Share

Pilihan

last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-22 21:42:45

"Bukankah hanya dengan ini Ibu masih bisa menjadi istrinya dan selalu ada di samping Pak Azril?" tanya Bu Naya dengan perasaan yang dibuat sesedih mungkin.

Devina hanya terdiam, ia berusaha mencerna kata-kata Bu Naya yang menurutnya benar. Namun, apa hatinya akan sanggup jika ia melihat kemesraan suaminya dengan wanita lain? Apa ia tidak akan menitikkan air mata setiap saat?

"Bu, saya tahu Ibu sangat mencintai Pak Azril, jadi berusahalah untuk selalu berada di sampingnya. Jika ibu menyerah begitu saja, bukankah pengorbanan ibu selama tujuh tahun ini akan sia-sia?" tanya Bu Naya lagi mencoba mengambil hati Devina yang sedang terombang-ambing.

Devina mengusap air mata yang mengalir di wajahnya, menarik napas sedalam-dalamnya, dan mengembuskannya perlahan. "Akan saya pikirkan, Bu." Ia beringsut dan menjauh dari Bu Naya dan masuk ke kamar, bukan kamar yang selama ini menjadi saksi bisu dinginnya Azril, tapi kamar di lantai bawah yang biasa digunakan oleh tamu.

Devina menyalakan ponsel yang sejak tadi dimatikannya dan menelpon sahabatnya yang juga sudah menikah. Dialah Salma--sahabat yang selalu mengajaknya untuk berhijrah dan menjadi muslim yang sejati. Meskipun Devina belum bisa memakai jilbab, tapi Salma tidak pernah memaksa.

"Assalamu'alaikum, Vina." Suara indah Salma langsung terdengar menyapa.

"Wa'alaikumussalam, Mbak." Sementara suara Devina tertahan, ia menangis sejadi-jadinya dan menumpahkan semuanya.

"Menangislah selama itu akan membuatmu tenang, setelahnya, baru ceritakan apa yang sedang terjadi." ucap Vina yang sadar kalau Vina tidak baik-baik saja.

Perkataan Azril kembali terngiang di kepalanya, Devina memeluk kepalanya sambil sesekali memukulnya. "Vina, kamu boleh menangis, tapi tidak boleh menyakiti diri sendiri." Salma berusaha untuk mengingatkan, ia bisa mendengar kalau Devina menepuk-nepuk sesuatu.

"Mbak, rasanya aku sudah gak kuat, tapi rasa cintaku lebih besar dari rasa sakit ini." suara Devina terdengar serak dan lemah, tapi Salma bisa mendengar semuanya dengan jelas.

"Ceritakanlah, Vina. Insya Allah, aku bantu cari jalan keluarnya." ucap Salma terdengar lembut.

"Mas Azril baru saja mengajar bercerai .... " jelas Devina, suara tertahan dan kembali menangis.

"Astagfirullah." Beberapa kali Salma beristigfar, agar dirinya tidak ikut terbawa emosi.

"Dia bahkan mengatakan kalau dirinya mencintai wanita lain." lanjut Devina dengan air mata yang mulai mengering.

"Astagfirullah, aku gak akan meminta kamu untuk bersabar, Vin. Karena memang rasa dimadu itu sangat menyakitkan, membayangkannya saja aku tidak mampu." ungkap Salma tak enak hati, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk menghibur Devina.

"Kalau dimadu, aku masih belum begitu kepikiran, Mbak. Namun, yang jelas, aku tidak sanggup bercerai darinya." Devina berbicara pelan.

"Jangan bercerai, Vina. Bertahan selagi kamu bisa, pernikahan bukan hal yang main-main." Salma mulai berbicara tegas.

"Tapi bagaimana kalau Mas Azril menginginkan itu?" Hati Devina mulai menghangat ketika mendengar sahabatnya meminta ia untuk bertahan.

Karena seringkali mengikuti pengajian, Devina menjadi tahu kalau perceraian bukanlah hal yang main-main. Ia harus mempertahankannya sebisa mungkin, kecuali jika memang sudah benar-benar tidak sanggup lagi untuk bertahan.

"Katakan saja padanya kalau kamu mengizinkan dia untuk menikah lagi, tentu saja itupun kalau kamu mau." jelas Salma pelan. Ia sungguh tidak tega kalau Devina harus mengalami hal semacam ini, tapi tidak ada ada cara yang lain.

Sementara di sisi lain, Azril sedang berkirim pesan dengan wanita yang baru seminggu dikenalnya. Seorang wanita muslimah yang sangat cantik yang bernama Nafisah.

Nafis adalah panggilannya.

Ketika berkenalan, Azril tidak mengatakan kalau dirinya adalah seorang suami dari wanita lain, tapi lajang. Seorang lelaki berkepala tiga yang belum menikah dan segera ingin menikah secepat mungkin.

"Aku sangat merindukanmu." tulis Azril sambil tersenyum ketika membayangkan wajah Nafisah yang memerah karena malu.

"Kita belum halal, Mas. Jangan mengirimkan pesan yang hanya akan menambah dosa." balas Nafisah dengan sebuah emoticon wajah datar.

"Inilah yang membuatku jatuh hati padaku, kau wanita yang taat." balas Azril dengan hati yang berbunga tanpa memikirkan bagaimana perasaan dan hati Devina yang sedang terluka.

"Perbedaanmu dengan Nafisah sangat jauh, Devina. Aku tak akan pernah mencintai wanita pecicilan sepertimu, apalagi mempunyai anak dari rahimmu. Untung saja aku selalu memberikan obat penunda kehamilan tepat waktu," gumam Azril tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Sedangkan Devina yang tak sengaja mendengarnya ketika kembali dari kamar tamu hanya bisa menahan tangis. "Jadi, gadis itu bernama Nafisah? Dan Mas Azril juga memberikan aku obat agar tidak mengandung anaknya?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • WANITA YANG KUCERAIKAN   Bab 41 Akhir Kisah

    Adrian sudah memasang perangkap untuk bisa menangkap Nurdin tanpa membuat Aira berada dalam bahaya. Benerapa orang yang ada di rumah Devina, terutama yang bertugas membantu pernikahannya bukanlah orang sembarangan. Memang bukan hanya Nurdin yang akan melancarkan aksi jahatnya, tapi dia juga meminta bantuan orang yang berada di rumah Devina. Orang yang rela melakukan apapun demi uang, dan sekarang wanita ini yang sedang memegang kendali atas Aira. "Kamu tenanglah, Aira pasti akan baik-baik saja." Adrian berusaha sebisa mungkin untuk menenangkan Devina. "Aku bisa pastikan, asal kita harus tenang sebagai orang tuanya." lanjutnya. Devina langsung terdiam, tapi air mata terus mengalir dari matanya tanpa bisa dihentikan. "Aku minta Aira selamat. Aku yakin Mas pasti punya rencana di balik ini semua." lirihnya sambil menatap Adrian lembut. "Betul. Tunggulah sebentar lagi, jangan lupa untuk mendoakan, ya." Adrian mengusap puncak kepalanya lembut. Sengaja, ia tidak memberitahu kalau Azril

  • WANITA YANG KUCERAIKAN   Bab 40

    Azril terus aja mencari keberadaan di mana laki-laki yang bernama Nurdin itu di kota tempatnya kuliah, tapi tetap saja tidak ketemu. Banyak orang dia kerahkan, tapi tetap tidak membuahkan hasil. "Kira-kira di mana dia berada? Aku tidak ingin dia datang menyakiti keluargaku." Azril berucap lirih. Ia sudah faham betul jalan ceritanya. Jika ada Nurdin tahu kalau Pak Herman, laki-laki yang selama ini melindunginya itu sudah berada di tahanan, dia tidak mungkin akan diam saja. "Sepertinya belum ada pergerakan, ya." Haris menanggapi dengan biasa saja. "Terus bagaimana dengan bayimu, apa dia sudah ada pergerakan?" tanyanya lagi. Azril memilih diam daripada menjawab pertanyaan Haris. Ia tahu kalau sahabatnya itu pasti sudah mendengar kabar kelahiran Devina. "Apa kamu masih belum melihatnya?" tanya Haris lagi sambil menatap Azril bingung. "Aku tidak punya kesempatan untuk melihatnya." lirih Azril membuat Haris menatap kesal ke arahnya. "Alasan apa itu? Jika kamu memang cinta dan peduli

  • WANITA YANG KUCERAIKAN   Bab 39

    Azril memerintahkan orang-orangnya untuk menangkap Herman dan juga Nafisah. Ia ingin mereka mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan proses hukum. Terlebih lagi, Herman memang seorang mafia yang sudah berhasil menipu banyak orang dan perusahaan untuk kesenangannya sendiri. Melihat Azril jarang pulang ke rumah membuat Pak Halim dan Bu Ami bisa bernapas lega. Mereka sudah berjanji kepada Devina tidak akan mengatakan kalau bayinya sudah lahir dengan selamat dan sehat. Devina sementara waktu tidak ingin bertemu dengan Azril karena hatinya sedang membutuhkan pertolongan. "Darimana, Pa?" Suara yang terdengar seperti menodong membuat Bu Ami dan Pak Halim menghentikan langkah. Hari ini adalah hari kedua setelah putra Devina lahir dan mereka selalu pulang-pergi untuk melihat kondisi cucunya. "Dari luar dan kamu tidak perlu tahu hal itu!" tegas Bu Ami kemudian. Azril tersenyum kecut. Ada rasa sedih ketika melihat kedua orang tuanya lebih memilih berbohong daripada mengatakan y

  • WANITA YANG KUCERAIKAN   Bab 38

    ”Tidak ada kata paling indah, selain aku mencintaimu karena Allah." ucap seorang laki-laki yang selalu dipanggil Ustaz Abdul oleh kelurga Pak Dean. "Namun kata-kata itu akan indah ketika diucapkan atau di katakan ketika orang yang menerimanya adalah pasangan halal kita. Karena apa? Karena tidak ada cinta karena Allah sebelum menikah. Semuanya pasti karena nafsu." jelasnya membuat Adrian dan yang lainnya menundukkan pandangan. "Jadi, maksud Nak Adrian ke sini benar untuk melamar sepupu saya, keponakan saya, sekaligus tetangga saya yang baik dan selalu mencintai orang lain dengan tulus?" tanyanya pada Adrian. Adrian hanya mengangguk. Matanya berusaha terlihat tegar, padahal ingin sekali dia menangis untuk mengungkapkan segala isi hatinya. Proses acara lamaran pun selesai. Meksipun keluarga Pak Dean dan keluarga Pak Halim bukan orang yang kolot, tapi tetap saja mereka menjalankan tradisi seperti dulu. Yaitu, yang mana laki-laki dan perempuan tidak boleh bersentuhan sebelum menikah. M

  • WANITA YANG KUCERAIKAN   Bab 37

    "Bagaimana bisa kau tahu tentang Devina?" Azril menatap Septi dingin. Suasana tiba-tiba menjadi berubah sepi karena Azril yang mengatakan tentang yang dialami Devina selama ini. Septi tersenyum menyeringai. "Siapa yang tidak kenal Devina? Bukan kampus yang selalu dingin kepada semua mahasiswa, kecuali padamu!" ucapnya geram sambil menatap Azril dengan penuh kebencian. Azril berdecih. "Oh, ternyata kau adalah salah satu laki-laki yang tertolak. Mau bagaimana lagi, hanya aku yang ada di matanya." "Aku tidak ditolak, karena memang tidak menyatakan perasaan. Hanya saja, sangat disayangkan perasaannya yang halus dirobek olehmu." Septi memilih untuk menjauh dari Azril dan mendekat ke arah Ayu. "Kupikir kau mencintaiku dengan setulus hati, nyatanya tidak. Mulai saat ini, kita bukan lagi hubungan suami-istri." tegasnya. Nafisah mulai tersenyum lebar. Jika Septi menalak Ayu, tandanya laki-laki masih punya perasaan padanya. Dengan penuh percaya diri, dia mendekat ke arah Septi. "Pasti kar

  • WANITA YANG KUCERAIKAN   Bab 36

    Azril sudah ada perasaan tidak enak ketika mendatangi rumah pakdenya Nafisah yang dulu pernah dia tinggali selama beberapa waktu itu. Sangat hening dan sepi. Sudah ada perasaan kalau penghuni rumahnya sedang tidak di tempat. Sementara Nafisah malah membuka setiap pintu kamar dengan tangis yang hampir pecah. "Jangan sampai kau menunjukkan rasa kasihanmu, karena aku tidak akan kasihan apapun keadaanmu," tegas Azril. Nafisah tidak bicara jelas kepada Azril, dari tadi dia hanya bergumam. "Sudahlah, tidak usah berteriak dengan sekuat tenaga. Keluargamu memang sudah meninggalkan rumah ini," jelas Azril membuat Nafisah geram. "Jangan sembarangan bicara kalau tidak tahu apapun!" teriaknya kepada Azril. Rasa panik pun semakin menjadi ketika tidak ada satu pun anggota keluarganya yang berada di rumah. Bahkan, baju-baju terbaik mereka pun sudah tidak ada lagi. "Kau memang tidak punya harapan!" lirih Azril. Dia memilih untuk duduk di teras sambil menunggu Nafisah melakukan apa yang ingin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status