Home / Romansa / Wanita Rahasia CEO / BAB 9 I Lebih Baik Pergi

Share

BAB 9 I Lebih Baik Pergi

Author: Blezzia
last update Last Updated: 2021-01-30 11:58:49

Disya menemani Via yang terlihat hancur hingga wajah rupawannya pucat pasih bagai tidak memiliki keinginan melanjutkan hidup. Melihat depresi yang jelas terlihat di wajah sahabatnya, Disya pun terduduk di hadapan Via yang matanya menerawang. Dia menatap ponsel yang layarnya pecah tergeletak di atas lantai.

Tangannya gemetar ketika mengambil ponsel tersebut. Hatinya meyakini isi pesan pada ponsel itu adalah alasan Via berada dalam keadaan void. Benar seperti yang dia duga, pesan kiriman Sean juga membuat Disya terluka, bahkan dia merasakan marah yang membara.

Beraninya pria itu menyakiti sahabatnya dan membuangnya bagaikan sampah. Disya tidak terima, sungguh tidak akan dia maafkan.

“Via, oh … Via,” isak Disya sembari mengelus wajah sahabatnya yang sembab.

Mata Via menatap kosong ke tembok, air matanya kering, hanya ada sisa-sisa jejak tangis tadi.

“Dia tidak menginginkanku,” bisik Via dengan suara serak dan rendah. “Dia tidak menginginkan bayi ini.”

“Oh .. Via.” Disya tidak tahu harus mengatakan apa, hanya bisa ikut merasakan penderitaan sahabatnya. Lama keduanya duduk di lantai, tenggelam dalam kesedihan yang sama.

“Apa yang harus kulakukan?”

Pertanyaan tersebut lebih terdengar seperti orang putus asa bukan mencari jawaban.

“Bagaimana kalau kita liburan saja, dan menenangkan diri jauh dari kota,” kata Disya berusaha terdengar tegar. Dia menarik Via untuk berdiri dari tempat semula dan membawa gadis itu menuju kamar.

Via berbaring di atas kasur, dan membiarkan Disya melakukan apa saja tanpa sekali pun menoleh pada sahabatnya itu.

Disya hendak menelepon nomor Sean yang tertera di ponsel, sekuat tenaga dia menahan diri untuk tidak melakukannya karena hanya akan menambah lebar luka saja. Sehingga tanpa sadar dia mematikan ponsel tersebut lalu menyimpannya di laci.

Disya memutuskan untuk bergabung di kasur bersama Via dan memeluk sahabatnya yang dalam keadaan seperti jiwa dan raga terpisah. Keduanya diam tanpa sedikit pun suara hingga tertidur demi menutup hari itu.

………………………………………………………….

Via memasuki ruang atasannya di Luna Star. Pria di hadapannya menatap Via dengan tatapan bingung ketika gadis itu menyerahkan surat pengunduran diri secara tiba-tiba.

“Kau ingin keluar? Apa kau yakin?” tanya Hadley.

Via mengulas senyum tipis, senyuman yang tidak sampai ke mata. Wajah gadis itu terlihat sembab, walau sudah ditutupi make up, tetap saja jelas terlihat. Apa lagi gesture tubuhnya yang tidak seceria biasa.

“Aku sudah memikirkannya matang-matang. Maaf mengundurkan diri tiba-tiba, tetapi ini hanya alasan pribadi bukan sesuatu yang berasal dari perusahaan,” ucap Via dengan suara rendah sedikit tertunduk.

Hadley menghela napas dengan bahu sedikit menekuk ke bawah. Dia pun mengangguk tanpa bisa menahan Via yang tekatnya bulat.

“Kuharap kau bisa menunggu sampai CEO pulang, tetapi sepertinya aku tidak bisa menahanmu lebih lama lagi. Jadi, baiklah. Lapor ke HRD sebelum membereskan barang-barangmu. Hand over semua dokumen dan pekerjaanmu pada Keiza sebelum pergi,” jelas Hadley sembari mengizinkan Via untuk keluar ruangan.

Gadis itu berterima kasih sebelum beranjak pergi.

Saat membereskan barang-barang di meja kerja, Keiza berlari mendekat dan menatap Via bingung sedikit kecewa.

“Ada apa? Mengapa kau keluar?” tanya Keiza dengan nada sedikit panik.

“Alasan pribadi yang tidak bisa kujelaskan,” jawab Via masih sibuk memasukkan barang-barang yang bukan milik hotel ke dalam kardus.

“Lalu bagaimana denganku? Tanpa dirimu aku tidak bisa melakukan apa-apa.” Keiza menahan tangan Via yang hendak memasukkan figura ke kotak.

“Via, jangan seperti ini. Kumohon jangan pergi, siapa lagi yang akan menemaniku makan siang.” Tanpa malu Keiza menangis sembari menggengam lengan Via yang tergantung di udara.

Rasa sedih meliputi Via. Tadinya dia pikir tidak lagi ada emosi dalam jiwanya yang berantakan menjadi kepingan, tetapi ternyata dia masih memiliki simpati dan kesedihan.

“Maaf kan aku,” bisik Via dengan sebutir air mata luruh di pipi kiri. Dia menaruh figuranya dan menarik Keiza dalam pelukan. Berpikir bahwa mungkin ini adalah kali terakhir dia melihat rekan kerja yang benar-benar peduli padanya. “Tapi aku tidak bisa berada di Hotel ini lagi, kau harus bisa sendiri. Aku yakin karirmu akan cemerlang nanti, bahkan kau bisa mengambil posisiku.”

Pelukan Keiza semakin erat. Kedunya hanya berpelukan sebentar sebelum akhirnya Via memutuskan untuk sudah dan pamit keluar pada rekannya yang lain dengan mata berkaca-kaca meninggalkan Luna Star. Di luar gedung, dia menatap bangunan tinggi menjulang tersebut. Mengingat kembali masa-masa awal kepolosannya. Betapa naïf dia bermimpi bisa membuat Sean Reviano jatuh cinta dan menjadikannya prioritas.

Pria itu tidak beda dengan pria lain yang hanya mencari tubuh hangat sebagai teman tidur. Mulutnya teramat manis hingga Via tertipu kehangatan yang dia tunjukan. Semua itu tidak lebih adalah lakon yang pria itu jalankan sebagai aktor berbakat, hingga Via tanpa sadar menyerahkan hatinya utuh.

Via menunduk berjalan meninggalkan Luna Star, berharap ini kali terakhir dia mendengar nama Sean Reviano, lalu menghapus ingatan pria itu dari kepala dan hatinya yang masih tidak sepaham.

…………………………………..

Disya membantu Via membereskan baju-bajunya ke dalam koper. Mereka bekerja dalam hening sembari merapikan peralatan pribadi Via yang tidak ingin dia tinggalkan. Dua jam setelahnya tidak ada satu pun jejak barang-barang Via pernah mengisi apartemen mewah tersebut. Semuanya terlihat rapi sama seperti pertama kali Via menginjakan kaki di sana.

Ingatan Via membawa dia pada kenangan saat awal Sean membawanya ke sana sembari menciuminya tanpa henti seolah dia tidak pernah puas menyentuh. Tangannya yang hangat tidak pernah jauh dari tubuh Via, bahkan sengaja Sean berlama-lama di apartemen sebelum akhirnya berangkat kerja.

Begitu banyak kenangan manis di apartemen yang bukanlah milik Via pribadi, namun kini apartemen itu terlihat suram setelah diisi luka semalam. Via menggenggam erat gagang pintu sebelum keluar. Suara pintu tertutup seakan mengakhiri hubungannya dengan Sean dan menutup rapat kenangan mereka dalam ruangan yang kini terasa asing bagi Via. Dengan langkah berat sembari menarik napas, Via merelakan semua, melepas sesuatu yang bukanlah miliknya.

Seperti yang Sean katakan saat mengajaknya pindak ke apartemen.

“Tempat ini adalah rumah sementara untukmu, tinggallah di sini jadi aku bisa mengunjungi kapan saja.”

Ya, apartemen itu hanya sementara. Kini Via mengerti maksud Sean. Sebelumnya dia begitu tuli, tidak sekali pun mencerna perkataan pria itu. Merasa diri bagai Cinderella. Kenyataannya dia tidak lebih dari wanita simpanan. Betapa naïf.

Disya menarik tangan Via yang masih mematung di depan pintu apartemen, memandanginya penuh keengganan.

“Ayo Via, jemputan sudah tiba,” ucap Disya hati-hati sembari menarik sahabatnya menjauh dari tempat penuh kenangan itu.

Via berjalan auto pilot, dengan kepala penuh ingatan yang diputar berulang, walau pada akhirnya dia mengikuti Disya yang menuntunnya hingga ke lift, meninggalkan semua hal yang dia pikir adalah masa depan semu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
dah pergi aja
goodnovel comment avatar
Rahayu Yussof
......menarik dan teruja utk seterusnya
goodnovel comment avatar
Natalia Luis Naik0
Via kau yg bodoh sngat dah tau msih mau mengharapkn lbih baik kau menghilng dri si Sean dan membesarkn ankmu pasti kau bisa yg penting niat baik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita Rahasia CEO   SELESAI - Mrs. Hilda Johanson

    Hilda menyerahkan aksesoris bros yang dirinya pinjam dari Slaine saat acara lingerie mereka kemarin. Pipinya merona kemerahan saat mengingat yang terjadi di meja makan bersama Danny waktu itu. Karena benda mungil inilah Danny mendapatinya dalam posisi menungging di bawah meja. Untungnya Slaine tidak menyadari perubahan ekspresi wajahnya tersebut. Bayangan kejadian lalu masih melekat erat dalam ingatan, terutama saat pria itu melakukan sesuatu yang taboo di sana, membuat Hilda semakin kesulitan menyembunyikan rona di pipi. Wajahnya terasa panas, hingga tanpa sadar tangannya mengipasi diri. “Apa kau kepanasan?” tanya Slaine dengan dahi bertaut heran. Gadis itu menatap sekitar, pada langit cerah yang terasa sejuk di jam sepagi ini. Keduanya sengaja memilih mengungsi ke taman setelah kedatangan rombongan pria-pria Red Cage. Dan tentu saja Slaine melakukan itu setelah melihat si pria menyebalkan ─ Knight Miller ─ ada di antara mereka. “Ah … ya, sedikit,” jawab Hilda berbohong. “Apa kau

  • Wanita Rahasia CEO   Hilda & Danny 50 I Rencana

    Tepat pukul delapan pagi itu, berita pertunangan Hilda dan Danny terdengar hingga ke seluruh Denver. Hal itu tentu saja mengundang banyak rasa penasaran dari sekitar, termasuk para petinggi di organisasi Red Cage yang saat itu berkumpul di meja makan kediaman Danny sendiri.Si tuan rumah yang baru saja keluar dari kamar pribadinya hanya bisa menatap tajam pada beberapa kepala yang telah memenuhi sekitar meja makan.“Ah … lihatlah, aku sudah bilang dia akan melamarnya kurang dari tiga bulan,” ucap Jaxon Bradwood yang tengah mengeluarkan setumpuk uang dari saku celana dan diikuti oleh yang lain.Sementara itu, Gavin yang berwajah masam hanya bisa menggerutu sembari melemparkan tatapan kesal pada Danny yang rambutnya mencuat kesegala arah.Semua orang dapat melihat apa yang terjadi dengan rambut-rambut itu sebelumnya.“Aku tidak mengerti, mengapa kau selalu keluar menjadi pemenang setiap kali kita taruhan. Apa kau cenayang?” dengus Connor yang baru saja kehilangan nol koma nol nol nol no

  • Wanita Rahasia CEO   Hilda & Danny 49 I Jawaban

    “A-apa yang kau lakukan?” bisik Hilda terbata. Tangan feminim yang berada di depan bibirnya tampak bergetar, menutupi keterkejutan. “…Danny?”“Mmm … aku tahu sekarang bukan waktu yang tepat untuk melakukan ini. Tetapi, aku tidak tahu bagaimana harus melakukannya dengan cara yang benar,” jelas Danny dengan jantung sedikit berdebar hingga dia dapat merasakan organ penting itu hendak lepas dari sarang.Berkali-kali dia menarik napas sembari menunggu dengan keringat dingin mengalir di punggung.Gugup. Itu adalah kata yang tepat saat ini. Dan selama hidupnya, dia tidak mengenal perasaan tersebut.Dengan tatapan masih tidak percaya, Hilda mengedipkan mata berkali-kali. Dia bahkan menatap wajah Danny dan kotak itu secara bergantian.“Kita bisa membuat kesepakatan jika kau menerima lamaranku,” tambah Danny yang tampak kesulitan mengutarakan tawaran.Dia menarik napas panjang sekali lagi, mengusir sesuatu yang mulai menggelayuti, sebelum akhirnya memantapkan diri dan mulai melanjutkan.“Aku ak

  • Wanita Rahasia CEO   Hilda & Danny 48 I Kejutan

    Cukup puas Danny memandangi wajah lembut dari wanita yang berbaring di sampingnya. Kini, perhatian Danny pun beralih pada jam di atas nakas. Berkali-kali dia menarik napas dan menghelanya perlahan, hingga akhirnya Danny pun memutuskan untuk menarik selimut yang membungkus tubuh terlelap Hilda.Sebelum beranjak dari kasur, dia sengaja mengecup permukaan dahi wanita itu untuk sekian detik lamanya. Akan tetapi, perhatiannya terfokus pada ceceran baju mereka di atas lantai. Dan saat itulah dia memandangi celana yang tadi dipakai.Sembari menarik napas panjang, Danny bangkit dari ranjang dan berlutut di depan celana tersebut.Sekelebat emosi tampak berkejaran di balik matanya yang jernih. Namun, tubuhnya menegang begitu dia mendengar panggilan feminim dari balik punggung.“Apa yang kau lakukan di sana?”Suara Hilda terdengar serak dan sedikit berat. Mata gadis itu tampak sayu, seakan baru saja terpuaskan dengan kegiatan mereka sebelumnya. Hal itu mengundang senyuman kecil di sudut bibir Da

  • Wanita Rahasia CEO   Hilda & Danny 47 I Petaka Lingerie

    “Apa yang kau lakukan di tempat ini, hmm?” bisik Danny, tepat di telinga Hilda yang memerah.“Ka-kapan kau datang? Bukankah kau seharusnya kembali tengah malam nanti?”Wanita itu tampak berusaha menutupi tubuhnya yang hanya dibalut oleh kain tipis. Dan jemari lentik gadis itu seketika menarik perhatian Danny, hingga tanpa sadar lengan kekar pria itu mencoba menghentikan apa yang hendak Hilda lakukan.Dengan dengusan pelan, Danny seakan sengaja mengabaikan pertanyaan gadis itu.“Coba lihat ini.” Dari tatapannya yang teduh, jelas sekali bahwa dia tengah mengagumi pemandangan di hadapan. “Apa yang sebenarnya kau lakukan, Perle? Apa kau sengaja hendak menggoda semua orang selama aku tidak ada?”Siluet tubuh gadis itu seakan menggoda Danny untuk tidak menerkamnya saat itu juga.Akan tetapi, Hilda yang mendengar intonasi pria itu yang sedikit berbeda dari biasanya pun mencoba untuk menutupi tubuhnya kembali.“A-aku ingin kembali ke kamar,” ucap gadis itu gugup sembari berusaha melepaskan di

  • Wanita Rahasia CEO   Hilda & Danny 46 I Petaka Sebuah Lingerie

    Suara deru mesin mobil yang melewati gerbang membuat Xavier sedikit terheran. Pria itu bahkan menunggu di depan pintu dengan posisi istirahat di tempat, sedangkan kedua kaki terbuka sedikit lebar dan tangan berada di balik tubuh.“Sir,” sapanya begitu Danny turun dari mobil.Melihat ekpresi atasannya yang masam, Xavier memilih untuk bungkam sesaat. Namun, lirikan mata yang dia lemparkan pada Nakuru sudah cukup untuk memberikan signal bahwa dia sangat penasaran dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba.“Katakan pada yang lain, aku tidak ingin diganggu. Batasi akses untuk menemuiku,” ucap Danny sembari melewati bawahannya tersebut.Dia bahkan tidak lagi melihat sekitar, dan terus melangkah lurus melewati pintua. Akan tetapi langkahnya seketika terhenti begitu dia mendengar suara tawa beberapa wanita dari lantai dua.Dengan alis bertaut dan kening berkerut bingung, Danny pun tampak menahan diri untuk tidak berbalik badan. Seketika saja dia mengurut pelipis dan menarik napas cukup panjang,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status