Home / All / Unexpected Encounter / Melarikan diri

Share

Melarikan diri

Author: Esteifa
last update Last Updated: 2021-10-16 13:24:30

“Jangan pulang kemaleman lagi,” ceramahan itu direspon dengan menguapnya rasa kantuk dari mulut Maudi.

Ngantuk. Super duper ngantuk, omlean ibu itu sudah seperti dongeng pengantar tidur bagi Maudi, dan Maudi yang sedari tadi sibuk dengan televisi terpaksa harus membagi fokus pendengarannya dengan kalimat yang keluar dari mulut Tiar.

Kemarin Maudi pergi. Begini nasib jadi anak rumahan, Maudi dirumah terus mereka ngoceh, pergi sebentar malah tambah ricuh ngocehnya.

Memangnya apa sih yang salah? Apa Maudi pergi dan pulang malam seban hari sampai mereka harus berceloteh macam manusia yang kerjaannya cuma komen hidup orang lain. Maudi pergi sebulan sekali pun tidak. Dan kemarin itu ia baru keluar kandang setelah sekian lama hibernasi. Heran deh, dasar human!

Maudi mengusap sudut matanya yang basah. “Kemaleman apanya sih, Bu. Orang jam setengah sembilan udah dirumah.”

Dan lihat?

Setengah Sembilan itu terlalu malam? Bahkan anak SMP yang suka tongkrongan di pertigaan sana pun pulang pukul Sembilan, jalanan masih ramai di jam itu, masih banyak orang berlalu lalang untuk melakukan pekerjaan atau sekedar cari angin saja.

Tiar melirik anaknya yang memang suka menjawab kalau sedang dinasehati, punya anak perempuan satu tapi tingkahnya tidak karuan.

“Sera bilang dia liat kamu nongkrong di alun-alun nggak jelas,” kata Tiar lagi, kali ini berhasil membuat Maudi menoleh dengan kening mengerut. Jadi Bondolan biang keroknya?

Seakan mengerti arti tatapan betanya dari Maudi, Tiar melanjutkan. “Bu Sarah itu yang bilang ke Ibu.”

Maudi mendecih dongkol. “Cangkeman!”

Ternyata lagi-lagi kemalangan dan juga duka Maudi berporos pada orang-orang itu. Kenapa sih, heran banget lho. Kenapa sempet-sempetnya ngomongin Maudi saat mereka sendiri lebih parah dari orang yang dikomentari.

Contohnya, jika punya kaca, dibanding Maudi, Sera jelas lebih sering pulang malam darinya, lebih-lebih dia selalu baru pulang saat hari sudah hampir tengah malam. Maudi suka mendengar suara motornya saat tidak bisa tidur. Dan apa? Memangnya Maudi perduli? Ia saja tidak berkomentar tentang Sera yang suka pulang malam melebihi tukang judi, tetapi kenapa malah mereka demen sekali berkomentar pada Maudi.

Maudi menampakan raut wajah kesal yang ketara. “Emangnya aku pernah ngomongin Sera gitu? Seneng banget ngomongin hidup orang.”

Tiar sendiri hanya menghembuskan napas kecil, lalu menoleh lagi pada televisi yang menampilkan sinetron berepisode ribuan.

Kedongkolan Maudi tak berhenti begitu saja.

Ia benar-benar kesal bukan main.

“Heran!” selak Maudi lagi, suara sinisnya tak main-main. “Pantesan istrinya Mas Satria minta cerai orang punya ibu mertua cerewet begitu.”

Kan. kan. lihat, Maudi jadi membawa kalimat berarti besar dalam kemarahannya.

Tidak sopan. Tiar mendelik tak main-main, ibu Maudi itu kemudian menampol bibir Maudi dengan tangannya. “Heh, lambemu! Jangan ngomong hal yang nggak ada sopan santunya! Ibu nggak ngajarin kayak gitu.”

Maudi sendiri terdiam beberapa saat, gadis dua puluh tahun itu kemudian merengut kecil, bibirnya mencebik.

“Lagian, ngeselin,” ujar Maudi lagi tangannya meninju-ninju bantal sofa. “Punya ibu mertua kayak dia itu kutukan, hih, amit-amit. Kasihan banget aku sama calon istrinya Mas Satria nanti.”

Kakak Sera itu memang duda cerai. Nikahnya karena kejebolan, bercerainya satu tahun setelah nikah, entah apa alasannya. Yang pasti, dengan satu alasan itu pun harusnya Bu Sarah pikir-pikir lagi kalau mau ngomongin orang. Karena lihat saja, siapa yang lebih berantakan, dan hidup siapa yang perlu dibenahi.

Huh! Jadi kemana-mana kan marahnya. Omongan Maudi jadi ngelantur dan mengatakan hal yang tidak seharusnya.

Maudi menaruh bantal sofanya, di taruh di ujung, ditiduri. Memilih lanjut fokus pada sintetron dari pada harus meluapkan kemarahan yang sia-sia, mereka juga nggak akan sadar kalau diomongin di depan langsung, apalagi di belakang begini.

Namun, Sepertinya Tiar belum berniat melepas topik percakapan tentang tetangga mereka.

Tiar mengatakan. “Tadi juga Bu Sarah bilang kalo keluarga Rean mau dateng ke rumah, kamu disuruh nemenin Sera.”

Maudi melirik, bertanya lebih lanjut karena ia tak menangkap arti dari kalimat Rean dan orang tuanya akan datang ke rumah Sera.

Maudi terdiam sejenak, mengedip.

“Mau lamaran,” lanjut ibu lagi, yang mana menjadi sebuah cambuk bagi Maudi.

Jangan tanya kenapa.

Setelah pertemuan mereka di konter waktu itu saat Maudi pergi dengan Eva, Rean mengirimkan pesan pada Maudi, dan tentu saja Maudi membalas, dan sejak itu juga Maudi dan Rean sering chattingan. Sudah beberapa bulan berlalu dan hingga sekarang pun Maudi masih berkomunikasi dengan baik dengan Rean.

Maudi tidak tau kalau hubungan Rean dan Sera sudah sejauh itu.

Dan sekarang ia tidak mengerti semua arti dari isi pesan dan juga kata-kata panjang selama mereka berkirim pesan beberapa bulan terakhir. Rean PHP lagi ya? Seperti yang lelaki itu lakukan dulu? Atau memang dari awal niatnya hanya ingin memperbaiki hubungan dengan Maudi tanpa ada maksud lain? Dan Maudi yang besar kepala karena mengira kalau Rean menaruh sebuah rasa suka padanya?

Dasar kemplu!

Mimpimu ketinggian Maudi! Bangun! Bujangan mapan seperti Mas Rean nggak mungkin mau sama cewek madesu yang malesan kayak kamu!

Maudi mengerjap, mengalihkan pandangan mata, bersikap biasa saja semampunya.

“Baru deket berapa bulan udah lamaran?” tanya Maudi pada ibunya.

Tiar mengangguk. “Iya kalo udah cocok kenapa harus nunggu lama-lama,” jawab Ibu Maudi itu tanpa peduli perasaan sang putri yang berdarah-darah. “Orang anaknya sama-sama suka, orang tuanya setuju, punya tabungan, kerjaan jelas, ya udah nikah.”

Sama-sama suka, orang tua kasih restu, dan jelas.

Dari awal Maudi tak ingin membandingkan dirinya dengan Sera namun, benar, kalau soal ini ia memang kalah telak.

Maudi berdehem. “Rean bukannya di Jakarta?”

“Katanya mau balik buat ngeresmiin hubungan dulu,” jawab Tiar lagi sembari menatap televisi. “Nikahnya nanti, hitung tanggal baik dulu sama orang tua.”

Aduh! Ada lamaran sudah pasti ada nikah.

Tambah galau deh, Maudi. Hendak di tinggal nikah setelah diberi harapan palsu, ditambah malang lagi ia harus melihat resepsi dua hari dua malam pernikahan Sera dan Rean dari jendela kamarnya.

Maudi sudah menjerit perih membayangkan itu semua.

“Nggak mau lah, Bu,” tolak Maudi setelah beberapa detik diam. Ini adalah penolakan atas permintaan untuk menemani Sera lamaran.

Tiar menoleh ke Maudi. “Kenapa? Wong temen kecil mau lamaran masa kamu ngga ngehormatin, Sera nanti juga pasti nemenin kalo kamu nikah.”

Saat itu ponsel Maudi berbunyi, menampilkan notifikasi dari aplikasi perpesanan berwarna hijau.

Buaya buntung! Masih bisa tanya ‘lagi apa’ kepada anak gadis orang yang notabenenya adalah jomblo dari lahir, sudah tau jomblo itu gampang baper, dasar sengaja! Tukang tebar pesona! Tukang PHP!

Maudi mengabaikan pesan itu, ia hanya membacanya tanpa mengetik balasan, setelah itu Maudi langsung menekan tombol kembali dan mendorong ponselnya jauh-jauh.

“Kenapa?” ulang Tiar lagi. Menanyakan alasan Maudi menolak.

Maudi berpikir. Diam beberapa detik. Lalu bergumam. “Aku- Em, Aku ada panggilan kerja.”

Seketika itu juga mata Tiar menatap serius. “Jangan bercanda.”

Maaf bu, kata Maudi dalam hati.

Maudi mengangguk pada ibunya, menegakan punggung dan duduk kembali. “Beneran, di Jakarta.”

Tiar menghembuskan napas kecil. “Kerja apa?”

Hayok Mod, ngarang!

Maudi bergumam sejenak, lalu ia pura-pura membuka ponsel, membaca pesan dari Eva yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pekerjaan.

“Di kantor penerbit buku, ada itu namanya Camilla Publisher,” jawab Maudi pada ibunya, kebohongan yang lancar.

Tiar tak lagi berfokus pada sinetron di tv, ia sudah sepenuhnya menolah pada putrinya, bertanya lagi. “Kerja jadi apa?”

“Jadi admin,” balas Maudi lancar, santai dan tak berbeban.

“Admin apa, admin kan macem-macem, apa lagi itu perkantoran,” sahut Tiar lagi, kritis.

Maudi memejamkan mata sekilas, gadis bercepol itu mengibaskan tangan. “Ya adalah, pokoknya admin,” kata Maudi lagi. “Berangkat besok.”

Kini kerutan keran tak malu Tiar berikan. Ibu Maudi itu menyirit. “Kok mendadak? Kenapa nggak bilang dulu sama ibu dari kemarin?”

Maudi melengos sekilas. “Ini juga kan mau bilang tadi, tapi ibu nyerocos duluan soal rumah sebelah.”

Maudi mengerti bukan hal gampang bagi ibu membiarkan putri perempuan satu-satunya pergi. Maudi juga tau, kalau dirinya memang perlu mendapat keraguan sebanyak itu, secara, Maudi kurang tau caranya bersosialisasi, tak mampu menjadi muka dua hanya untuk menyenangkan hati orang, tidak mampu patuh perintah orang lain, pasti ada saja yang dibantah. Oleh karena itu, posisi orang-orang seperti Maudi dalam dunia kerja sangatlah mempunyai keselamatan kontrak yang riskan.

Tiar diam beberapa saat sebelum berkata. “Nggak bisa cari kerjaan di sini aja? Kan banyak loker, yang butuh karyawan juga banyak.”

Membujuk anak perempuannya untuk tidak gegabah mangambil keputusan. Nanti malah sia-sia, sudah pergi jauh ke rantu dan malah tak mendapat apa-apa.

Maudi tak menjawab dengan suara, hanya mengangguk meyakinkan.

“Kali ini beneran?” tanya Tiar lagi.

“Iya,” jawab Maudi akhirnya.

“Ya udah, besok dianterin Mas Mario ya,”

Oke.

Malam itu. Maudi berkata pada dirinya sendiri. Jangan pulang kalau belum sukses. Jangan pulang kalau belum punya uang buat membeli omongan orang. Jangan pulang kalau belum punya gandengan!

Selamat tinggal sementara Purwokerto! Jakarta I’m coming!

--

Esteifa

Purwokerto adalah kota tempatku tinggal:) cerita ini fiksi, bukan kisah nyata, apalagi kisah cintanya, cuma bagian pengangguran yang diambil dari pengalaman pribadi author. Selamat datang di kisah Maudi!

| 2
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Unexpected Encounter   Extra part

    Kehidupan pernikahan persis dengan apa yang pernah Maudi bayangkan. Tidak perlu bertanya jauh-jauh, Maudi sudah bisa memahami hanya dengan mendengar keluh kesah teman-teman yang lebih dulu menikah.Dan sekarang. Giliran Maudi yang mengalami itu.Jangan kira dalam cerita romansa yang ada cuma adegan mesra-mesra. Nyatanya kehidupan nyata lebih mencolok dari picisan kata cinta.Indah? Tentu ada indahnya juga, namanya juga hidup. Maudi bahkan berani bilang kalau ia tak pernah sebahagia ini sebelumnya.Ngomong-ngomong, Maudi sudah menjadi seorang ibu.Maksudnya, ibu sungguhan. Mengandung dan melahirkan. Enam bulan lalu Maudi melahirkan seorang putri cantik dari perutnya. Adiknya Calum.Tak lama setelah menikah, Maudi langsung hamil, maka dari itu tidak ada masa pacaran setelah menikah. Yang ada cuma morning sickness, emosional rollercoaster, ngidam dan kaki yang bengkak.Satria begitu memanjakan Maudi. Apalagi saat hamil. Rasanya Maudi seperti kembali jadi anak k

  • Unexpected Encounter   Wedding Night (17+)

    Musim di Indonesia sudah tidak lagi menentu. Kendati masih sama hanya hujan dan gersang tetapi kedatangan dua musim itu tak lagi pada jadwal yang diketahui bumi.Seingat Maudi tadi siang, waktu resepsi pernikahannya digelar, suhu bumi yang ia pijak tak jauh berbeda dengan panasnya gurun sahara. Tidak ada yang menyangka saat malam tiba justru dingin serta rintik hujan melanda.Protes? Oh jangan salah, Maudi bukan sedang protes. Ia hanya ingin bicara bahwa jangan pernah percaya apa kata ramalan cuaca.Hujan ini bagus.Bagus, sangat bagus malah.Ada yang lupa? Ini malam pengantin Maudi dan Satria.Malam pertama dan hujan, apa ada yang lebih bagus daripada itu?Mungkin ada.Berkumpul bersama teman saat hujan di hari pernikahan mungkin terasa amat menyenangkan bagi pengantin laki-laki. Terbukti dengan Maudi yang masih tertidur sendiri meski jam di dinding sudah menunju angka dua belas. Sudah tengah malam! Padahal suasana sedang mendukung tetapi dia malah asik nong

  • Unexpected Encounter   Wedding Day

    Percaya pada takdir.Mungkin hanya itu yang bisa Maudi sampaikan setelah menjalani kisah yang panjang ini.Karena berdasarkan pengalaman. Mau seberapa jauh langkah berjalan, arahnya takdir yang menentukan.Berniat pergi ke Utara, malah sampai di selatan. Berlari menuju timur, tiba-tiba sudah ada di barat.Tetapi apapun itu hasilnya, yang Maudi tau, takdir membawa hasil paling baik dari yang pernah dibayangkan.Seperti sekarang ini.Dua tahun merupakan waktu yang cukup lama.Usia Maudi bertambah begitu saja, sekarang sudah dua tujuh, semakin dewasa dalam pikiran dan seluruh aspek hidup.Dua tahun ini, banyak yang berubah dari Maudi. Dalam sifat maupun kepercayaan terhadap sesuatu. Juga naik turun hubungan percintaan dengan Satria.Maudi diberi waktu untuk melakukan hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Pergi jalan-jalan ke berbagai tempat, memikirkan soal cita-cita dan tujuan hidup, mempunyai teman baru, tak jarang Sera menyeret Maudi untuk

  • Unexpected Encounter   Soal kepercayaan

    Jujur itu aman. Tetapi beberapa hal memang lebih baik disimpan sebagai rahasia selamanya daripada membuka sebuah kejujuran pias.Dulu sekali, ketika Maudi belum tau bahwa Calum bukanlah anak biologis Satria, Maudi tidak jauh berbeda dari orang kebanyakan, ia tidak bisa untuk tidak menghakimi, lebih-lebih menganggap hidup manusia sejenis Satria terlampau bodoh dan sia-sia.Hal sejenis itu terlampau normal dan tak bisa dihindari untuk ukuran manusia yang pikirannya belum terbuka.Saat itu Maudi terlalu nyaman dengan dirinya sendiri, hanya menatap dunia dari arah pandangnya sendiri, belum mengerti kalau dunia bukan cuma tentang dia, dan dunia punya pandangan lain selain dari pandangan matanya.Dan hal itu terlampau wajar.Karena saat itu Maudi tidak tau, dan saat itu Maudi tidak ingin tau.Tetapi sekarang? Cerita sudah lain jalan. Mata Maudi yang semula hanya mantap satu arah lurus ke depan sekarang sudah mendapat penerangan. Maudi tau bahwa ia tidak boleh

  • Unexpected Encounter   Juga sama

    Sudah dua orang mengatakan kalimat yang persis sama itu pada Maudi. Yang pertama adalah Bintang dan yang kedua itu Sera.Dan Maudi yakin ia tidak sebodoh itu kalau sampai harus mendengar kalimat tersebut untuk ketiga kalinya. Maudi juga paham bagaimana perasaan yang disebut cinta itu bekerja. Meski awam Maudi mengerti betapa perasaan tidak bisa dibohongi.'Jangan tolak Satria kalau kamu memang suka', Maudi sudah menolaknya, karena awalnya Maudi pikir jatuh cinta itu pilihan. Waktu itu saat hidup masih amat rumit Maudi berpikir kalau menerima perasaan Satria hanya akan menambah masalah di hidupnya jadi daripada begitu Maudi memilih untuk tidak.Maudi belum mengerti kalau hati tidak bisa didikte. Perlu waktu yang cukup lama bagi Maudi untuk paham bahwasanya mau sekuat apa kita menghindar kalau memang sudah ada perasaan, kalau hati sudah menentukan arah, maka sudah, mau pergi menghindar ke mana pun, mau bilang tidak seribu kali pun, jawabannya tetap sam.Dan Maudi baru

  • Unexpected Encounter   Jangan tolak kalau suka

    Maudi langsung melesat kabur sebelum pembicaraan mengenai 'pacar' Satria bersama ibu semakin jauh, tentunya setelah menghadapi krisis kepercayaan yang dahsyat, berkat kemampuan kompor Mario, ibu makin yakin kalau anak gadisnya yang terkenal nolep ini adalah tersangka dalam bahan gossip belakangan.Dan tentunya, Maudi tidak bisa lagi untuk mengelak, dia nol sekali kalau sedang panik, apa lagi jika dipojokkan, membuka mulut pun Maudi tergagap saking gugupnya. Jadi daripada dihakimi oleh ibu dan membuat kebahagiaan di dalam hidup Mario menikat, lebih baik Maudi kabur saja.Maudi tau ia tidak bisa sepenuhnya kabur, karena mereka masih satu rumah, dan mau dibilang bagaimana pun juga, permasalahan cinta Maudi, yang mana bersama Satia, merupakan hal serius yang harus dibicarakan. Jadi daripada kabur, mungkin lebih tepat mengatakan kalau Maudi menenangkan diri sejenak sebelum menerima tekanan yang lebih besar.Karena Maudi yakin, berubahnya sikap Bu Sarah belakangan, berubahnya

  • Unexpected Encounter   Ketahuan

    Ingat apa yang terakhir kali terjadi?Maudi mengalami hal yang menurutnya mencurigakan. Oh yes, tentu, apa lagi kalau bukan soal Bu Sarah dan anak perempuannya.Nyinyir soal apa lagi, Mod?Jangan berperasangka buruk duluan, pasti ada hal janggal kenapa Maudi menganggap mereka mencurigakan, bukan?Benar. Karena belakangan, Bu Sarah yang suka mengomentari apapun yang Maudi lakukan, Bu Sarah yang selalu menganggap semua hal yang dilakukan Maudi salah, tiba-tiba saja dia berubah menjadi lebih kalem.Begitu baik, sampai-sampai Maudi curiga.Ada apa ini?Belum lagi soal Sera. Dia juga sama anehnya. Kemarin waktu malam minggu, Maudi mengobrol dengan Rean saat lelaki itu menunggu Sera selesai berdanan, dan Sera melihatnya. Tetapi dia tidak memulai perdebatan seperti biasa, dia tidak menuduh Maudi mau merebut kekasihnya, dia tidak nyindir-nyindir Maudi dengan kalimat kecut dan itu luar biasa bagi Maudi.Kenapa mereka ini? Kenapa insyafnya barengan.

  • Unexpected Encounter   Tamu

    Sepertinya Maudi memang sudah gila.Hm benar, topik bicara kali ini masih sama dengan topik bicara yang kemarin. Sibuknya pikiran Maudi pun masih berputar pada hal yang sama.Memang benar kata orang, kalau jatuh cinta, kalau patah hati, dan kalau sedang bingung karena perasaan merah muda itu pastinya semua hal yang semula normal menjadi berantakan.Sebelumnya Maudi tidak pernah, menanyakan kemana dan apa alasan seseorang pergi, ia juga tidak pernah mengintip dari balik jendela kala seseorang dari lingkungannya meninggalkan rumah, tolong catat baik tidak pernah sekalipun, bahkan saat kakak Maudi pergi dari rumah Maudi tidak pernah merasa berat dalam hati.Tetapi apa ini. Maudi sampai kebingungan parah, ia seperti bukan dirinya sendiri.Mulai dari saat malam itu, saat Satria bilang bahwa dia akan segera kembali ke Jakarta, Maudi tidak yakin kenapa dirinya sedikit keberatan mendengar kabar itu. Padahal jelas, Maudi tidak ada hak sedikitpun untuk merasa demikian

  • Unexpected Encounter   Peluk perpisahan

    Maudi pernah mendengar tentang pengalaman seseorang pasal 'firasat wanita tidak pernah salah'. Ya, benar. Biasanya firasat tersebut identik dengan baik buruknya sifat sang lelaki, dan juga firasat tentang bagaimana hati seseorang berubah.Tetapi kali ini, sepertinya firasat Maudi sebagai seorang perempuan dapat diakui. Bukan, Maudi tidak mendapat berita mengejutkan seperti; Satria cuma nyepik kamu, dia nggak serius dan cuma buat bercanda aja.Bukan seperti ini. Firasatnya kali ini merupakan firasat soal bisnis lelaki itu.Maudi sendiri terkejut.Ia tak tau harus berpikir yang mana terlebih dahulu, senang karena berasil menjadi seorang cenayang atau ikut sedih Satria dikibuli teman bisnisnya.Padahal wajah teman Satria tidak ada raut kriminalnya. Inilah orang selalu bersikeras jangan memandang seseorang dari fisik luarnya saja."Ditunda?" pekik Maudi tak percaya.Niat awal cuma menanyakan soal pekerjaan yang Satria tawarkan waktu itu, karena ibu ter

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status