Ridho Tuhan adalah ridho orang tua juga, katanya begitu.
Mungkin karena itu Maudi jadi sial begini, ia terkena tulahnya. Berbohong soal kepergiannya, malah jadi malapetaka tersendiri.Maudi menyesal tentu saja, ia bahkan tidak punya rencana saat kakaknya Mario menurunkan ia di stasiun kereta. Maudi baru mencari loker-loker di ponselnya saag gadis itu sudah duduk dikursinya dan kereta yang ia tunggangi melaju.Dan waktu itu ia bertemu seorang pemuda tampan, mungkin usianya seumuran dengan Mario, namun wajahnya putih dan beruntung sekali karena punya babyface, Maudi tak berbicara banyak dengan laki-laki yang kata Eva mirip Jimin Kw-5.Eva melihat laki-laki ini saat Maudi melakukan panggilan video tadi. Dan setelah selesai, saat Maudi sedang memeriksa berkasnya, laki-laki yang duduk disebelah Maudi itu menyeletuk menggunakan Bahasa Indonesia.Bertanya soal ‘mau cari kerja di Jakarta? Mau ngelamar dimana? atau berangkat buat tes aja?’ dengan nada suara yang ramah dan juga lembut selembut wajahnya.Maudi tak langsung menjawab tentu, meski punya visual mirip artis Korea bukan berarti Maudi harus langsung kegirangan saat ditanya sok kenal bukan? Maudi justru malah bergeser menjauh dari si Jimin Kw-5 ini.Karena dari pada apapun, tidak ada yang lebih mengerikan dari pada serangan orang asing, orang yang sudah dikenal saja biasanya punya serangan-serangan lembut, apalagi orang asing begini, bisa saja dia punya maksud tertentu hingga tiba-tiba mengajak Maudi bicara setelah sekian lama diam dikursinya.Dan saat kereta sudah sampai di stasiun metropolitan, lelaki yang merupakan Jimin Kw-5, baru diketahui kalau dia mempunyai nama Jihan, memberikan satu lembar kertas pengumuman pada Maudi.Maudi tak sempat menolak, semua orang berebut ingin keluar, jadi ia hanya bisa menerima kertas itu dan dibawa keluar. Jihan memberikan satu kertas lowongan pekerjaan.Lowongan pekerjaan yang menyediakan mes bagi pekerja dengan domisili yang jauh, ada uang makan dan juga subsidi kendaraan. Maudi membacanya dengan jelas, ini adalah loker CV-CV yang suka bertebaran di laman facebuk grup Pencaker.Dan dengan bodohnya Maudi mempercayainya.Mempercayai laki-laki yang bahkan hanya ia tau namanya saja, mempercayai satu lembar kertas yang entah isinya apa. Dan akhirnya disini Maudi sekarang.Duduk di dalam mobil dengan lima orang wanita lainnya, ada yang masih sibuk membenari dandanan, ada juga yang sedang menambah bantalan kutang.Maudi harusnya tak mempercayai si Jimin Kw-5. Karena kalau ia tidak mengikuti apa yang pied pipper itu berikan mungkin sekarang Maudi tak duduk di dalam mobil keluarga menggunakan dress siatas lutut tanpa lengan ini. Dasar Jimin Kw! GGS! Ganteng-ganteng sagikun*!Gusti! Sebut Maudi dalam hati, ia saking putus asanya hingga manut saja saat orang-orang itu memakaikan make up ke wajahnya.“Saya nggak mau,” ujar Maudi pada wanita berdandan menor yang duduk di sebelah supir.Rambut Maudi yang biasanya lepek, berminyak dan hanya dicepol seadanya itu sudah menjuntai lurus berkat catokan. Wajahnya dipolesi dempul yang lebih tebal dari dempul Sera, dan juga bajunya, sepertinya mbak-mbak ini beli baju di onlen shop yang sama seperti Sera, ini baju untuk anak TK!Mbak-mbak yang mengenalkan diri sebagai Dona itu menoleh.“Enggak ngapa-ngapain mbak, cuma duduk doang,” balasnya kepada Maudi.Dan seperti yang diketahui public. Maudi ini Jago kandang. Jadi kalau dihadapkan dengan kerja nyata seperti ini ia tak bisa sama sekali, kakinya gemetar takut dengan tangan mengepal dingin.Ia bisa saja kabur, tapi barang-barang Maudi ada pada mereka, ijasah dan uangnya adalah yang paling penting.Maudi menyeletuk sok berani. “Ini kalo saya diapa-apain, nanti kalo saya mati, tek hantuin loh mbak semuanya ini orang yang ada di sini.”Tawa kecil dikeluarkan Dona. “Jakarta itu keras mbak,” kata si mbak-mbak menor itu. “Memang begini kalo mau cari kerja, orang SPG aja harus goodlooking apa lagi pekerja kantoran yang banyak tekanan.”Kantoran mbahmu! Sahut Maudi dalam hati, ia harusnya sudah sadar ketika dibilang bahwa CV yang mereka jalankan adalah CV dengan passion dan tujuan sangat berbeda dengan yang selama ini Maudi tau.Belum selesai bicara, wanita berlipstik merah yang menggunakan dress semerah lipstick di bibirnya itu melanjutkan kalimatnya. “Ada mes, tunjangan-tunjangan, gaji gede, mbak nggak mau punya duit banyak?”Oke Maudi, jangan jadi menyebalkan kalau enggak mau dibunuh saat ini juga.Bagaimana pun, Maudi adalah tahanan mereka, dan mereka yang memegang kuasa, Maudi tidak boleh menyulut emosi mereka kalau tidak mau diturunkan dipinggir jalan, dikuliti dan berakhir dibuang di hutan.“Tapi emangnya harus make baju begini,” eluh Maudi kemudian, menyampingkan rasa takut sekilas. “Ini kayak orang mau manggung di orjen tunggal tau.”Waktu itu mobil yang dikendarai Maudi sudah sampai di sebuah bangunan amat besar, bertingkat seperti mampu membelah langit.Dan ketika mobil itu berhenti Maudi menyeletuk panic. “Saya keberatan dandan kayak biduan gini, udah lah saya mau pergi.”Dona lekas-lekas turun dari mobil, membuka pintu untuk Maudi yang ternyata malah tidak bisa membuka pintu mobil itu.“Mbak, mbaknya masa mau pergi, udah sampe loh ini,” ujar Dona dengan nada suara yang menyayangkan.Maudi mendongak keatas, bangunan ini amat tinggi, jendela-jendelanya banyak, tentu saja, Maudi pun kemudian menurunkan pandangannya kembali pada Dona.Memicing marah. “Tuh kan, mana ada pertemuan buat kerja di hotel,” celetuk Maudi keras-keras, agak terdengar panic. Maudi kemudian menunjuk wajah Dona dengan telunjuknya. “Mbaknya mucikari ya?”Dona terlihat memutar bola mata tak masalah dengan kalimat Bahasa Indonesia medok yang diucapkan Maudi.“Mbak pikir saya bisa ditipu? Hah?” selak Maudi lagi, pelan-pelan mulai melangkah mundur menggunakan kaki yang dibalut heels tinggi itu.Dona masih terlihat tenang saja. Justru, saat tenang begini malah tambah terlihat menyeramkan. Kesannya kan jadi seperti wanita itu sudah menghadapi orang seperti Maudi lebih dari sekali atau dua kali. Hingga bosan.Dona kemudian mengangguk, meraih pergelangan tangan Maudi. “Udah disini, mbak nggak bisa pergi kamu.”Maudi menarik tangannya kembali, tidak mau, sebelum kemudian gadis dua puluh tahun yang agaknya hendak jadi bahan lelang itu menangkap presesi seseorang yang familiar.Seorang lelaki dewasa bertubuh tinggi, rambutnya hitam lebat, wajahnya putih bersih. Lelaki itu menggunakan kemeja panjang dan juga celana bahan formal, berjalan dengan satu rekan, ada satu berkas penting ditangannya, tampak sedang berbicara serius.“Bang Sat!” teriak Maudi keras-keras. Sekuat tenaga, menggunakan ajian yang ia pelajari dari sang ibu setiap kali Tiar marah.“Astaga!”Bahkan Dona dan orang-orang di sekeliling Maudi memekik kaget. Tapi sepertinya memang orang yang Maudi panggil punya kadar congek berlebihan di telinga, hingga menoleh pun tidak, Satria justru melaju terus tanpa terganggu.“Mas Satria!” teriak Maudi lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya. “Bang! Bang Satria! Ini disini!”Dengan begitu, seperti sebuah adegan dalam film superhero dimana sang pahlawan menampakan batang hidung, begitulah Satria saat lelaki itu perlahan menoleh.Menatap kearah Maudi dengan tatapan bingung, lalu terlihat kalau rekan kerja Satria bertanya beberapa hal, mungkin menanyakn apa Satria mengenal biduan yang baru saja memanggil namanya.Maudi yakin Satria susah mengenalinya, karena secara, dandanan begini bukanlah Maudi sekali. Tentu semua orang akan pangling.Maudi melambaikan tangan dengan kelegaan nyata diwajahnya. Akhirnya setelah lontang-lantung di Jakarta, kena tipu orang, Maudi bertemu dengan seseorang yang dikenalnya juga.“Mas Satria! Mas Sat, ini Mody!” teriak Maudi lagi, tak malu mengangkat tangan hingga ketiaknya terlihat. Siapa yang peduli soal ketiak, Maudi bahkan sudah mau menangis saat Satria akhirnya mengenali dirinya dan langsung bergegas berjalan mendekat.“Maudi?”--*Sagikun: Pembohong, tukang tipu (Bahasa Korea)--Kehidupan pernikahan persis dengan apa yang pernah Maudi bayangkan. Tidak perlu bertanya jauh-jauh, Maudi sudah bisa memahami hanya dengan mendengar keluh kesah teman-teman yang lebih dulu menikah.Dan sekarang. Giliran Maudi yang mengalami itu.Jangan kira dalam cerita romansa yang ada cuma adegan mesra-mesra. Nyatanya kehidupan nyata lebih mencolok dari picisan kata cinta.Indah? Tentu ada indahnya juga, namanya juga hidup. Maudi bahkan berani bilang kalau ia tak pernah sebahagia ini sebelumnya.Ngomong-ngomong, Maudi sudah menjadi seorang ibu.Maksudnya, ibu sungguhan. Mengandung dan melahirkan. Enam bulan lalu Maudi melahirkan seorang putri cantik dari perutnya. Adiknya Calum.Tak lama setelah menikah, Maudi langsung hamil, maka dari itu tidak ada masa pacaran setelah menikah. Yang ada cuma morning sickness, emosional rollercoaster, ngidam dan kaki yang bengkak.Satria begitu memanjakan Maudi. Apalagi saat hamil. Rasanya Maudi seperti kembali jadi anak k
Musim di Indonesia sudah tidak lagi menentu. Kendati masih sama hanya hujan dan gersang tetapi kedatangan dua musim itu tak lagi pada jadwal yang diketahui bumi.Seingat Maudi tadi siang, waktu resepsi pernikahannya digelar, suhu bumi yang ia pijak tak jauh berbeda dengan panasnya gurun sahara. Tidak ada yang menyangka saat malam tiba justru dingin serta rintik hujan melanda.Protes? Oh jangan salah, Maudi bukan sedang protes. Ia hanya ingin bicara bahwa jangan pernah percaya apa kata ramalan cuaca.Hujan ini bagus.Bagus, sangat bagus malah.Ada yang lupa? Ini malam pengantin Maudi dan Satria.Malam pertama dan hujan, apa ada yang lebih bagus daripada itu?Mungkin ada.Berkumpul bersama teman saat hujan di hari pernikahan mungkin terasa amat menyenangkan bagi pengantin laki-laki. Terbukti dengan Maudi yang masih tertidur sendiri meski jam di dinding sudah menunju angka dua belas. Sudah tengah malam! Padahal suasana sedang mendukung tetapi dia malah asik nong
Percaya pada takdir.Mungkin hanya itu yang bisa Maudi sampaikan setelah menjalani kisah yang panjang ini.Karena berdasarkan pengalaman. Mau seberapa jauh langkah berjalan, arahnya takdir yang menentukan.Berniat pergi ke Utara, malah sampai di selatan. Berlari menuju timur, tiba-tiba sudah ada di barat.Tetapi apapun itu hasilnya, yang Maudi tau, takdir membawa hasil paling baik dari yang pernah dibayangkan.Seperti sekarang ini.Dua tahun merupakan waktu yang cukup lama.Usia Maudi bertambah begitu saja, sekarang sudah dua tujuh, semakin dewasa dalam pikiran dan seluruh aspek hidup.Dua tahun ini, banyak yang berubah dari Maudi. Dalam sifat maupun kepercayaan terhadap sesuatu. Juga naik turun hubungan percintaan dengan Satria.Maudi diberi waktu untuk melakukan hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Pergi jalan-jalan ke berbagai tempat, memikirkan soal cita-cita dan tujuan hidup, mempunyai teman baru, tak jarang Sera menyeret Maudi untuk
Jujur itu aman. Tetapi beberapa hal memang lebih baik disimpan sebagai rahasia selamanya daripada membuka sebuah kejujuran pias.Dulu sekali, ketika Maudi belum tau bahwa Calum bukanlah anak biologis Satria, Maudi tidak jauh berbeda dari orang kebanyakan, ia tidak bisa untuk tidak menghakimi, lebih-lebih menganggap hidup manusia sejenis Satria terlampau bodoh dan sia-sia.Hal sejenis itu terlampau normal dan tak bisa dihindari untuk ukuran manusia yang pikirannya belum terbuka.Saat itu Maudi terlalu nyaman dengan dirinya sendiri, hanya menatap dunia dari arah pandangnya sendiri, belum mengerti kalau dunia bukan cuma tentang dia, dan dunia punya pandangan lain selain dari pandangan matanya.Dan hal itu terlampau wajar.Karena saat itu Maudi tidak tau, dan saat itu Maudi tidak ingin tau.Tetapi sekarang? Cerita sudah lain jalan. Mata Maudi yang semula hanya mantap satu arah lurus ke depan sekarang sudah mendapat penerangan. Maudi tau bahwa ia tidak boleh
Sudah dua orang mengatakan kalimat yang persis sama itu pada Maudi. Yang pertama adalah Bintang dan yang kedua itu Sera.Dan Maudi yakin ia tidak sebodoh itu kalau sampai harus mendengar kalimat tersebut untuk ketiga kalinya. Maudi juga paham bagaimana perasaan yang disebut cinta itu bekerja. Meski awam Maudi mengerti betapa perasaan tidak bisa dibohongi.'Jangan tolak Satria kalau kamu memang suka', Maudi sudah menolaknya, karena awalnya Maudi pikir jatuh cinta itu pilihan. Waktu itu saat hidup masih amat rumit Maudi berpikir kalau menerima perasaan Satria hanya akan menambah masalah di hidupnya jadi daripada begitu Maudi memilih untuk tidak.Maudi belum mengerti kalau hati tidak bisa didikte. Perlu waktu yang cukup lama bagi Maudi untuk paham bahwasanya mau sekuat apa kita menghindar kalau memang sudah ada perasaan, kalau hati sudah menentukan arah, maka sudah, mau pergi menghindar ke mana pun, mau bilang tidak seribu kali pun, jawabannya tetap sam.Dan Maudi baru
Maudi langsung melesat kabur sebelum pembicaraan mengenai 'pacar' Satria bersama ibu semakin jauh, tentunya setelah menghadapi krisis kepercayaan yang dahsyat, berkat kemampuan kompor Mario, ibu makin yakin kalau anak gadisnya yang terkenal nolep ini adalah tersangka dalam bahan gossip belakangan.Dan tentunya, Maudi tidak bisa lagi untuk mengelak, dia nol sekali kalau sedang panik, apa lagi jika dipojokkan, membuka mulut pun Maudi tergagap saking gugupnya. Jadi daripada dihakimi oleh ibu dan membuat kebahagiaan di dalam hidup Mario menikat, lebih baik Maudi kabur saja.Maudi tau ia tidak bisa sepenuhnya kabur, karena mereka masih satu rumah, dan mau dibilang bagaimana pun juga, permasalahan cinta Maudi, yang mana bersama Satia, merupakan hal serius yang harus dibicarakan. Jadi daripada kabur, mungkin lebih tepat mengatakan kalau Maudi menenangkan diri sejenak sebelum menerima tekanan yang lebih besar.Karena Maudi yakin, berubahnya sikap Bu Sarah belakangan, berubahnya