong ama presiden, protokolnya banyak bener... sampe hampir lupa mama kalo mama punya satu anak perempuan yang sedang merantau jauh ke kota besar sendirian."

"Mama apaan sih? Masalahnya bukan ada di mama, tapi di manusia itu."

"Eh, dia punya nama."

Mama mencubit pinggangku sampai aku mengernyit kesakitan.

"Terserah mam. Mau nanya apaan sih mama? Sok misterius."

"Gini, dua hari lalu, Alonzo tiba-tiba telepon mama. Dia nanya kabar mama, kabar papa kamu, sampai nanyain kamu."

"Mau ngapain lagi dia nanya-nanyain aku? Mau bikin sakit hati lagi?"

"Hush! Jangan suuzon!"

Kembali pinggangku dicubit mama. Hobby deh mama nyubit-nyubit sekarang.

"Dia tu kemarin telp mama tu bilang dia kalo dia pengen banget ketemu kamu, karena dia mau minta maaf sebelum dia nikah."

"Alonzo mau nikah??? Kapan mam?"

"Iya, dia mau nikah dalam waktu deket ini. Makanya kamu jangan suuzon dulu. Dia tu gak mau ada beban sebelum dia nikah makanya dia mau minta maaf ke mama, papa, kamu yang terutama....."

"aku terdiam sambil mengambil air minum di kulkas. Sambil minum aku menatap mama.

"Ayo, ditemuin dia sekarang. Inget gak usah galak-galak. Kamu kayak satpol kalo galak"

"mama apaan sih..genetik nih mam.."

Akhirnya kita duduk di ruang tamu apartemenku. Sambil menatap matanya tajam, aku buka pembicaraan,

"Gimana, ada yang mau diomongin kata mama"

dia menarik napas panjang sambil membetulkan posisi duduknya.

"Jadi gini Lingan.. sebelumnya aku minta maaf sudah datang di situasi dan jam segini.. aku coba hubungi kamu untuk minta waktumu sebentar saja tapi kelihatannya kamu sibuk jadi aku gak enak mau ganggu kamu, tapi aku gak bisa gak ketemu kamu sebelum aku menikah..."

mendengar kata-kata ini keluar dari mulutnya beda rasanya dengan saat mama bilang tadi. Yang ini rasanya jauh jauh jauh lebih menyakitkan. Aku menahan diriku untuk tidak mengatakan apa-apa sampai dia selesai bicara. Dia pun sekarang terdiam, mungkin menunggu responku, tapi aku tidak mau merespon apa-apa dulu. Mama pun melihatku menunggu responku.

"Terus?"

Alonzo kembali menarik napas panjang

"jadi, aku ingin minta maaf dan minta doa restu om tante juga terutama kamu. Aku gak mau kita berakhir jadi musuh. Aku mau kita tetap bisa menjadi teman baik, termasuk juga dengan om dan tante semoga permintaan maaf saya ini bisa diterima sehingga ke depan nanti kita bisa tetap mempunyai silahturahmi yang baik."

Wih belajar ngomong dimana dia kok lancar banget kayak lagi ngomong sama temennya aja, batinku.

"ya udah. Kita kan emang udah jadi temen dari dulu sejak kita gagal nikah kan?"

Mama menatapku tajam, Alonzo salah tingkah.

"Yuk, diminum dulu.."

mama mencoba mencairkan suasana sambil menatapku tajam.

"Jadi, calonnya dari mana ini?"

"Dari Jakarta juga tante, kerja di bank"

"oohh, bank apa? Jangan-jangan Lingan kenal... hahahahaa..."

mama tertawa kecil. Alonzo tersenyum kecut

"iya tante, memang satu kantor sama Lingan"

aku terbatuk batuk keselek dengar kata-kata Alonzo. Jangan bilang kalo itu ibu bos! Aku melotot sambil tersedak melihat dia.

"Oalaaah.. siapa namanya? Pasti jabatannya udah tinggi nih.. soalnya harus seimbang sama nak Alonzo kan.. masak nak Alonzo kepala cabang kantor usaha batubara di kalimantan sedangkan calon istrinya karyawan biasa aja...."

mama kembali tertawa kecil. Aku melirik mama tajam, keponya kok gak ada batasnya loh mama.

"Oh iya tante, namanya Lesti, kebetulan dia juga jabatannya direktur investment tan.."

Alonzo melirik ke arahku yang sudah mulai tidak nyaman berada di situasi ini. Kepalaku mendadak sakit dan mual sekali, mau muntah rasanya. Ini salah, situasi ini harusnya gak terjadi sama aku

"Oo,... ok2 selamat yah.. aku doain semoga pernikahan kalian nanti lancar ya....aku mendadak gak enak badan. Mau ke apotik sebentar beli obat, mama disini dulu aja ya, aku gak lama."

Aku mengambil jaket dan kunci mobilku dengan cepat aku keluar dari ruangan, apartemenku menuju ke parkiran.

"SHIT!!!!!! Becandanya gak lucu!!!!!!"

aku menangis sejadi-jadinya di mobil.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status