“Hei kamu, cepat temuin Nyonya Kinara!”
Arumi yang sedang memoles pelan bibirnya dengan lipbalm terperanjat di tempat duduknya, dia menoleh menatap wanita yang berdiri di ambang pintu yang barusan memintanya untuk menemui Kinara.
“Malah bengong lagi kamu! Cepat!” Wanita itu, Mika menarik Arumi kasar dan membawanya menuju kamar utama di rumah itu.
“Lepasin! Aku bisa jalan sendiri!” Arumi memberontak berusaha melepaskan cengkeraman Mika dari lengannya.
Mika mengabaikan rintihan sakit Arumi akibat ulahnya yang menarik wanita itu dan sekarang langkahnya sampai di depan Kinara yang sedang duduk di kursi roda.
Brugh!
Tubuh Arumi didorong kasar hingga terjatuh di depan Kinara, dia segera mendongak menatap wanita di depannya itu yang tadi pagi sempat Arumi hindari untuk bertemu.
“Jadi ini wanita pilihan papa!” Kinara lebih dulu meraih dagu Arumi dan meneliti tajam wajah polos wanita itu.
Sementara Mika, wanita itu berdiri angkuh sambil melipat kedua tangan di depan dada, dia berjaga-jaga di dekat pintu kamar mengawasi takut ada yang mengintip karena di rumah itu masih ada Ina, sedangkan Harjuna sudah pergi bekerja.
Mika tidak berhubungan baik dengan pelayan di rumah itu dan tadi saat dia menyeret paksa Arumi dari kamarnya menuju kamar Kinara, Mika sudah memastikan situasi aman.
“Jangan berharap lebih sama Mas Harjuna! Karena dia menikahi kamu karena terpaksa untuk menuruti kemauan papanya!” Kinara menekankan tegas lalu menjauhkan telapak tangannya dari dagu wanita itu.
Arumi masih diam, dia berusaha bangkit dari posisi berlutut yang sebenarnya tak sengaja dalam posisi ini setelah Mika tadi mendorongnya kasar.
“Jangan bangun dulu!” Mika menekan kuat pundak Arumi memaksa wanita itu tetap berlutut di depan Kinara.
Telapak tangan Kinara mendekat lagi, menjangkau wajah Arumi, memberikan cengkeraman erat sekaligus menarik wajah Arumi lebih mendekat.
“Kamu memang wanita pilihan papanya Mas Harjuna, tapi itu semua tidak penting karena kehadiranmu bahkan tidak dianggap sama sekali oleh Mas Harjuna!”
Bibir Arumi bergetar pelan, tapi dia tak sanggup mengatakan apa pun dan menurutnya diam lebih baik untuk menyudahi sikap kasar yang Kinara berikan untuknya.
“Sudah sana keluar!” usir Kinara seraya mendorong Arumi.
Keluarnya Arumi dari kamar itu ditatap sinis oleh Kinara dan Mika, sepupu Kinara sekaligus pelayan pribadi Kinara yang selama ini banyak menemani Kinara ketika Harjuna sibuk dengan pekerjaannya.
Kedua wanita itu kemudian tertawa untuk merayakan ulah mereka yang baru saja memperlakukan Arumi dengan kasar.
Berdiri di depan cermin yang berada di dalam kamarnya, Arumi memandang lekat kedua pipinya yang tampak sedikit merah karena cengkeraman yang Kinara lakukan. Arumi tidak menyangka wanita itu akan memperlakukannya kasar seperti tadi.
Arumi merias wajahnya cukup tebal untuk menutupi kemerahan di pipinya, dia tidak ingin saat bertemu ibunya nanti membuat ibunya bertanya-tanya.
Saat bertemu dengan ibunya nanti Arumi hanya ingin menunjukkan kebahagiaan dengan begitu ibunya akan ikut bahagia.
***
“Akhirnya Lily ketemu sama Onty Umi lagi.” Lily, keponakan Arumi yang berusia 4 tahun itu memeluk erat Arumi saat Arumi baru sampai di depan pintu.
Panggilan “Onty Umi” adalah panggilan khas dari Lily untuk Arumi.
Rahma—Ibu Arumi pun memeluk singkat Arumi lalu memandang lekat putrinya dengan binar bahagia, dia melihat putrinya tampak baik-baik saja bahkan wajah Arumi terlihat lebih segar dari biasanya.
Bertemu ibunya dan juga keponakannya yang berusia 4 tahun itu membuat suasana hati Arumi lebih membaik, dia bisa melupakan sikap kasar Kinara dan Mika saat di rumah Harjuna tadi.
“Onty Umi ayo main boneka sama Lily!” Lily menarik tak sabar Arumi dan membawa wanita itu ke kamarnya.
Arumi menurut, dia meladeni Lily yang ingin bermain boneka dengannya seperti yang sebelumnya sudah sering Arumi lakukan dengan Lily.
Selesai bermain dengan keponakannya, Arumi melihat-lihat isi di dalam rumahnya, beberapa bagian di dalam rumahnya yang dulu rusak dan bocor sudah diperbaiki dan tidak ada lagi cat rumah yang terlihat pudar dan kusam. Semua karena bantuan Pak Aji.
Langkah Arumi terhenti, pandangannya tertarik pada salah satu foto yang terpajang di tembok, Arumi baru melihat foto itu sekarang, foto masa muda ayahnya dan Pak Aji.
“Andai aja Kak Adila belum menikah pasti dia yang menikah dan menjadi istri kedua Pak Harjuna,” gumam Arumi seolah sedang melayangkan protes ke pria yang berada di foto itu.
Arumi menggeleng tegas, dia tidak ingin terus meratapi nasibnya, melihat keluarganya sekarang sudah hidup lebih baik dan terbebas dari utang, itu yang seharusnya Arumi syukuri.
Namun, permintaan papa mertuanya itu terus membebani Arumi, seperti ada benda berat yang memenuhi kepala dan pundaknya.
“Bagaimana bisa aku memberikan cucu secepatnya untuk papa? Sementara Pak Harjuna belum menyentuhku sampai sekarang, bahkan terlihat dari sorot matanya saja, dia sepertinya begitu membenciku.”
Puas bertemu dengan keluarganya, malamnya Arumi baru kembali ke rumah Harjuna.
Saat kembali ke rumah suaminya, Arumi tidak melihat Kinara, sepertinya wanita itu sudah tertidur dan ini sangat melegakan untuk Arumi.
Berhenti di dapur Arumi melihat Ina yang sedang sibuk membuat sesuatu, Arumi mendekat dan melihat wanita paruh baya itu sedang mengaduk-aduk sebuah minuman.
Aroma minuman itu tercium kuat, Arumi sudah dapat menebaknya, pelayan itu sedang membuat kopi.
“Kopi buat siapa Bi?” tanya Arumi.
“Buat Tuan, Nyonya,” balas Ina tersenyum menatap Arumi.
“Biar aku saja yang antar ya Bi.” Arumi menawarkan.
Ina menggangguk kemudian memberikan cangkir kecil berwarna putih berisi kopi panas itu ke Arumi.
“Tuan sedang ada di perpustakaan pribadinya, mari bibi antar. Nyonya pasti belum tahu perpustakaannya ada di mana.” Pelayan itu segera mengambil langkah di depan Arumi, menunjukkan letak perpustakaan pribadi Harjuna.
Langkah Arumi melewati kamarnya lalu berjalan lebih ke belakang lagi kemudian berbelok ke arah kanan, ada satu pintu sana, langkah Ina terhenti, pun dengan Arumi yang berada di belakang pelayan itu.
“Silakan Nyonya masuk. Bibi tinggal ya.” Ina sedikit menunduk ke arah Arumi kemudian beranjak dari depan pintu ruangan itu.
Mulut Arumi sedikit terbuka hendak mengatakan sesuatu untuk menahan pelayan itu agar tak pergi. Di depan pintu itu Arumi bergerak gelisah membuat cangkir yang berada di atas piring kecil berwarna putih itu sedikit bergoyang, kopi yang Arumi bawa hampir tumpah dari tempatnya.
Setelah menarik dalam-dalam napasnya, Arumi memberanikan diri mengetuk pintu di depannya lalu masuk ke dalam ruangan itu.
Untuk beberapa detik Arumi terpesona saat melihat pemandangan di dalam ruangan itu, buku-buku di dalam rak itu tersusun dengan rapi, perpustakaan pribadi Harjuna itu mampu menyihir Arumi yang sangat suka membaca buku.
“Ada apa?” tanya Harjuna muncul dari balik salah satu rak buku.
“Uhm, ini Pak, saya bawakan kopi buat Pak Harjuna.” Arumi segera meletakkan kopi yang dia bawa itu di atas meja yang berada di samping kanannya kemudian terburu-buru mengambil langkah keluar dari ruangan itu.
Satu jam berlalu setelah menikmati kopi yang semula Arumi bawa, Harjuna merasa ada yang tidak beres dengan dirinya.
Tubuhnya memanas, jantungnya berdebar kencang dan sesuatu bergejolak di dalam dirinya. Harjuna meremas erat telapak tangannya berusaha meredam sensasi yang meledak-meledak di dalam tubuhnya.
Harjuna tidak mampu menahan dirinya lagi, dia sudah sangat tersiksa.
Napas Harjuna memburu, dia melangkah tergesa menuju kamar utama, namun sampai di dalam kamar itu dan menatap wanita yang sedang tertidur nyenyak di atas ranjang mengurungkan niat Harjuna untuk melampiaskan keinginannya sekarang.
Harjuna menggeleng pelan, tidak mungkin untuknya menuntaskan gejolak di dalam dirinya ke Kinara yang masih sangat lemah.
Bayang-bayang wajah Arumi terlintas di benaknya, Harjuna segera beranjak dari kamar itu dan menuju kamar Arumi.
“Apa yang kamu lakukan ke saya, Arumi?!” marah Harjuna tepat baru memasuki kamar istri keduanya.
Suara pria itu bagai raungan hewan buas yang sedang kelaparan dan mencari mangsa.
Arumi yang baru akan memejamkan matanya tersentak hebat, dia menarik penuh selimut hingga menutup sampai ke lehernya.
Dia memandang ragu dan takut pria yang sedang mendekat seraya memandangnya penuh kilatan marah, pria itu entah mengapa tampak seperti akan memangsanya.
“Kamu menjebak saya agar saya menyentuhmu, Arumi!” Harjuna sudah naik ke atas ranjang dan berhenti di depan Arumi yang tubuhnya tampak gemetar.
“Saya tidak melakukan itu, Pak. Sungguh!” Arumi berusaha meyakinkan Harjuna dengan suara bergetar.
“Cih dasar! Di balik wajah polosmu ini, kamu sebenarnya wanita licik!” Harjuna meraih kasar dagu Arumi, tapi sialnya tatapannya justru terpusat ke bibir yang sedang bergetar dan terlihat lembut itu.
Air mata Arumi hampir tumpah saat Harjuna menariknya paksa hingga dia terlentang di bawah pria itu.
“Kamu sudah menjebak saya dan kamu harus bertanggung jawab Arumi!” Harjuna sudah dalam posisi mengungkung Arumi dan mengunci pergerakan wanita itu dengan memegang erat kedua tangannya.
Harjuna berdiri di tengah pintu memperhatikan kepulangan Kinara dan Mika, dia menatap dingin istrinya yang sedang tertawa kecil bersama Mika.“Kamu dari mana Kinara? Kenapa semalam nggak pulang ke rumah?” tanya Harjuna menghadang di depan pintu rumah.Pertanyaan Harjuna dibalas dengusan kasar Kinara. Kursi roda yang Kinara duduki bergerak lagi, tapi dia tetap tertahan di depan pintu karena Harjuna tidak beranjak dari posisinya.“Aku semalam menghubungi kamu berulang kali, tapi kamu tidak juga merespons. Aku khawatir sama kamu, Kinara.” Harjuna sedikit membungkuk di depan Kinara memegang erat kedua sisi kursi roda itu.“Apalagi Mika juga sama-sama susah dihubungin.” Harjuna melirik tajam Mika, tampak dia jengkel ke Mika karena perempuan yang bersama Kinara itu semalam hingga pagi tidak merespons panggilan masuk dan pesan masuknya. Sementara Harjuna sangat membutuhkan informasi tentang Kinara dari Mika.“Bukankah kamu sedang fokus sama istri mudamu itu Mas? Kamu aja rela bertarung demi
Kinara sudah mendengar tentang pertarungan yang akan suaminya lakukan dengan Radit, Kinara mendapat informasi itu dari Mika yang sempat menguping di rumah kecil yang Arumi tempati.“Apa tujuan kamu sampai mengajak Radit bertarung?” Kinara segera melontarkan pertanyaan yang sejak tadi mengganggunya itu saat Harjuna masuk ke dalam rumah.“Jawab aku Mas!” Kinara menyusul Harjuna, dia emosi karena pertanyaan pentingnya tadi tidak dijawab Harjuna.Langkah Harjuna sampai di dalam kamarnya, dia mengubrak-abrik beberapa bagian di dalam lemarinya, mencari baju dan beberapa keperluan lainnya untuk dia bertarung dengan Radit.“Kamu cemburu sama Radit sampai-sampai nantangin dia begitu? Kamu sudah beneran jatuh cinta sama Arumi, Mas?” Dada Kinara naik turun, telapak tangannya meremas erat sisi kursi roda dan tatapannya itu masih tertuju ke Harjuna yang sampai sekarang masih bungkam.Pria itu masih sibuk mengubrak-abrik isi lemarinya hingga menemukan boxing gloves yang sudah cukup lama tidak Harju
Radit dan Ina, dua orang yang setia menemani Arumi saat Arumi sedang sakit. Dia bisa saja meminta ibunya menemaninya agar tidak begitu kesepian, tapi Arumi tidak ingin masalah rumah tangganya diketahui ibunya. Arumi hanya ingin menunjukkan kebahagiaan di depan ibunya.Setiap ibunya bertanya tentang kabarnya, Arumi mengatakan baik-baik saja. Saat ibunya datang mengunjunginya secara langsung bersama Lily ke rumah, Arumi akan menunjukkan wajah bahagianya, menutup semua luka di hatinya.“Saya bantu Nyonya,” kata Radit bergegas memapah Arumi yang baru keluar dari mobil.Setelah dua hari dirawat di rumah sakit, sore ini Arumi kembali ke rumah, tapi sekarang hanya ditemani Radit karena Ina sibuk meladeni Kinara.“Saya bisa jalan sendiri Radit,” kata Arumi sebelum melangkahkan kakinya.Radit tidak mengindahkan, dia tetap memapah Arumi melihat Arumi yang masih pucat dan lemah.Dari kejauhan Harjuna melihat kedatangan istrinya bersama Radit.Harjuna yang masih mengenakan pakaian formal setelah
Arumi mengusap-usap perutnya, pandangannya tertuju ke rumah besar itu, dia tersenyum miris dengan keadaannya. Hingga kehamilannya memasuki usia 8 bulan, Harjuna masih membencinya setelah kejadian Kinara yang keracunan.Arumi lelah menjelaskan, dia sudah pasrah membiarkan waktu menjawab kebenarannya. Namun, sampai sekarang kebenaran itu belum juga terungkap, dia masih dianggap sebagai seseorang yang meracuni Kinara.“Sudah sore Nyonya, sebaiknya Nyonya masuk ke dalam,” kata Radit kembali ke belakang Arumi setelah selesai menjawab panggilan masuk dari seseorang.Arumi berbalik menatap Radit tanpa menunjukkan ekspresi apa pun, dia melangkah pelan menuju kamarnya.Bersandar di atas tempat tidurnya, Arumi meraih ponselnya yang tergeletak di sampingnya. Arumi tersenyum tipis saat melihat fotonya dengan Harjuna saat liburan di villa beberapa bulan yang lalu.Hari itu dia merasakan kebahagiaan, sayangnya kebahagiaan itu membuat Arumi salah menilai sikap manis yang Harjuna tunjukkan.Tidak ada
Arumi mencoba dahulu bubur ayam buatannya sebelum nanti dia berikan ke Kinara yang sedang sakit.Setelah pulang liburan dari villa Arumi mendengar kabar dari Ina bahwa Kinara sedang sakit. Setelah tahu kabar itu, Arumi berkeinginan untuk menjenguk Kinara sambil membawakan makanan untuk wanita itu.“Nyonya Arumi ini baik sekali ya. Padahal menurut bibi, Nyonya Arumi tidak usah jengukin Nyonya Kinara apalagi sampai masakin bubur ayam buat dia.” Ina geleng-geleng kepala pelan saat memperhatikan kesibukan nyonya muda itu yang pagi ini terlihat semangat memasak dan itu buat Kinara.Arumi menoleh sekilas menatap pelayan itu dan hanya tersenyum merespons ucapan Ina barusan. Arumi lalu menghidangkan bubur ayam buatannya itu ke dalam tempat makan berbentuk bulat yang sudah Arumi letakkan di atas meja makan.“Nyonya mau ke mana?” tanya Radit saat melihat Arumi keluar dari rumah.Seperti biasa sejak semalam Radit berjaga di depan rumah itu tidak peduli meski Harjuna beberapa kali memperingatkan
Harjuna tidak begitu memperhatikan Kinara meski istrinya itu memintanya untuk melihat ke arah kamera, Kinara ingin mengabadikan momen bersama Harjuna di taman bunga milik Pak Aji yang berada di villa milik pria itu.“Mas, lihat ke sini dong!” Kinara meraih paksa wajah Harjuna saat tatapan pria itu sedang tertuju ke salah satu arah—tempat Arumi sedang berduaan dengan Radit.“Kamu foto-foto sendiri saja.” Harjuna merespons cuek seraya menyingkirkan tangan Kinara yang menahan wajahnya.“Kamu kok begitu sih Mas? Kamu nggak suka berduaan sama aku? Kamu pengin berduaan sama Arumi makanya sejak tadi kamu mandangin dia terus, hah?!” Kinara terpancing emosi.Sejak Sabtu kemarin saat Harjuna mengajaknya liburan ke villa milik papa pria itu yang berada di puncak, Harjuna lebih banyak memperhatikan Arumi walaupun tak secara langsung mendekati wanita itu dan itu membuat Kinara sangat geram.“Bukan begitu Kinara. Aku hanya sedang kepikiran sama penjelasan dia hari itu. Tentang dia yang katanya diga