"Ibu," kata Sinta dengan manja dan lega, seolah pertolongannya sudah datang.
Dahlia belum juga mau melepaskan cengkeraman tangannya dari tangan Sinta. Dahlia berpikir, biar saja kali ini semua menilai dirinya tidak tahu malu, atau tak berpendidikan karena menyerang Sinta seperti itu. Paling tidak, ia bisa menumpahkan kemarahan dan kekesalan pada wanita tidak tahu malu itu. Siapa yang tidak geram melihat suaminya bermesraan dengan wanita lain di depan matanya? Dahlia baru mengerti bahwa selama ini dia dibohongi oleh suami dan ibu mertuanya. Dahlia merasa dirinya sangat bodoh dan juga begitu polos, sehingga ia sangat mempercayai suaminya dan dikhianati dengan begitu jahatnya. Kali ini Dahlia tidak bisa pasrah dan diam saja menerima perlakuan seperti itu."Hentikan, Dahlia!" teriakan ibu mertuanya itu membuat Dahlia menoleh dan menatap wanita paruh baya itu. Wanita yang selama lima tahun ini dianggap oleh Dahlia sebagai ibunya sendiri. Sepanjang pernikahannya dengan Aditya, sang ibu mertua tidak pernah tulus menyayangi diri Dahlia. Ibu Aditya sering menyalahkan, dan mencari masalah dengan Dahlia. Selama ini, Dahlia menerima semua perlakuan ibu mertuanya dengan tulus dan sabar.Dahlia melepaskan tangannya dari Sinta dan berdiri berhadapan dengan Aditya, Sinta, dan ibu mertuanya. Sinta memegang tangannya yang terasa sakit dan duduk di sofa. Riasan wajah dan rambut Sinta kini berantakan dan tidak secantik tadi."Aduh, sakitnya tanganku, Mas. Wanita liar ini mencakar wajahku dan merusak rambutku. Bagaimana ini, Mas? Padahal selama ini aku sudah merawat wajah, rambut, dan kulitku dengan sangat baik dan menggunakan perawatan mahal," kata Sinta yang malah memikirkan penampilannya dalam kondisi sepelik ini.Aditya membantu Sinta berdiri, membuat Dahlia merasa muak dan segera memalingkan wajahnya."Apa-apaan kamu, Lia? Kamu datang kemari dan membuat ribut seperti ini?" tanya ibu mertua dengan tanpa rasa bersalah."Ha? Ibu menanyakan kenapa saya ribut? Ibu sudah tahu perbuatan anak kesayangan Ibu ini? Dia menikah lagi," jawab Dahlia.Baru kali ini Dahlia berani menjawab cukup keras pada wanita yang dihormatinya selama ini."Lalu apa masalahnya? Banyak pria beristri dua atau tiga, tapi bisa harmonis," kata Ibu mertuanya dengan santai."Apa Bu? Sesederhana itu?" tanya Dahlia nyaris tidak percaya dengan respon ibu mertuanya."Lalu apa? Memang aku yang menginginkan Aditya menikah dengan Sinta. Aku yang memperkenalkan Sinta padanya. Sinta itu cantik, pintar, dan lebih setara dengan keluarga kami," jawab ibu kandung Aditya itu."Tapi Mas Adit itu sudah menikahi aku terlebih dahulu Bu. Ibu ini seorang wanita, apa ibu tidak punya perasaan?" tanya Dahlia perih."Dari awal Aditya memperkenalkan kamu padaku, aku memang tidak merasa cocok denganmu. Namun Aditya tetap bersikeras bertahan dengan perlndiriannya. Entah apa yang dipikirkan oleh Aditya saat itu, sehingga ia tetap menjalin hubungan dengan wanita kelas bawah seperti mu, dan akhirnya memaksa menikahi kamu," kata ibu mertua Dahlia itu."Bu, jangan berkata begitu pada Lia." kata Aditya."Eh.. Eh.. Kamu diam Adit, ga usah bela dia lagi. Kamu lihat kan omongan Ibu terbukti? Wanita pilihan mu ini hari ini bertindak memalukan, seperti orang yang tidak pernah sekolah saja," kata Ibu Aditya sambil mencibir."Kalau begitu sudah jelas Mas, ceraikan aku!" kata Dahlia."Lia, maafkan aku. Jujur, aku terpaksa menikah lagi karena ibu dan aku masih mencintai kamu," kata Aditya dengan mudahnya."Cinta? Apa kamu ga malu mengatakan itu, Mas? Setelah apa yang kamu lakukan di belakangku, kamu mengkhianati janji suci pernikahan kita dan ketulusan cintaku?" tanya Dahlia dengan linangan air mata yang sudah tidak mampu ditahannya lagi."Halah, sudahlah Adit, ga usah ladeni wanita mandul ini. Ga perlu banyak drama! Lia, kamu harusnya bersyukur Adit tidak menceraikan kamu sejak dulu. Kamu harusnya tahu diri, kamu itu wanita mandul. Tidak bisa memberikan keturunan untuk Aditya," kata Ibu."Bu, dokter mengatakan kalau rahim ku sehat, justru anak Ibu yang belum diperiksa, apakah sehat atau tidak?" jawab Dahlia."Keturunan keluarga kami itu sehat, jadi pasti kamu yang mandul, Lia!" kata Ibu mertuanya dengan keras.Dahlia tersenyum miris, "Jadi kamu berhak menikah lagi hanya karena aku belum bisa memberikan mu anak, Mas?" tanya Dahlia."Oh tentu saja, keturunan itu penting, Lia. Aditya harus memiliki anak laki-laki, darah dagingnya sendiri, penerus nama keluarga kami. Dan ibu cukup lega, karena anak itu bukan darimu. Bagaimanapun juga, ibu tetap tidak menginginkan keturunan dari kamu!"jawab ibu Aditya dengan angkuh."Segera urus perceraian kita, Mas!" kata Dahlia melangkah pergi dari rumah itu.Aditya berusaha mengejar Dahlia, namun Dahlia tetap berlalu dan segera masuk ke dalam mobil yang disewanya."Biarkan saja dia pergi, Adit. Malah bagus jika dia mengetahui semuanya sekarang. Kamu tidak perlu lagi bingung membagi waktu dan uang untuk dia dan Sinta, bukan?" tanya ibu Aditya.Aditya menatap nanar mobil itu menjauh, sementara Sinta tersenyum penuh kemenangan karena ia merasa berhasil mengalahkan Dahlia. Di dalam mobil tangis Dahlia pecah, tak mampu ditahannya lagi semua luka akibat pengkhianatan Aditya dan juga penghinaan Ibu mertua nya.Kini Dahlia menyerah pada nasib rumah tangganya yang hancur. Perjuangannya untuk bertahan selama ini sudah berakhir sampai di sini. Kesabaran Dahlia pun sudah habis."Bu, kita kemana ini?" tanya sopir mobil itu setelah melihat Dahlia sudah agak tenang. "Maaf Bapak harus menunggu lama, kita pulang saja, Pak. Kita kembali ke rumah saya tadi. Besok tolong Bapak jemput saya dan antar saya ke Semarang ya, Pak," kata Dahlia. "Baik, Bu." jawab sopir itu. Sopir itu melihat Dahlia dengan perasaan campur aduk, bisa merasakan kesedihan Dahlia, karena ia juga memiliki seorang anak perempuan yang baru saja menikah. Sopir itu berdoa dalam hati, agar kejadian pahit yang baru saja dilihatnya tadi tidak terjadi pada putrinya. "Bu, yang sabar dan ikhlas ya. Saya berharap Ibu mendapatkan jalan keluar terbaik nantinya. Saya yakin Ibu pasti kuat dan bisa melewati semua ini," kata sopir itu pada Dahlia dengan wajah prihatin. "Terimakasih ya, Pak," kata Dahlia sambil mengusap air matanya yang mengalir lagi. Dahlia mengalihkan pandangan ke luar jendela mobil. Hari mulai gelap, ditambah rintik hujan yang mulai turun, seperti hati Dahlia yang sedang sendu dan menang
Menjelang siang, Dahlia sudah tiba di kota Semarang. Biasanya jika pulang ke rumah orang tuanya hatinya akan sangat bahagia karena pasti kerinduan sudah begitu terasa. Tapi kini saat melewati jalan dan tempat-tempat yang dikenalinya, hatinya terasa perih. Semakin mendekati rumahnya, Dahlia semakin ingin menangis. Tapi Dahlia harus tegar, tidak boleh tepuruk di depan bapak dan ibunya. Dahlia sangat sedih dan tidak bisa membayangkan reaksi orang tuanya saat melihat Dahlia pulang dan mengatakan bahwa ia akan bercerai. Semoga saja orang tuanya kuat menerima berita menyedihkan dan mengejutkan ini. Selama ini Dahlia selalu mengatakan kepada orang tuanya bahwa pernikahannya bahagia dan baik-baik saja. Bahkan, Dahlia menutup rapat semua perlakuan mertuanya pada dirinya. Dahlia turun di depan rumahnya, ia memandang ke rumah sederhana itu, tak banyak perubahan sejak dia terakhir kali mengunjunginya. Dahlia membayar biaya sewa mobil dan berterimakasih pada sopir mobil itu. Lalu Dahlia berjalan
Setelah tiga hari di rumah, Dahlia mulai lebih tenang dan bisa berpikir jernih. Tidak mungkin dirinya akan terpuruk dan bersedih terus. Sebaliknya Dahlia harus bangkit, kembali merencanakan yang terbaik untuk diri dan masa depannya. Sebelum menikah, Dahlia sempat bekerja di sebuah salon kecantikan. Bahkan sebenarnya karir Dahlia cukup baik. Dua tahun bekerja di salon itu, Dahlia sudah menjadi asisten make up artis. Banyak konsumen yang menyukai riasan Dahlia dan merasa cocok dengan kemampuannya.Setahun setelah menikah, Dahlia masih bekerja di salon itu. Ia suka bekerja di salon itu, karena apa yang dikerjakannya sesuai dengan bakat dan minatnya. Jadi Dahlia tidak merasakan pekerjaannya itu sebagai suatu beban atau melelahkan. Tahun kedua pernikahan, Ibu mertua Dahlia mulai menyuruh Dahlia keluar dari pekerjaannya. Alasannya agar anaknya lebih terurus jika Dahlia menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, juga agar Dahlia bisa fokus pada program kehamilannya. Dahlia awalnya menolak dan i
Tak terasa tiga bulan sudah Dahlia dan Aditya berpisah. Kini Dahlia masih menyibukkan diri dengan salon baru nya, sementara Aditya menikmati pernikahannya dengan Sinta. Wajah cantik dan tubuh molek Sinta akhirnya memang bisa membius Aditya. Walaupun awalnya Aditya tidak mencintai Sinta, akhirnya Aditya luluh juga dengan rayuan Sinta. Sinta sangat bahagia karena kini semua gaji Aditya ada di tangannya. Aditya tidak perlu membagi dengan istri pertamanya itu. Hampir setiap hari Sinta menghamburkan uang Aditya, dengan ke salon, perawatan, berbelanja, belum lagi kartu kredit yang hampir terpakai full oleh Sinta. Jujur Aditya pun pusing melihat perilaku Sinta yang berbeda jauh dengan Dahlia yang selalu berhemat dan mengelola keuangan dengan baik. Tapi Aditya tidak mampu berbuat apapun, apalagi Ibu Aditya selalu membela Sinta. Tapi kebahagiaan Sinta dan Aditya tidak berlangsung lama. Suatu hari ada pengumuman di kantor, ada kebijakan dari kantor pusat yang mengejutkan semua karyawan cabang
Aditya sudah tidak bisa membayar angsuran rumahnya. Pihak bank sudah beberapa kali menghubungi Aditya dan menanyakan mengenai pembayaran cicilannya. Namun, karena Aditya tetap tidak mampu membayar sampai batas waktu yang ditentukan, akhirnya dengan terpaksa rumah itu disita oleh pihak bank. Mobil Aditya juga sudah terjual untuk membayar hutang kartu kredit, hutang lainnya dan biaya hidup Aditya dan Sinta selama Aditya tidak bekerja. Aditya dan Sinta terpaksa mengemasi barang dan pindah ke rumah Ibu Aditya. Sepanjang perjalanan Sinta terus menangis, ia tidak mau tinggal di rumah Ibu Aditya yang menurutnya jelek itu. Akhirnya Aditya dan Sinta sampai ke rumah Ibu Aditya. Baru saja sampai, Sinta berulah. Sinta menatap rumah kecil milik Ibu Aditya dengan tatapan merendahkan dan jijik. "Mas, aku ga mau tinggal di sini," kata Sinta. "Terus kita mau tinggal dimana, Sin? Jalanan? Kolong jembatan? Kamu kan tahu kalau rumah kita baru disita. Sementara kita tinggal di sini dulu, sampai aku d
Aditya terduduk lemas, dalam sekejap hidupnya hancur, segala miliknya hilang lenyap. Semua kebanggaan, kekayaan dan istri pun pergi meninggalkan dirinya. Di saat ia susah dan terpuruk seperti ini, teman-temannya juga seakan menghilang, tidak ada yang mau menolongnya memberi pinjaman atau mencarikan pekerjaan. Ibu Aditya menangis dengan sedihnya melihat kondisi Aditya. Melihat kondisi anak yang selalu dibanggakannya, kini berbalik seratus delapan puluh derajat tentu membuat hatinya sedih dan hancur. "Ibu puas sekarang?" tanya Aditya. "Apa maksudmu, Nak?" tanya Ibu Aditya. "Lihat hidupku jadi seperti ini karena Ibu. Ibu yang membuat rumah tanggaku dengan Dahlia hancur. Ibu selalu ikut campur dan mengatur kehidupanku. Lihat menantu pilihan Ibu, yang kata Ibu jauh lebih baik dari Dahlia, apa dia mau bersamaku saat aku jatuh dan susah seperti ini?" kata Aditya. Ibu Aditya menangis lebih keras lagi, ia tidak menyangka tindakannya justru menghancurkan hidup anaknya. Aditya bahkan kini m
Usaha salon Dahlia mulai dikenal luas. Dahlia juga sering mendapatkan pekerjaan merias pengantin di berbagai tempat. Awalnya Dahlia harus menyewa mobil setiap kali ada jadwal merias di tempat yang cukup jauh. Jika jaraknya masih terjangkau, Dahlia menggunakan sepeda motor. Karena banyaknya konsumen yang datang ke salon, Dahlia memperkerjakan dia orang karyawan. Sekaligus mengajari mereka agar bisa membuka usaha seperti dirinya suatu saat nanti. Dahlia tidak pelit berbagi ilmu pada para karyawannya. Ia percaya rejeki tetap sudah diatur untuk setiap orang sesuai porsi masing-masing. Sedikit demi sedikit akhirnya Dahlia bisa menabung uang dari hasil pekerjaannya. Pertama-tama ia membelikan motor baru untuk Bapak, agar bisa beraktivitas lebih baik dan tidak sering direpotkan dengan motor butut nya yang sering rewel. Bapak sangat senang dan terkejut ketika Dahlia membawa pulang motor yang dibelinya secara tunai, dan memberikan kuncinya pada Bapak sebagai hadiah ulang tahun Bapak. Setel
Hari ini Dahlia ada jadwal merias pengantin di luar kota. Jarak kota itu cukup jauh dari rumah Dahlia, yaitu dua jam perjalanan. Jika ada pekerjaan merias pengantin seperti itu, Dahlia harus rela jika waktu istirahat dan tidurnya jauh berkurang.Biasanya jika acara akad nikah berlangsung pagi hari, Dahlia harus mulai merias pengantin wanita mulai pukul tiga dini hari, karena selanjutnya masih harus merias ibu dan saudara-saudara perempuan calon pengantin itu. Jadi jika tempat acaranya jauh, Dahlia harus berangkat dari rumah pukul sebelas atau dua belas malam. Di siang hari, biasanya Dahlia harus kembali memperbaiki riasan pengantin, mengganti pakaian untuk resepsi dan sebagainya. Rasa lelah dan mengantuk pasti ada, tapi melihat pengantin tersenyum puas dan bahagia, terlihat cantik di hari yang paling istimewa membuat Dahlia sangat bahagia. Semua rasa lelah terbayar lunas melihat senyuman mereka. Seringkali Dahlia harus menghadapi konsumen dengan berbagai tipe, ada yang mempercayakan