Undressed By The Feral Lycan

Undressed By The Feral Lycan

last updateLast Updated : 2024-06-03
By:  Elizabeth IsaacOngoing
Language: English
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
11Chapters
750views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

“ Fuck the rules, Diana!” He snapped. “ Everyone knows the prophecy about you. You will never have a mate. That is your destiny. Besides, isn't that one of the reason we got together?” My heart sank when he mentioned the prophecy and I couldn't help the sting in my eyes and the pang I felt in my heart.“ We’ve been together for months now, and you were not convinced that it is appropriate for me to touch you and do things to your body?” He sneered and took an intimidating step forward, bridging the gap between us. At this point, I could feel his breath on my face, my heart palpitating in my chest. Something just doesn’t seem right.I feel my body temperature rising, heat emitting from my body, and sweat breaking out of my skin.“ I know you want me, Diana.” He coerced and tilted my chin upward with his gaze boring into my eyes.“ It’s all over you,”

View More

Chapter 1

Chapter 1: You will never have a mate

Udara di kamar itu terasa pengap. Bita terengah. Hanya suara napas dan gesekan yang mengisi keheningan ruangan.

"Iya, Bono… di sana," desah Bita, suaranya tercekat. "Lebih cepat, Mas."

Ia merasakan Bono di atasnya, tubuhnya bergerak kuat dan tanpa henti. Kepala Bita terlempar ke samping. Ia memejamkan mata, membiarkan kenikmatan itu mengalihkan sebentar pikirannya dari utang dan ancaman rentenir.

Bono membungkuk, berbisik serak di telinga Bita. "Kamu suka sentuhanku, Sayang?"

Bita tertawa kecil, meskipun napasnya tersengal. "Bukankah aku selalu suka?"

"Aku suka melihatmu begini," ujar Bono, menjeda sebentar. "Sangat liar, sangat jujur."

Bita memang jujur. Ia tidak pernah menolak hasratnya. Ia tidak munafik. Hasrat itu nyata, dan Bono memberinya cara untuk melampiaskannya. Ia hanya tidak pernah ingin hasratnya itu menjadi bagian dari harga dirinya yang kelak harus ia jual.

Bita menggeser tangannya, meraba perut Bono yang keras, hasil dari memanggul kayu bakar. "Aku juga suka sentuhanmu. Dan… dada keras, lengan kekar ini. Kamu tahu cara memuaskan wanita."

"Kamu wanitaku," kata Bono, penekanan suaranya membuat Bita berdesir.

"Lalu kenapa tidak pernah ada kata terikat di antara kita?" bisik Bita, nada suaranya berubah sedih, meskipun tubuh mereka masih menyatu.

Bono tidak menjawab. Ia hanya mengubah posisi mereka, membiarkan Bita membalikkan tubuh dan merangkak di atas sprei. Posisi itu memaksa Bita kembali ke puncak gairah.

"Bisa kamu tunjukkan lagi padaku, seberapa serius kamu denganku?" tantang Bita, suaranya kini dipenuhi kesakitan dan gairah yang campur aduk.

"Tunjukkan padamu? Aku akan menunjukkannya padamu sekarang," jawab Bono, suaranya dalam dan garang.

Bita hanya bisa meraung kecil, menahan setiap dorongan. Ia membiarkan Bono menguasai dirinya.

“Aku tidak ingin ini sia-sia. Aku butuh kepastian.“ Pikir Bita dalam hati.

Setelah beberapa saat, Bono mengerang keras. Ia buru-buru menarik diri, membiarkan kelelahannya jatuh di samping Bita.

Keduanya terdiam. Napas mereka berat. Bono bersandar di kepala ranjang.

"Bono," panggil Bita, suaranya pelan dan serius, mengabaikan denyutan yang tersisa di tubuhnya.

"Hmm?"

"Kita sudah sering seperti ini. Aku sudah dewasa. Aku punya kebutuhan. Dan aku ingin menikah," ujar Bita, menoleh menatap Bono. "Kamu mau bawa ke mana hubungan kita?"

Bono memejamkan mata, seolah pertanyaan itu terlalu berat. "Kenapa harus dibicarakan sekarang, Bita?"

"Karena aku lelah, Mas," jawab Bita, suaranya tegas. "Aku tidak bisa terus-menerus begini, tanpa ikatan dan tanpa kejelasan. Aku tidak mau hanya jadi mainanmu."

Bono menghela napas panjang. Ia mengambil sarung, mengusap wajahnya, dan memalingkan pandangan dari Bita.

"Maaf, Sayang," ujar Bono, suaranya lemah. "Aku belum siap. Belum siap untuk terikat. Aku masih ingin bebas, menikmati hidupku."

Bita merasakan hatinya dicubit. Kekecewaan yang besar menenggelamkannya. Ia telah mempertaruhkan dirinya pada Bono, dan ia mendapatkan penolakan.

"Maksudmu, aku hanya ada untuk dimainkan?" tanya Bita, suaranya bergetar.

"Jangan berpikir begitu. Aku mencintaimu," bela Bono.

"Mencintai? Tapi tidak mau menikahi?" Bita tertawa getir. "Cinta macam apa itu?"

Bono tidak menjawab. Keheningan yang panjang dan menyakitkan menyelimuti mereka. Air mata menggenang di mata Bita.

Dalam hati, Bita bergumam, “Bahkan Bono yang kucintai tidak menginginkanku. Apakah aku ditakdirkan untuk hanya menjadi wanita yang tubuhnya dinikmati, tetapi hatinya diabaikan?“

Ia menyentuh pipinya yang basah. Keputusan sudah bulat. Ia tidak bisa lagi menunggu Bono.

"Haruskah kuakhiri hubungan ini," bisik Bita pada dirinya sendiri, "dan melangkah lebih jauh melalui jalur masa depan yang lain?"

Bono mengantar Bita pulang dengan motornya. Sepanjang perjalanan, Bita memilih diam, kekesalan dan kecewa masih menguasai perasaannya.

"Kenapa diam saja?" tanya Bono, memecah keheningan. "Marah?"

"Aku tidak marah, Bono," jawab Bita dingin. "Hanya kecewa."

"Kecewa karena aku belum siap menikah? Aku kan sudah bilang, Sayang..."

"Cukup, Mas."

Sekitar seratus meter sebelum rumahnya, Bita meminta Bono berhenti. “Berhenti dulu disini, Mas.“

"Kenapa berhenti di sini?" tanya Bono, bingung. "Aku antar sampai rumah."

Bita menatap Bono, tatapannya lelah. "Aku ingin bicara sebentar.“

"Maksudmu?" Bono terkejut. Ia segera mematikan mesin motornya dan turun menghadap Bita. "Ada apa, Bita? Kamu kenapa jadi aneh begini? Kita kan baru saja..."

"Aku serius," kata Bita, menarik napas dalam-dalam. "Sebaiknya hubungan kita diakhiri saja. Kita putus."

Bono terperangah. "Putus? Kenapa? Bukankah hubungan kita baik-baik saja?"

"Masalahnya ada di kamu, Bono," potong Bita cepat. "Hubungan kita mungkin baik-baik saja di ranjang, tapi di luar ranjang, kamu tidak memberiku kejelasan. Kamu hanya ingin menikmati tubuhku."

"Tapi aku mencintaimu!" seru Bono, nada suaranya sedikit meninggi.

"Cinta tidak cukup, Bono. Aku butuh kepastian. Aku tidak mau menghabiskan masa depanku menunggu pria yang tidak mau berjanji," balas Bita. Ada rasa sakit di matanya, tetapi ia berusaha keras untuk tetap tegar. "Aku tidak punya waktu lagi untuk menunggumu."

Bono mencoba meraih tangan Bita, tetapi Bita menghindar. "Jangan begini, Bita. Kita bisa bicarakan lagi besok."

"Tidak perlu," kata Bita, menggeleng pelan. "Keputusanku sudah bulat. Selamat tinggal, Mas Bono."

Bita segera berbalik, meninggalkan Bono yang masih berdiri bingung di samping motornya.

“Aku putus. Aku bebas. Tapi apakah kelak aku bisa menemukan pria yang lebih baik dari Bono? Pria yang bisa membuatku bahagia?“

# #

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.

Comments

No Comments
11 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status