4
Jam enam sore aku tiba di vila. Bertemu Ndoro Putri, ia memberitahu bahwa aku bakal kerja merangkap sama halnya karyawan lain.
Roster pun sudah diatur. Sore ini sebagai resepsionis. Besok sebagai house keeper dan lusa sebagai cleaning servicer. Sedikit aneh, tapi mungkin bermanfaat menambah pengalaman kerja.
Baiklah, detik ini menuju esok pagi tugasku sebagai resepsionis. Aku rasa tidaklah sulit. Cuma menerima tamu, menjawab telpon dan memberi bantuan. Menulis laporan keuangan serta mengontrol keluar masuknya tamu.
***
Tak terasa, empat jam berlalu. Duduk sendirian di ruang resepsionis sementara tak ada tamu check in, rasanya bosan juga. Semakin larut makin jelas suara jangkrik dan burung hantu di sekeliling vila.
Aku memeriksa kunci kamar yang berstatus kosong. Mengelapnya dengan tisu khusus lalu dikembalikan ke rak kunci. Setiap kamar mempunyai dua kunci. Satu dipegang tamu, satunya lagi cadangan untuk kami.
Jadi, jika sebuah kamar belum dihuni tamu, maka terdapat kunci kembar pada rak resepsionis.Untuk pertama kalinya telepon berbunyi tepat di jam 00:00. Aku tersentak dari kantuk yang sempat mendera.
"Selamat malam. Dengan Arini, ada yang bisa dibantu?" jawabku antusias.
"Ya," balas seseorang di ujung telepon. Suaranya parau, kurang jelas apakah lelaki atau wanita.
"Bisa antarkan tisu toilet ke kamar lima belas?" Kali ini barulah jelas bahwa itu suara perempuan.
"Tentu bisa, Mbak. Segera saya antarkan," balasku cepat sembari mencomot satu roll tisu toilet dari box penyimpanan.
Tutt ... tut ... Dia memutuskan telepon.
Penuh percaya diri, aku menuju kamar 15. Membawakan tisu toilet sesuai permintaan tamu barusan.
Ketukan sepatuku beradu dengan lantai, membuat petugas cleaning service yang lagi mengelap kaca, menoleh dan tersenyum. Aku melewatinya usai menyapa sesaat.
Tiba di pintu kamar 15, kuketuk pelan sebanyak tiga kali. Namun tak ada jawaban. Sejenak berpikir lalu kucoba lagi.
Tok ... tok ... tok ...,
Masih belum direspon. Sesuai himbauan Ndoro Putri, jika ketukan pertama tak berhasil maka ketukan berikut boleh disertai sapaan.Tok ... tok ... tok ...
"Mbak, saya antarkan tisu toiletnya," ucapku lembut.Masih tak ada jawaban.
"Kayaknya kamar ini berstatus kosong, Kak." Petugas cleaning service tadi menghampiriku. "Belum terisi tamu baru," jelasnya lagi.
"Tapi barusan ada telpon masuk minta diantarkan tisu toilet." Aku menegaskan.
"Lha, sebaiknya dicek dulu status kamar lima belas ini." Si petugas Cleaning Service memberi saran. "Liat dalam buku tamu, kali aja beneran kamar kosong."
"Iya sih, kamu bener." Mataku membundar berbinar. "Ya wes, aku cek dulu," ucapku sembari berlalu pergi. Petugas itu kembali sibuk mengelap kaca jendela.
Sesampainya di ruang resepsionis, segera kucek buku tamu serta memeriksa rak kunci. Kamar 15 belum terhuni dan jumlah kunci masih lengkap tergantung di rak.
Astafirullah.
Ternyata kamar itu beneran kosong, belum ada tamu pengisi. Lalu siapa yang menelepon barusan? Dengan cepat, kuperiksa riwayat panggilan pada screen board pesawat telepon.Detik kemudian aku dibuat syok di mana tertera jelas panggilan masuk dari kamar 15.
''Te--te--telepon mistis," gumamku gemetar. ''Ternyata vila ini memang angker.''
Ah, Iblis sialan! Seenaknya membodohi manusia. Kalau bernyali muncul saja di hadapanku. Jangan beraninya hanya lewat telepon. Aku benar-benar marah sekarang, dadaku bergemuruh dan kuping memanas.
Ini baru hari pertama, bagaimana dengan hari-hari berikutnya? Bila dibiarkan, akan semakin jahil dia. Kuraih kunci kamar lantas kembali ke kamar 15 tanpa membawa tisu toilet.
Pintu kubuka dan mendapati kamar itu kosong. Masih tertata rapi layaknya belum terisi tamu. Geram memuncak, mendapati gagang telepon tergeletak di atas nakas, seakan baru saja digunakan.
"Brengsek!! Siapa kamu yang menerorku?!" ucapku sengit. "Aku bekerja atas niat baik. Lalu apa salahku?!" celotehku kemudian.
"Arini, kamu gak salah." Sekelebat bayangan muncul di hadapanku bersamaan dengan aroma melati yang menguar tajam.
"Ka--ka--kamu?!" Aku memekik kaget.
Kulihat sesosok wanita melayang tanpa alas kaki. Dialah wanita misterius yang pernah muncul di bangku taman kota juga dalam bus. Memakai kebaya hijau berkilau, tatapan tajamnya sungguh berkharisma.
Kalau dulu pada setengah kesadaran, kemunculannya kali ini justru saat aku sepenuhnya sadar. Wanita ini memang nyata adanya.
"Kalau aku gak berbuat salah, lantas kenapa kamu kerap menggangguku?" Aku bertanya tanpa terbata-bata. Suara pun tak tertahan lagi di kerongkongan.
Wanita itu tersenyum, "Bagaimana kamu bisa berpikir aku mengganggumu? Aku bahkan menyayangi dan mau melimpahkan rejekimu." Dia memainkan selendang hijau muda di lengannya.
Aku tertawa mengejek. "Heh, setajir apa dirimu hingga mau melimpahkan rejeki orang lain? Busanamu saja tak pernah diganti. Selalu kebaya hijau."
"Kamu payah dan mati gaya," ejekku lagi.
"Bagus, Arini." Ia menatapku lekat. "Sepertinya perlu kau saksikan seberapa rajir diriku," ucapnya lantas bergerak cepat. Melesat ke arahku.
Belum sempat mengelak saat dia menyambar lenganku. Membawaku terbang keluar melalui pintu kamar.
Ini bukan mimpi, kami memang terbang. Meninggalkan vila kemudian tiba di danau. Danau yang selalu kukagumi juga sempat kucurigai.
"Kamu akan segera tahu, siapa aku," gumamnya. Ia lalu menuntunku berjalan di permukaan danau.
Kepulan uap pada seantero danau menutupi separuh badan kami. Awalnya kupikir uap panas padahal tak berasa sama sekali. Hanya saja membuatku kesulitan melihat jalan.
Aku meronta dalam gandengan sang wanita. Ingin kembali ke vila tapi tenaganya jauh lebih kuat. Masih berupaya membebaskan diri, kulihat sebuah pintu gerbang berbahan jati dengan ukiran yang rumit terletak di ujung danau.
Kedua pintunya membuka otomatis kala kami tiba. Tak tunggu lama, sang wanita berkebaya hijau menarikku memasuki gerbang itu.
5Setelah melewati gerbang utama, kami memasuki kawasan taman nan hijau. Barisan bonsai tumbuh subur serta dipangkas rapi. Yang membuat kaget, kudapati dukun kondang di kompleks rumahku menjadi tukang kebun di sini. Dia meninggal setahun lalu dan semasa hidup dikenal sakti mengobati berbagai penyakit."Kamu kenal tukang kebun ini?" Sang wanita berbisik lembut. Aku lalu mengangguk pasrah, tak lagi berusaha melepaskan diri. "Ia membaktikan diri sebagai imbalan atas kesaktian yang kuberi semasa hidupnya," paparnya kemudian.Aku belum merespon ucapannya. Masih terkagum pada semua yang kusaksikan.Kami lalu memasuki gapura yang lebih kecil dari gerbang utama. Halamannya amat luas dan dipakai berlatih perang. Ribuan pasukan berkuda tengah berlatih tombak juga memanah. Menyadari keberadaan wanita ini, sejenak mereka berhenti lalu memberi hormat. Ah, siapa dia hingga dihormati di sini?"Kamu bisa berkuda?" tanyanya ketika kami terbang melewati armada perang itu. "Tidak bisa," jawabku seadany
Bab 6Setelah menyaksikan suasana kerajaan laut selatan, Nyi Roro Kidul menuntunku pulang dengan menaiki kereta kencana. Kupikir akan ada kusir khusus yang bertugas melajukan kendaraan jadul ini, tak disangka Nyi Roro Kidul sendiri yang mengemudikannya. Ragu bercampur kagum, aku pun menaiki kereta. Duduk di depan, bersebelahan dengan Nyi Roro Kidul, terasa seperti berada pada abad 19 di mana hanya kaum ningrat yang bertengger di atas kendaraan ini. Di bawah payung kencana yang melindungi kepalanya, Nyi Roro Kidul menghentak tali kemudi. Tiga ekor kuda putih bergerak membawa kereta terbang meninggalkan istana. Ada yang berbeda saat meninggalkan gerbang utama. Kulihat dua ekor naga raksasa berjaga di kedua sisi gerbang. Fenomena ini tidak kujumpai saat datang tadi. Apa mungkin mata batinku semakin tajam sekarang?Kedua naga itu, masing-masing berdiameter 1 kilometer. Panjangnya mencapai 7 kilometer. Mereka berwarna merah dengan dua tanduk pendek di kepala dan bertugas menjagai gerban
Bab 7Tak terasa, telah tiga hari bekerja di Vila Melati. Harusnya hari ini aku kembali ke kota Surabaya, untuk mengambil pakaian tambahan dari rumah. Sebab saat pertama tiba, hanya tiga pasang pakaian yang kubawa.Namun, rencanaku batal. Kalian mungkin bertanya, kenapa? Baiklah, akan kuceritakan. Jadi aku mendapat banyak kebaikan dari Nyi Roro Kidul yang diberi secara ajaib. Saat pulang kerja, kudapati setumpuk pakaian tersusun rapi di atas tempat tidurku. Masih baru, masih ada labelnya. Aku hendak bertanya pada Bang Satro, jangan sampai dia yang mengantarkan pakaian itu. Di saat yang sama, suara Nyi Roro Kidul menggema. Mengatakan bahwa itu pemberiannya dan tentu saja kusangat gembira. Lain waktu, ia juga menaruh makanan ke atas meja.Apa yang kuingini dalam pikiran, saat itu juga dikirimkannya untukku. Masih kuingat, kala aku berbaring sambil membayangkan gurihnya rujak cingur. Perpaduan bumbu kacang dan gula arennya membuatku telan ludah. Demi meredam hasrat makan rujak cingu
Bab 8"Lain kali jangan beri kesempatan pada Atika untuk bercerita denganmu." Ndoro Putri menepuk pelan pundakku. "Dia perempuan jahat. Ucapannya mencerminkan hatinya." Aku mengangguk lalu menunduk cepat."Malam ini tugas kamu cleaning service, 'kan?" Ndoro Putri mengalihkan pembicaraan."Iya, Ndoro.""Baiklah. Ingat lantai kayu jangan di sapu, langsung gunakan vacuum cleaner." Ndoro mengingatkanku. "Baik, Ndoro.""Ya udah kamu ke vila sekarang. Ndoro mau ke dapur bertemu Mbok Inem," ucapnya lantas berlalu pergi.Aku pun berjalan menuju vila. Seorang diri dengan langkah terburu-buru. Saat melewati danau, sejenak aku berhenti guna memberi salam. Bagaimanapun, di situlah gerbang gaib menuju istana laut selatan. Setibanya di vila, aku langsung menandatangani daftar hadir karyawan. Karena belum pergantian shift, maka kusempatkan diri ke ruang ganti. Memoles make up, lipstik serta menyanggul rambut serapi mungkin.***Magrib baru saja berlalu saat aku mulai bertugas menyisir area berand
Bab 9Menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana manusia bercinta dengan makhluk gaib, sepertinya aku harus berpikir kritis. Tak mungkin bila hanya drama percintaan antar dua alam.Pasti ada mutualisme di baliknya. Yaitu si Pria meminta wangsit kesuksesan dan Nyi Roro Kidul butuh kepuasan. Bagaimanapun, Nyi Roro Kidul berasal dari manusia biasa yang butuh cinta. Kesaktianlah yang membuatnya bersemayam di alam gaib. ***Setelah kejadian itu, aku jadi sulit tidur. Bahkan rasa kantuk pun tak mampir karena otak dan batinku tak sejalan.Andai kalian jadi aku, pasti akan merasakan fase ini. Di mana otak menuntut kelogisan duniawi, lalu batin terkoneksi dengan alam supranatural.Dua hal yang bertolak belakang dan aku tak bisa mengendalikannya. Aku hidup di tengah, hanya sebagai penonton. Menyaksikan semua yang tak sepenuhnya kuinginkan.Berawal dari brosur lowongan pekerjaan misterius, aku seperti dituntun ke mari. Bahkan tanpa memperkenalkan diri, si pemilik vila sudah tahu namaku.
Bab 10"Baik, Ndoro." Aku mengangguk pelan, lalu menunduk hormat."Arini ...." Ia bangkit dari kursi, lalu setengah berbisik. "Kamu harus bekerja optimal malam ini. Pastikan tak ada tamu yang mengeluh dengan pelayanan kita.""Baik, Ndoro.""Aku percaya padamu, Arini. Oleh karena itu, mari kita senangkan hati Nyi Roro Kidul dengan menciptakan suasana nyaman bagi semua tamu." Ia berpesan lalu menghilang di ambang pintu, sementara aku mulai sibuk membereskan segala sesuatu.***Malam semakin pekat usai hujan berhenti total. Kilat-kilat kecil kerap muncul menerangi langit dan guntur sesekali masih terdengar. Segerombolan gagak terbang mengelilingi atap vila. Teriakan garang dan kepakan sayap mereka, menjadi pertanda kedatangan makhluk gaib.Sedari tadi, aku dan Ndoro Putri berdiri anggun di lobi vila. Menyaksikan perubahan aura, di mana dimensi supranatural kian membesar. Menyamai besarnya dimensi dunia nyata."Bersiaplah, Arini." Ndoro Putri bergumam di sampingku.Aku menutup mata sejen
Bab 11Tamu mulai berdatangan sebelum jam 12 malam. Deretan mobil mewah terparkir rapi di halaman vila.Bertugas sebagai resepsionis, aku mendaftarkan setiap tamu yang masuk. Mulai dari nama, scan KTP hingga nomor handphone. Tak lupa pula memberi sepiring melati. Setelah itu, mereka diantar Bang Satro ke kamar vila atau ke ruangan Ndoro Putri.Untuk kekasih Nyi Roro Kidul, mereka dipandu ke kamar masing-masing di mana sang Nyai telah menunggu. Sementara para penyembah seperti dukun, pesulap dan artis, mereka dibawa ke ruangan Ndoro Putri untuk bersama melakukan ritual penyembahan.Tak terasa, beres juga menerimai tamu. Tinggal duduk santai sembari menunggu selesainya ritual mereka. Jarum jam pun merangkak ke puncak malam, menatapku yang tersenyum kecut. Ah, jadi ingat saat pertama kali bertugas dulu, selalu saja ngantuk berat. Sekarang sudah terbiasa. Malah lebih senang bertugas malam hari karena lebih banyak santainya.Bosan di ruang resepsionis, aku melangkah ke lobi vila. Sejenak
Bab 12Pada jam empat dini hari, ritual akhirnya selesai. Dikarenakan mereka harus pulang sebelum fajar menyingsing.Satu per satu mobil meninggalkan halaman vila. Para penyembah yang datang tanpa kendaraan, pulang dengan cara terbang menghilang.Hal yang kunanti adalah kembalinya Nyi Roro Kidul dari kamar-kamar. Ke-20 sosok itu bergerak ke lobi vila, lalu terhisap masuk ke tubuh yang asli.Kini tersisa satu Nyi Roro Kidul. Parasnya bertambah ayu dan bersinar cemerlang usai bercint* dengan 20 pria. Kurasakan aura supranaturalnya begitu kuat. Setidaknya bisa membuatmu terlempar saat dia lewat.Aku, Ndoro Putri dan Bang Satro, melepas kepergian Nyi Roro Kidul dengan bersujud di lobi vila. Seperti saat datang, pulang pun ia tak bicara sama sekali. Begitulah ritual malam Jumat kliwon, di mana fokus sang Nyai tak boleh terbagi.Nyi Roro Kidul melesat memasuki portal dimensi yang berupa pendaran cahaya, lalu diikuti oleh seluruh pasukan. Cahaya itu mengecil lantas lenyap. Seakan tak pernah