Share

Kepulangan Wisnu

Author: Pipit Aisyafa
last update Huling Na-update: 2022-01-20 00:08:07

Setelah kepulangan Wina, aku masih berdiri mondar mandir diruang tamu, aku ingin segera Mas Wisnu pulang dan memberinya pelajaran. 

Teganya dia mengkhianatiku ya Allah ... Kurang apa diriku ini, kuberi ia kepercayaan penuh, bahkan aku tak pernah menuntut nafkah lahir, gaji dia yang tak seberapa tak pernah kutanyai, semua aku sarankan untuk diberikan kepada ibu. Selain anak tunggal, Ibu yang sekarang tinggal seorang diri juga sering sakit-sakitan hingga memerlukan biaya untuk berobat, bahkan tak jarang aku memberi lagi uangku sendiri dari hasil rumah makanku.

Aku berfikir jika Mas Wisnu harus bertangung jawab penuh pada Ibu semata wayangnya. Dia tinggal sendiri, tak mau di ajak kesini karena merasa kalau sebuah rumah tangga akan tenang tanpa orang ketiga. Walau itu Ibunya sendiri.

Aku salut pada Ibu Mertua, dia begitu paham akan hal keharmonisan rumah tangga. Sayang ... Justru anaknya lah yang tak tahu adab, dia menyalakan api sendiri, yang tentunya akan membakar rumah tangganya.

"Non, ini taruh dimana?" tanya Bik Uni menyeret koper besar.

"Taruh saja dipojokan situ, Bik!" 

"Non, ada masalah? Ceritalah sama bibik kalau Non merasa beban terlalu berat, tumpahkan pada Bibik agar tak terasa sesak didada." aku tersenyum pada wanita paruh baya itu, dia memang sudah seperti keluargaku sendiri, selama bekeja enam tahun lamanya, tak sekalipun ia membuat aku kesal. Justru aku merasa dia menjadi sosok penganti Ibu yang jauh disana.

"Ngga ada apa-apa kok, Bik. Aku masih bisa mengatasi." dengan pelan aku berkata, agar dia tak tersingung dengan penolakanku untuk bercerita.

"Ya sudah kalau begitu, saya masuk dulu, Non."

"Iya, Bi. Terima kasih." 

Dia berlalu pergi, kembali menuju dapur, aku dapat melihat punggungnya yang sedikit membungkuk. Aku tak pernah menginginkan ia bekerja terlalu lelah, Namun ketika kutawarkan untuk mencari asisten satu lagi ia menolak. Dia tak ingin waktu dengan dengan Aira berkurang karena kedatangan Asisten lain yang akan mengantikan posisinya merawat Aira. Padahal niatku bukan mencari babysitter. Terpaksa aku hanya mencari tukang kebun yang datang pagi dan pulang sore.

Mobil memasuki gerbang, aku yakin dia adalah Mas Wisnu. Aku tak beranjak dari dudukku.

Mas Wisnu kaget melihat aku menghadangnya diruang tamu.

"Eh, Dek. Kamu disini?" tanyanya basa-basi, namun aku dapat lihat raut kekhawatirannya.

"Aku ganti baju dulu ya, Dek! Bau ... " ia berkata sambil mencium kemejanya. Kemudian melangkah akan masuk.

"Tunggu, Mas. Tak perlu lagi kamu masuk kesana!" 

Seketika Mas Wisnu menghentikan langkahnya.

"Maksud kamu apa, Dek? Kamu marah."

Aku tak menjawab pertanyaannya. Rasanya tak penting semua itu aku jawab.

"Semua baju-bajumu sudah aku kemas dikoper itu!" aku menunjuk pada koper warna hitam yang tadi sudah disiapkan oleh Bik Uni.

"Ka-kamu mengusirku, Ainun!" kali ini nada suara Mas Wisnu naik satu oktaf.

"Menurutmu?" aku jawab dengan santai.

"Memang salahku apa? Hanya karena Wina? Semua bisa aku jelaskan, Nun!" dia membela diri, bahkan pannggilan Dek-nya entah kabur kemana.

"Aku percaya sepenuhnya padamu, Mas. Namun kamu hancurkan bagitu saja! Jadi bagiku semua itu tak ada toleransi, pergilah dari sini dan jangan bawa apapun selain pakaian yang ada dikoper. Handphone juga dompet kamu mana?" tanganku mengadah meminta barang yang memang beli dengan uangku. Masalah dompet aku ingin mengambil kartu ATM-ku yang memang ia pegang.

"Jangan begitu, Nun! Maafkan aku, aku khilaf telah dibutakan oleh kecantikan Wina dan semua itu ia yang merayu, Nun. Aku hanya manusia normal, di goda terus menerus hingga aku hampir terbawa arus. Namun kami masih dalam ambang batas kok. Percayalah ...." Mas Wisnu memelas.

"Benarkah? Kenapa tadi Wina kesini dan bilang kamu yang merayu, bahkan dia mengembalikan ini!" aku mengeluarkan kalung berlian tadi.

Seketika wajah Mas Wisnu memerah, "entahlah, Nun. Aku sepertinya sudah dipelet oleh Wina, hingga aku seperti orang bodoh yang mau saja mencuri perhiasan istri sendiri."

Aku tersenyum kecut, dia benar-benar pandai bersilat lidah.

"Sini HPnya!"

"Untuk apa, Nun."

"Itu HP aku yang beli jadi aku minta balik!" jawabku ketus.

"Tapi, Nun?"

"Mas, kamu tahu sendiri selama ini aku tak pernah sekalipun mengecek Hp kamu, karena aku percaya sama kamu. Namun nyatanya ...?"

"Maafkan aku, Nun. Aku khilaf saja, dan kukira itu sebuah kewajaran." 

Aku mencebik, dan mengambil Hpnya dari saku. Hp berkamera mata tiga dengan merk apel tergigit itu baru kubeli beberapa bulan yang lalu. Ya ... Aku yang membelinya, gaji Mas Wisnu tak cukup kalau untuk membeli barang mewah seperti itu. Bahkan di kantor hanya Mas Wisnu yang hanya sebagai staf namun punya mobil sendiri. Semua uang untuk membeli mobil itu tentunya dari uang hasil bisnisku.

"Jangan, Nun. Kalau kamu ambil HPku gimana aku berhubungan dengan ...."

"Dengan siapa? Dengan selingkuhanmu?"

Tepat saat kupegang HP bergetar tanpa bunyi, ternyata Mas Wisnu meminimalkan dering pada Hpnya. Pantes selama ini aku tak pernah mendengar bunyi HPnya. Kukira karena memang teman Mas Wisnu hanya seputaran kantor hingga saat dirumah jarang ada yang menghubungi.

Aku terpana, mataku melotot melihat foto profil seseorang yang menelfon Mas Wisnu itu.

Apakah benar itu Mas Wisnu? Disana seorang lelaki yang sangat mirip Mas Wisnu tengah mengendong balita dan disebelahnya ada seorang wanita.

Ya Allah .... 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Keikhlasan (Tamat)

    "Bertahan ya ... Sebentar lagi kita sampai!" ucapku menenangkan. Sebenarnya aku sendiri panik setengah mati. Bagaimana tidak, melihat kondisi Ning Ria yang sudah tak karuan. Tiba di lobi rumah sakit, aku segera turun, berlari memanggil perawat untuk segera membawa tandu. "Tolong! Gawat darurat!" Aku berlari, seketika dengan sigap beberapa perawat datang menuju mobil. "Kamu harus kuat ya, Neng!" ucapku sambil terus berjalan mengimbangi roda. Bude hanya bisa menangis, melihat kondisi Ning Ria yang sudah setengah sadar. Perawat dengan sigap memanggil dokter untuk segera melakukan pemeriksaan. Aku langsung memeluk Bude, saat Ning Ria sudah memasuki IGD. "Tenang, Bude. Pasti semua baik-baik saja." Kuelus punggung Bude dan membawanya untuk duduk. Fahri terlihat tergesa berjalan menuju tempat kami. "A, sudah hubungi Kyai Salim?" tanyaku begitu ia tiba. "Udah, Dek. Mereka sedang menuju kesini." Aku bernafas lega, setidaknya dalam kondisi seperti ini keluarga tahu. Aku terus berdo'a u

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Pendarahan

    "Ada apa, Dok?" aku bertanya sedikit panik melihat raut wajah dokter yang seperti nya memiliki masalah.Beliau menghela nafas panjang, aku yakin dia berat untuk menyampaikan."Begini, Bu, Pak. Menurut hasil Lap yang saya terima, jika maaf Sperm* Pak Fahri kurang sehat."Deg! Aku langsung berpaling kepada Fahri yang berada di sebelahku, pasti ia terpukul dengan penuturan dokter Rafli. Raut wajah Fahri terlihat sendu."I-itu artinya kalau saya mandul, Dok?" Fahri bersuara dengan bergetar.Kami tidak memvonis Pak Fahri mandul, cuma jika Pak Fahri ingin memiliki momongan. Sebaiknya Pak Fahri sering konsultasi dan menjalani pola hidup sehat. Agar keinginan itu dapat terwujud.***Fahri keluar dengan lemas. Bahkan ketika aku pegang tangannya ia tak merespon sama sekali. Pandangannya kosong dan entah apa yang sedang ia pikirkan."A ...."Dia masih diam saja, berjalan dengan lambat."Aa ngga papa kan?" Kugoyangkan sedikit tubuhnya."Astaghfirullah ... Maaf, Dek. Aa hampir putus asa menerima

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Keterangan

    "Apa, Bude. Alhamdulilah ... Ya Allah, rahasia Allah memang tak terduga ya. Selamat ya, Bude. Semoga debay dan ibunya sehat sampai lahiran." Aku turut bahagia mendengar kabar tentang kehamilan Ning Ria. Pasti kini dia tengah bahagia, setelah merasa terpuruk atas meninggalnya Bang Ridho."Iya, Nun. Bude bersyukur banget, bude dapat penghibur untuk hidup Bude. Cuma kata dokter Ria kandungannya lemah dan harus di jaga sebaik mungkin. Kamu mau kan ikut menjaga?"Aku melonggo, tak maksud dengan apa yang di sampaikan oleh Bude Sri. Aku, ikut menjaga?"Maksud, Bude?""Maksud Bude, ingin agar kamu menemani dia saat cek up dan sebisa mungkin sering main kesini. Hibur dia agar tak terus merasa sedih."Ucapan Bude ada benarnya, memang jika kandungan lemah akan sangat rentan jika stres. Aku harus membantu Bude untuk merawat Ria sampai melahirkan, aku harus pastikan Bang Ridho junior lahir kedua ini dengan selamat. Aku berjanji padamu, Bang! "Baik, Bude. Nanti aku usahakan waktu yang banyak untuk

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Penderita

    PoV Wisnu"Kamu kerja baru setengah bulan udah izin empat hari! Kamu pikir ini usaha milik nenek moyangmu?!" gentak Pak Suid pemilik cucian motor dimana tempatku bekerja. Ya ... Sejak setengah bulan yang lalu, aku bekerja sebagai buruh cuci motor. Terpaksa untuk menyambung hidup."Maaf, Pak. Saya sakit, ngga bisa di paksa kalau lagi kambuh," ucapku pelan berharap dia mengerti."Memangnya kamu sakit apa? Sakit maag!""Bu-bukan, Pak. Sa-saya sakit gonore,"jawabku pelan."Apa kamu kena gonore, kencing nanah, raja singa, aids." Dia menyebutkan macam-macam penyakit, padahal semua itu berbeda. Ah! Dia itu lebay sekali.Aku tertunduk, tak mau berdebat pada orang yang minim ilmu, yang mengira antara gonore dengan raja singa bahkan Aids itu sama."Mulai hari ini saya kamu pecat! Saya tak mau punya karyawan memiliki penyakit kelamin. Bisa-bisa nular lagi." Kata tajam pemilik usaha itu membuat nyeri ulu hati."Tapi, Pak! Penyakitmu tak menular jika hanya bersentuhan." Belaku berharap ia lebih ta

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Takdir Allah

    PoV RiaMenjadi istri seorang bernama Ridho Herlambang. Ternyata begitu bahagia, walau telat karena keegoisanku. Kini aku sadari jika menjadi istri Mas Ridho, itu sebuah keberuntungan. Selain dia baik, pengertian, juga sangat penyayang. Aku merasa bak jadi seorang putri raja saat bersamanya, dia memanjakanku lebih dari Abah.Andai saja, aku sejak pertama tak menolaknya, berlaku menjadi istri sepenuhnya, mungkin aku tak akan merasa sebersalah ini. Bagaimana tidak, saat aku terpuruk dan di vonis menderita kista ovarium, dia yang belum menyentuh ku sama sekali masih saja menerima ku apa adanya. Bahkan jika aku tak dapat memiliki anak."Kan masih ada solusi, Dek. Hidup berumah tangga bukan melulu soal keturunan. Buktinya yang anaknya banyak saja bisa mereka bercerai. Aku tak memusingkan hal itu, kita bisa adopsi anak kan?" ucapnya kala aku masih ragu untuk kembali padanya."Tapi, Mas. Kamu anak satu-satunya. Pasti ibumu menginginkan penerus untuk usahamu dan pasti harus anak kandung. Buka

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Kecelakaan tragis

    "Astaghfirullah, Pak. Kita kesana, ini yang kecelakaan mobilnya Bang Ridho." Aku panik ketika yakin jika mobil itu milik Bang Ridho, semoga saja bukan Bang Ridho yang bawa. Melihat dari kondisi mobilnya yang rusak parah pasti pengemudi nya juga tak kalah parah."Kita putar balik ya, Pak!""Iya, Bu. Sebentar di depan kan over boden jadi kita harus memutar agak jauh.""Iya, Pak. Tapi cepat ya!"Ya Allah, lindungilah orang-orang yang aku sayangi, keluargaku juga teman-temanku. Aku masih panik dan harap-harap cemas. Ya Allah .... Aku terus menyebut nama-nya.Ketika tiba di sana, ambulan sudah datang, masih banyak orang yang berkerumun. Aku langsung turun ketika Pak Sopir sudah memarkirkan mobilnya. Segera berlari menuju TKP. Tak kuhiraukan panggilan Pak Sopir yang mungkin khawatir karena aku lari."Pak! Bagaimana keadaannya?" tanyaku pada salah satu orang lewat yang sepertinya sudah melihat."Yang mobil pribadi, meninggal ditempat, Mbak. Karena tercepit setir dan kepalanya pecah."Astaghf

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Solusi

    "Assalamualaikum, Dek." "Waalaikumsalam," jawabku dengan datar, namun tetap aku meraih tanganya untuk Salim takzim.Fahri menjatuhkan diri di sofa, sebenarnya aku ingin langsung berkata, tapi melihat raut wajahnya yang seolah lelah, aku urung melakukan. Takut membawa setan. Biarkan ia tenang terlebih dahulu.Aku mengambil segelas air putih untuknya."Minum, A."Ia meraih gelas yang kubawa dan meneguknya sampai habis. Tak lama kemudian ia bangkit dan mengatakan jika ia ingin mandi.Setelah isya lewat, baru Fahri kembali dari masjid Pesantren, aku yang siap untuk mengikuti semua dramanya sudah tak sabar menunggu."Uni, biasa ya!" Dari depan pintu kamar ia sedikit mengeraskan suara. "Apa, A? Mau ngopi ya. Biar aku bikinin, Uni sedang beres-beres di dapur Pesantren.""Tak usah, Dek! Nanti nunggu Uni saja!" Dia menghentikan langkahku yang akan menuju dapur."A ... Apa bedanya sih buatanku dengan Uni, apa buatanku kurang manis? Atau kemanisan. Katakan saja biar aku bisa introspeksi diri."

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Terungkap semua

    "Dek!" Aku menghela nafas berlahan, agar embun di mataku segera sirna. Kubalikan badan setelah yakin jika aku kuat tanpa harus menangis."Terserah, Aa saja! Intinya aku tak mentolerir jika terbukti suamiku berkhianat!" Kuputuskan untuk melangkah pergi, tak kupedulikan Fahri yang masih memanggilku. Sungguh, aku merasa tak berdaya kali ini. Aku tak punya bukti perselingkuhan mereka, dengan siapa aku harus meminta tolong."Bang Ridho." Seketika aku terlintas ingat akan dia, dulu aku selalu membagi suka dukaku padanya, namun sekarang? Ah! Aku segan jika harus bercerita padanya. Sementara dia juga punya masalah yang kadarnya hampir sama.Ponselku berdering, nama Bang Ridho terpampang. Dia panjang umur, baru saja kuingat langsung menelfon."Assalamualaikum, Hallo, Bang.""Waalaikumsalam, ngapain, Nun? Kamu sibuk nggak?""Sibuk apaan, Bang. Biasa aja cuma jalan-jalan keliling pesantren tiap hari.""Hahaha ... Iya, ya. Sekarang kan anakmu ratusan, harus sering-sering bertemu agar hafal nama

  • WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri   Terlaksana

    PoV RidhoAku masih sangat berharap jika Ria tetap menjadi istriku. Tak peduli jika Ria tak mudah hamil, bukankah ada solusi lain! Hidup bukan hanya soal keturunan."Kamu itu, Dho! Masih saja mengharapkan perempuan yang kemungkinan susah hamil. Kaya kaga ada perempuan lain saja!" Cetus Mama yang tak pernah lelah mengomel hal yang sama.Aku memaklumi dan tak menjawab apapun. Karena bagiku itu sama saja akan menjadi Boomerang bagiku. Jadi aku memilih diam.Tiap pagi aku selalu chat Ria, sekedar menanyakan keadaannya. Sungguh, sebenarnya aku rindu, rindu senyumnya, rindu manjanya bahkan rindu saat ia selalu menyuruhku melakukan hal-hal yang lebih banyak di kerjakan perempuan, walau itu tugas seorang suami.Aku rindu! Pekikku sendiri."Mas, sudah makan?" Dari sebrang sana terdengar suara lembut istriku. Aku tergugup, ini kali pertama ia menanyakan hal yang sepele."Be-belum, Dek. Nanti saja!" Gagapku, tak menyangka jika Ria menelfon hanya sekedar untuk menanyakan itu."Makanlah, jangan sa

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status