Saquyna ditipu habis-habisan oleh suami yang 'katanya' selalu ingin membahagiakannya dan menjunjung tinggi wanita dalam segala hal. Wanita itu terpaksa menjalankan peran sebagai kepala rumah tangga berkat pria yang berhutang dimana-mana. Bahkan hutang di aplikasi pinjaman online tidak lagi terhitung jumlahnya. Saquyna masih bisa bertahan demi rumah tangga yang baru seumur jagung itu. Puncaknya ketika dia dihadang oleh salah satu penagih hutang di jalan, niat untuk bunuh diri muncul. Saquyna menceburkan dirinya ke sungai namun diselamatkan oleh pria asing yang seketika membuatnya tersadar bahwa perselingkuhan itu tidaklah buruk. Apakah Saquyna tetap bertahan pada pernikahan kelamnya? Ataukah wanita itu melanjutkan niat gilanya berselingkuh dengan pria beristri?
View More[Brengsek! Bayar hutang kamu yang sudah menunggak dua bulan atau aku tagih ke rumah kamu!]
Untuk ke sekian kalinya Saquyna menerima pesan singkat dari seseorang yang tidak dia kenal. Sebelum pesan itu mampir ke ponselnya, lebih dulu puluhan panggilan masuk membuatnya frustasi. Wanita itu sedang sibuk dengan nota-nota pembelian dari customer yang harus dia rekap setiap harinya ketika ponselnya terus menerus berdering. Awalnya dia pikir pesan itu hanya pesan spam yang mencoba untuk menerornya. Tapi kenyataannya, pesan itu pesan sialan yang harusnya ditujukan untuk suaminya. Pernikahan mereka baru seumur jagung. Tiga bulan adalah waktu yang singkat untuk saling membahagiakan pasangan masing-masing. Tiga bulan yang penuh keromantisan dan trik ranjang yang sanggup memuaskan pasangan. Tiga bulan yang harusnya belum mengungkapkan jati diri sebenarnya dari pasangan. Tapi? Kenyataannya baru satu minggu menikah, Saquyna sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri seberapa besar hutang suaminya, Sunan! Dia sudah berusaha membantu alih-alih meninggalkan suaminya, tapi suaminya sama sekali tidak tahu diuntung!? Kesalahan yang sama terus saja terjadi. "Orang yang nagih hutang lagi, Sa?" tanya wanita berhijab yang tengah duduk di sampingnya, membuat Saquyna tersentak. Dia adalah pemilik toko grosir yang juga teman SMA-nya dulu. Namanya Mayang. Saquyna mendesah berat sembari mengangguk lemah. "Suamiku, May." "Kenapa nggak pisah aja sih? Baru juga tiga bulan," ujar Mayang santai. Dia tersenyum miring ketika Saquyna menatapnya tanpa ekspresi. "Justru itu baru tiga bulan, May. Cerita kami masih panjang. Apa yang dikatakan orang-orang tentang kami kalau tiba-tiba aku mengajukan cerai?" "Peduli apa sama orang-orang? Kalau aku lebih mengkhawatirkan kondisi mental kamu, Sa. Banyak orang yang stress dan masuk rumah sakit jiwa karena tekanan batin. Kamu mau begitu?" Saquyna meringis, "Kamu doainnya begitu banget." "Ya habisnya aku kesel. Temen SMA ku kerja banting tulang demi membayar hutang suaminya," ucap Mayang sedih. "Padahal kamu cantik, primadona di sekolah tapi ujung-ujungnya dapat pria brengsek begitu! Nggak terima dong aku." "Primadona apanya? Sekarang nasibku malah nggak seberuntung kamu, May. Kamu punya toko grosir sendiri, punya suami baik dan anak-anak yang lucu. Hidup kamu sempurna sekarang," ucap Saquyna cemburu. Wajar! Tidak ada yang menginginkan kehidupan semengerikan seperti hidup Saquyna. Tapi, semuanya sudah terlambat! "Gimana kalau habis ini kita jalan-jalan? Aku yang traktir. Makan bakso langganan kita jaman sekolah dulu," ajak Mayang ceria. Tidak butuh waktu lama untuk Saquyna mengiyakan. Kesempatan! °°° "Bisa nggak sih, Mas, kalau hutang jangan pakai nomorku? Bukannya kamu punya nomor sendiri? Aku lelah, Mas! Lelah terus menerus diganggu! Aku malu sama Mayang, Mas. Kenapa sih kamu nggak bisa mengerti?" bentak Saquyna ketika melihat suaminya baru pulang jam sepuluh malam dengan kondisi mabuk. Mata merah Sunan semakin menyala ketika diterpa sinar lampu ruang tamu. Pria itu langsung mendelik dan mendorong tubuh istrinya. Saquyna oleng, dia terhempas ke permukaan sofa. "Berisik! Aku hutang juga demi pernikahan mewah yang kamu impikan itu! Siapa suruh minta pernikahan besar? Memangnya nggak perlu banyak dana? Kamu pikir aku terlahir kaya? Hah? Nggak tau diri! Sudah bagus aku bahagiakan kamu!" "Bahagiakan? Ini yang kamu namakan bahagia?" sentak Saquyna. Plak! Satu pukulan mendarat di wajah Saquyna. Wanita itu meneteskan air mata. Kalut, dia mengucapkan sampah serapah pada Sunan. Semua yang dikatakan suaminya hanya omong kosong belaka. Pernikahan mewah mana yang dimaksud suaminya? Mereka hanya menikah sederhana di masjid dan menggelar pesta setelah akad di rumah mereka yang mungil, itupun hanya mendapat suguhan makanan sederhana. Mewah bagian yang mana? Mas kawin yang diberikan padanya hanya cincin emas satu gram dan seperangkat alat shalat. Itupun setelah menikah dijual entah untuk apa. Benar-benar keterlaluan! "Jangan melimpahkan semua hutang kamu untuk pernikahan kita, Mas. Aku nggak akan sudi kamu mengungkitnya! Malam ini kamu tidur di luar karena aku nggak mau tidur satu ranjang sama manusia yang nggak tahu diri!" Saquyna bergegas masuk ke dalam kamarnya, mengunci pintu dan membiarkan suaminya berteriak dan menggedor pintu. °°° Lagi-lagi pesan singkat penuh ancaman mengusik pagi Saquyna yang sudah mendung. Wanita itu berjalan gontai ke kamar mandi, menghiraukan suaminya yang masih tidur di sofa. Secepat kilat dia berangkat untuk bekerja tanpa membuatkan sarapan. Saquyna tidak peduli kalau suaminya kelaparan. Uang yang dia pegang tinggal beberapa lembar. Dia juga tidak punya bahan masakan di kulkas. Biarkan saja. Kali ini saja dia ingin memikirkan dirinya sendiri. Tiba-tiba... "Mbak yang namanya Saquyna kan? Bayar hutang suami kamu lima juta sama bunganya satu juta!" Suara menggelegar yang datang dari arah belakang mengejutkan Saquyna. Wanita itu berbalik dan mendapati tiga orang bertubuh kekar mendelik padanya sembari memamerkan muka garangnya. Saquyna mempunyai firasat buruk tentang dua orang itu. "Tagih sendiri sama orangnya! Saya nggak tahu apa-apa soal hutang Mas Sunan!" jawab Saquyna galak. Sejujurnya dia tidak berani pada orang asing apalagi dia hanya seorang diri. Tapi, kalau dia hanya diam dia malah akan jadi bulan-bulanan mereka. Orang-orang mulai melihat ke arah mereka. Apalagi posisi Saquyna sedang berdiri di depan toko yang notabene selalu ramai oleh pembeli. "Heh, Mbak! Yang hutang memang suami kamu tapi untuk pesta pernikahan kalian. Mikir dong! Sama-sama bayar hutang jangan mau enaknya aja! Dasar wanita nggak tahu diri!" umpat salah seorang dari mereka. Saquyna menahan tangisnya. Kenapa dia yang harus berpikir? Kenapa dia yang harus diumpat di jalan? Kenapa harus dia? Kenapa? Orang-orang mulai berbisik. Yang tidak mengenalnya mungkin tidak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi yang sama sekali tidak tahu siapa dia bagaimana? Seribu pertanyaan muncul di kepalanya. Tatapan pasang mata yang menusuk hatinya semakin membuatnya ingin lari. Saquyna berbalik, berkali-kali dia bertekad untuk meminta cerai namun pada akhirnya pikiran buruknya lah yang mendominasi semuanya. "Hei, jangan kabur! Hei! Bayar hutang kamu!" Seruan yang menggelegar itu mempercepat langkahnya. Entah bagaimana, tiba-tiba langkahnya terhenti di tepi jembatan. Sungai yang alirannya deras di bawah sana karena sering diguyur air hujan itu, membuatnya semakin ingin menenggelamkan diri. Saquyna mengusap air matanya kasar. Dia ingin pergi jauh dari hidupnya yang menyebalkan. Berapa puluh juta lagi yang harus dia habiskan untuk suaminya? Ya Tuhan! Saquyna mencengkeram besi pagar jembatan dengan sekuat tenaga. Ragu, kakinya merangkak naik. Tatapannya kosong, hatinya dipenuhi beragam pertanyaan. Apakah suaminya akan sadar jika dia sudah pergi selamanya? 'Sunan adalah pilihan kamu sendiri! Rasakan saja akibatnya menikah dengan laki-laki banyak hutang!' Ucapan orangtuanya tiba-tiba terlintas di kepalanya. Lalu... Byur!!! °°°"Hei, mentang-mentang kamu yang cari uang kamu bisa menghinaku? Dosa kamu menolak ajakan suami!" sentak Sunan marah. Emosinya memuncak, harga dirinya terluka."Lihat dulu siapa suaminya! Kalau mau aku mengiyakan ajakan kamu dengan senang hati, cari dulu uang untuk melunasi hutang kamu! Setelah kamu mendapatkan uangnya, mau sampai besok aku bersedia. Sudahlah, Mas. Aku lelah. Aku mau tidur. Kalau mau berantem, besok saja!" Saquyna membanting gelasnya lalu meninggalkan suaminya. Sunan tidak bisa berkutik! Dia bertahan demi uang yang Saquyna janjikan. "Kalau aku kaya, aku nggak bakal menikahimu!"Di balik pintu kamar, Saquyna menangis dalam diam. Telapak tangannya menggenggam kartu hitam Gusti. Tiba-tiba saja dia ingin melampiaskan emosinya pada Gusti. Apa pria itu ada di rumah? Tapi Saquyna baru saja dari rumah pria itu. Apa yang akan dipikirkan oleh Gusti kalau tahu dia tiba-tiba datang? 'Saquyna, Saquyna. Bisa nggak kamu mengesampingkan emosimu dan diam di rumah? Harga dirimu di ata
Putaran sembilan puluh derajat itu sanggup membuat bir kaleng dalam genggaman Saquyna terlepas. Wanita itu mendelik begitu bibirnya disapu bersih oleh bibir Gusti. Tidak rakus, juga tidak pelan. Seimbang. Membuat Saquyna mulai membandingkan kelihaian Sunan dan Gusti. Jujur, ciuman Gusti lebih membuatnya terbang ketimbang ciuman suaminya sendiri. Atau mungkin efek hubungan diam-diam yang akan mereka jalani nanti? "Aaa," pekik Saquyna ketika Gusti menggigit bibirnya. Gusti melepaskan ciumannya dan tertawa keras. "Itu hukuman karena kamu nggak mau buka mulut. Padahal tanggung banget."Muka Saquyna memerah. Bagaimana bisa dia semudah itu menerima ciuman Gusti? Mereka baru bertemu untuk membahas perselingkuhan mereka tapi dia sudah diserang. Gusti memungut bir kaleng yang terjatuh tadi, lalu mengambil minuman rasa lain di dalam kulkas untuk diberikan pada Saquyna. "Jangan memaksakan diri. Saya tahu kamu nggak bisa minum bir."Gusti menarik Saquyna untuk kembali duduk. Kali ini Gusti se
"Saya?""Kenapa? Saya lihat kamu ingin mencobanya saat mengajukan pertanyaan tadi. Benar kan?"Saquyna tak menampik. Dia ingin mencoba melakukan sesuatu yang lebih menantang agar isi kepalanya tidak melulu soal hutang suaminya dan permasalahan rumah tangganya. "Saya perlu berpikir," ucap Saquyna lirih. Gusti memberikan kartu namanya pada Saquyna. "Hubungi saya jika kamu sudah membuat keputusan."Saquyna hanya mengangguk. "Turunkan saya di perempatan saja."°°°"Sa, uang bulanan ibu dan bapak belum kamu transfer ya? Makanya ibu ke sini karena token listrik mau habis. Bisa-bisa nanti malam ibu nggak bisa tidur kalau lampu tiba-tiba padam," ucap wanita paruh baya yang sudah duduk manis di ruang tamunya, Ainun, ibu mertua Saquyna yang sifatnya melebihi orangtuanya sendiri. Saquyna menghela napas panjang. "Apa aku dan mas Sunan sudah nggak punya privasi, Bu? Kenapa nggak bilang dulu kalau mau ke sini?""Kalau bilang untuk apa? Kamu juga nggak di rumah. Sunan juga paling lagi main di lua
"Kalau mau bunuh diri, jangan merepotkan orang!"Suara bariton yang menusuk gendang telinga Saquyna terdengar nyaring. Wanita itu seketika membuka matanya. Tatapannya tertuju pada pria berpakaian santai lengkap dengan topi putih dengan logo sebuah merk. "Siapa yang merepotkan? Saya bunuh diri nggak minta ditolong kan? Lagian kenapa anda repot-repot menarik saya?" sentak Saquyna yang kemudian menjauh dari pelukan ringan pria itu. Pria itu menghembuskan napas kasar. "Saya juga nggak mau repot dan nggak perlu repot. Tapi karena mbak ada di depan mata saya, mau nggak mau saya menolong. Dikiranya saya yang mencelakai mbak kalau ketahuan diam."Apa-apaan ini? Kenapa Saquyna harus sial sekali lagi? Bukannya dia melompat untuk melepaskan semua kesialan itu? Ya Tuhan, haruskah Saquyna berterimakasih atau malah mengumpat? "Maaf," balas Saquyna pelan. Dia menunduk sedih kemudian berbalik. Dia harus kemana? Kembali ke toko jelas bukan pilihan terbaik. Kalau kembali ke rumah pun nasibnya tidak
[Brengsek! Bayar hutang kamu yang sudah menunggak dua bulan atau aku tagih ke rumah kamu!]Untuk ke sekian kalinya Saquyna menerima pesan singkat dari seseorang yang tidak dia kenal. Sebelum pesan itu mampir ke ponselnya, lebih dulu puluhan panggilan masuk membuatnya frustasi. Wanita itu sedang sibuk dengan nota-nota pembelian dari customer yang harus dia rekap setiap harinya ketika ponselnya terus menerus berdering. Awalnya dia pikir pesan itu hanya pesan spam yang mencoba untuk menerornya. Tapi kenyataannya, pesan itu pesan sialan yang harusnya ditujukan untuk suaminya. Pernikahan mereka baru seumur jagung. Tiga bulan adalah waktu yang singkat untuk saling membahagiakan pasangan masing-masing. Tiga bulan yang penuh keromantisan dan trik ranjang yang sanggup memuaskan pasangan. Tiga bulan yang harusnya belum mengungkapkan jati diri sebenarnya dari pasangan. Tapi? Kenyataannya baru satu minggu menikah, Saquyna sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri seberapa besar hutang suam
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments