Beranda / Romansa / Wanita Simpanan Suamiku / 5. Mendatangi Freya

Share

5. Mendatangi Freya

last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-25 18:53:41

"Kenapa Mas nggak cerita padaku bahwa Mas sudah bertemu dengan Freya?" Aku menunjukkan foto yang terpampang di aplikasi W******p.

Melihat foto yang terpampang di ponselku, raut wajah Mas Abdu berubah. Dia menelan ludah kemudian dia segera mengambil duduk di sofa single di hadapanku.

"Mama dapat foto itu dari mana?" Jakunnya terlihat naik turun, pertanda dia menelan ludah berkali-kali dan gugup.

"Sebuah nomor asing mengirimkannya tadi siang," jawabku ketus. "Apa Mas bisa mengelak lagi setelah melihat foto ini?"

"Bukan begitu, Ma." Mas Abdu berhenti sejenak. "Kami memang bertemu. Itu pun hanya sekali. Freya meminta tolong pada Papa untuk memeriksa listrik di rumahnya. Saat itu Papa sedang makan siang seorang diri dan kami nggak sengaja bertemu." Mas Abdu menunduk, menatap kaki meja di depannya. Hah! Kelihatan sekali jika dia sedang berbohong. Omongannya berbelit-belit.

"Kenapa nggak menghubungi admin kantor saja, Mas? Kenapa Mas yang harus menangani hal sepele seperti itu? Dan kenapa Mas berbohong padaku?" Kucecar dia dengan pertanyaan yang beruntun.

"Jika Papa cerita, apa manfaatnya, Ma? Yang ada kita bertengkar lagi. Dan apa Mama lupa, Freya itu teman kita di masa sekolah. Apa Mama ingat?" Mas Abdu berusaha memojokkanku. Namun, itu tak berpengaruh apa-apa buatku. Sebab aku sudah menyimpan banyak jawaban atas semua kilahannya.

"Ya, tentu saja. Aku selalu ingat jika Freya adalah mantan kekasih Mas dan Mas pernah dia tolak sehingga Mas berlari ke aku." Kutantang Mas Abdu dengan tatapan sesadis mungkin.

"Ck! Sudahlah, Ma. Papa lelah dan tidak mau berdebat. Obrolan tentang Freya sudah cukup sampai di sini dan Papa harap tidak ada lagi setelahnya." Mas Abdu berdiri, beranjak dari sofa dan masuk ke kamar. Terdengar pintu kamar terbanting keras. Aku tau sekali dia sedang kesal.

Namun, hatiku belum merasa puas atas jawaban-jawaban yang telah diberikan Mas Abdu. Pastilah dia berbohong. Jika dia tidak bisa memberiku jawaban, aku bisa menanyai hal ini pada Freya secara langsung. Ya, aku akan menemuinya besok dan mendatangi kediamannya.

Mengembuskan napas kecewa, aku pun berdiri, menutup pintu, menguncinya. Lalu melangkah ke kamar Taksa.

***

Setelah kupastikan pintu kelas Taksa ditutup gurunya, kunyalakan lagi mesin motor dan kukendarai. Aku mengangguk pada ibu-ibu saat melewati mereka yang sedang menunggu anak-anaknya di warung Bu Haji.

"Mama Taksa nggak nungguin, toh?" Mama Joshua yang hari ini memakai lipstik merah cabe bertanya padaku.

"Enggak, Mam. Ada urusan sebentar. Mari ...." Aku melambai padanya dari atas motor.

Motor yang kukendarai melewati simpang empat. Aku mengambil jalan lurus, kemudian melaju di jalanan aspal yang sudah rusak. Terus ke kiri lalu ke kanan. Kuhentikan motorku di sebuah rumah berpintu putih. Sebatang pohon nangka berbuah lebat tumbuh di sudut kanannya. Permukaan halaman asri penuh dengan rumput gajah mini.

Belum sempat aku mengetuk pintu, seorang ibu-ibu berusia 50-an membuka daunnya. Beliau menggunakan daster batik hijau berlengan pendek. "Mau cari siapa, ya, Nak?" Dia bertanya ramah.

"Freya ada, Bu?"

"Oh, Freya sedang cuci piring. Duduk dulu, Nak. Sebentar saya panggilkan." Ibu itu berlalu ke dalam.

Dengan ragu aku memasuki rumah dan duduk di kursi sofa tepat di belakang pintu. Kuedarkan pandangan. Rumah sederhana namun rapi. Tak banyak foto yang terpajang di tembok. Hanya beberapa foto hitam putih pernikahan ibu yang membuka pintu tadi.

"Siapa, ya, Bu?" Derap langkah terdengar mendekat. Aku segera berdiri. "Oh, Gauri rupanya. Duduk dulu, aku buatkan minum, ya." Dia mengusap tangannya yang basah pada celana tidur yang dia kenakan.

"Eh, nggak usah repot-repot, Fre." Aku menolak.

"Nggak apa-apa. Santai aja. Jarang-jarang kamu ke sini." Freya mengibaskan tangan sembari tersenyum dan kembali lagi ke dalam.

Lima menit kemudian dia datang dengan nampan plastik berisi dua gelas teh dan sepiring bolu pandan. Jemarinya satu persatu memindahkan gelas-gelas dan piring ke atas meja di depanku.

Please, Fre! Jangan bersikap baik seperti ini. Aku takut menjadi tidak bisa mengatakan hal ini padamu. Kutatap dia yang sedang tersenyum manis padaku. "Tumben. Hal apa yang membuat seorang Gauri mampir ke gubukku ini?"

"Ada sesuatu hal yang ingin kutanyakan padamu." Aku berkata setelah memantapkan hati.

"Apa itu? Ngomong aja." Freya menatapku dengan raut serius.

"Apa betul beberapa hari yang lalu kamu bertemu suamiku?"

"Iya. Kenapa, Gauri? Bukannya Mas Abdu udah cerita?"

Aku menggeleng. "Aku mengetahui hal ini dari orang lain melalu foto yang dikirimkannya." Kubuka ponsel. Kuperlihatkan foto itu pada Freya.

Sambil melihat, alisnya berkerut. "Bukan seperti yang terlihat, Gauri. Pertemuan kami bahkan nggak lebih dari sepuluh menit." Freya menggeleng. "Aku menghubungi admin kantor perusahan tempat Mas Abdu bekerja. Aku ingin pegawai listrik untuk mengganti kabel-kabel itu. Kamu lihat?"

Freya menunjuk ke atas. Tepat di bawah atap rumah yang tidak berplafon, terlihat kabel-kabel yang semrawutan.

Aku mengangguk.

"Aku nggak tau Mas Abdu mengetahui perihal itu dari mana. Kurasa admin kantor memberitahu dia. Lalu Mas Abdu meneleponku, mengajakku bertemu. Dia bilang ingin berbicara perihal kabel-kabel itu." Freya melanjutkan. Kulihat ada sorot kejujuran pada matanya.

"Aku tau diri, Gauri. Sudah cukup aku jadi bahan gunjingan di kampung ini. Saat Mas Abdu mengajakku bertemu di luar, aku ragu. Tapi, karena ini hal yang sangat penting aku temui aja dia. Setelah selesai berbicara mengenai semua permasalahan, aku pamit pulang. Bahkan aku menolak saat Mas Abdu menawarkan makan siang dan ingin mengantarku ke rumah."

Aku mengembuskan napas. Jadi, selama ini Mas Abdu yang telah berbohong. Licik sekali dia.

"Aku pernah merasakan sakitnya dikhianati. Nggak mungkin aku melakukan sesuatu hal yang paling kubenci, apalagi pada temanku sendiri." Freya menunduk. Kali ini wajahnya terlihat sedih.

Rasa bersalah datang menyergap. "Maafin aku, Fre. Aku menemui karena hal ini. Sebab Mas Abdu selalu mengelak tiap kali aku bertanya."

Freya tersenyum lagi. "Nggak apa-apa, Gauri. Kamu melakukan hal yang benar. Tanya aja jika ada sesuatu yang salah menurutmu. Agar nggak ada kesalah pahaman antara kita."

"Makasih, Fre." Aku meraih segelas teh yang sudah disuguhkan. Kuteguk perlahan-lahan.

Aku mengenal Freya sudah lama sekali. Aku sudah tau sejak dulu sifatnya yang lembut, pendiam dan sayang pada keluarga. Rasa cemburu dan curiga, telah menutup logikaku tentang kepribadian Freya.

Secara sembunyi-sembunyi, kulirik perempuan bermata sipit yang sedang mengunyah bolu pandan itu. Ah, Mas Abdu brengsek! Aku rasa, dia yang mencoba mendekati janda manis ini. Akan kubikin perhitungan padanya agar dia tidak bermain-main dengan komitmen dan janji dari sebuah pernikahan.

Setelah menghabiskan teh, aku pamit dengan alasan ingin menjemput Taksa. Freya mengantarkanku hingga pekarangan rumah. Dia juga membungkuskan beberapa potong bolu untuk anakku. Tentu saja rasa bersalah semakin mendera sanubariku. Ah, Mas Abdu memang brengsek!

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ruqi Ruqiyah
masih menjadi teka teki rupanya....lanjuutt thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Wanita Simpanan Suamiku   51. Menua Bersama

    Suasana bandara ramai seperti biasa. Di antara orang-orang yang berlalu lalang mengejar waktu keberangkatan pesawat mereka, ada sepasang pengantin baru yang berjalan santai ke arah konter check-in keberangkatan.Akan tetapi, ada yang berbeda pada wajah Freya. Dia tidak semringah seperti ketika hendak jalan-jalan atau ke tempat-tempat baru seperti sebelum-sebelumnya. Bibirnya mencebik, raut wajahnya masam, berulang kali dia menggerutu sejak tadi."Mereka yang kasih tiket perjalanan ini sebagai kado pernikahan, eh, malah mereka gak ada kabar. Gimana, sih, padahal gak ada salahnya, kan, cuma nganterin ke bandara doang?"Abdu tersenyum geli sekaligus geleng-geleng kepala mendengarkan gerutuan istrinya. Dia mengecup pelan kepala Freya sembari menepuk-nepuk pundaknya berbalut gemas."Mungkin mereka sibuk, Yank. Kan Gauri lagi ngidam, lagi mabuk-mabuknya. Bisa jadi Ali juga lagi sibuk urus pekerjaan di kantor. Jadi mereka gak sempat antar kita hari ini."

  • Wanita Simpanan Suamiku   50. Pesta Pernikahan

    Puluhan unit tenda terbentang luas memenuhi halaman rumah Freya. Bunga-bunga nan harum dan berwarna-warni ditata sedemikian rupa di tiap sudut: tenda, meja prasmanan, ruang tamu sebagai tempat ijab kabul. Kain-kain serta hiasan yang tergelar bernuansa nilakandi dan abu-abu, warna kesukaan Freya, menjadi tema utama.Di kamarnya, teman dan kerabat terdekat berkerumun, mengobrol bahkan memerhatikan gadis itu yang sedang dihiasi jari-jarinya menggunakan inai instans.Gauri juga berada di sana. Freya memintanya untuk datang, sebab malam ini akan diadakan doa selamat agar acara yang berlangsung esok hari berjalan dengan lancar."Kamu deg-deg'an, gak?" Gauri berbisik di dekatnya.Freya tersipu. "Ya, jelas dong. Duh!" Dia mengembuskan napas panjang. Sebenarnya bukan sejak itu saja, tetapi sedari ketika Freya menerima lamaran Abdu, kekasihnya itu."Santai aja, kan, bukan yang pertama." Gauri terkikik."Ya, kan, beda, Gauri." Freya memutar bola matany

  • Wanita Simpanan Suamiku   49. Kabar yang Ditunggu-Tunggu

    Ali mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Dia sedang mengejar waktu sebab waktu yang dia punya, sungguh terbatas.Berulang kali dia mengerutu atau menekan klakson tak henti-henti ketika ada pengendara lain yang menghalangi jalannya.Ali sangat menyesali keputusannya yang datang terlambat. Andai saja sedari awal dia tidak plin-plan dan menolak semua ajakan-ajakan Lena. Setelah dia berbincang cukup lama dengan Abdu, barulah Ali menyadari, perasaan ragu yang sempat datang ketika bertemu Lena ialah bersifat sementara."Itu cuma rasa penasaranmu aja, Li. Karena kamu dulu menyukai Lena dan gak pernah menjalin hubungan dengannya. Kamu akan sadar mencintai siapa bila orang tersebut pergi meninggalkanmu. Kamu akan merasa baik-baik aja atau nelangsa."Sekarang, itu lah yang Ali rasakan, nelangsa. Ketika Freya datang ke kantornya membawa kabar bahwa Gauri akan pergi meninggalkannya, pikirannya seketika kalut. Hatinya gelisah. Ali sedang tidak baik-baik saja.

  • Wanita Simpanan Suamiku   48. Aksi Freya

    Freya menurunkan standar motor metic-nya di parkiran sebuah kantor berlantai tiga. Gadis berkulit putih itu menyimpan jaket dan helm ke jok motor, sebelum melangkah ke lobi untuk bertanya ke meja resepsionis.Kakinya tanpa ragu melangkah, terbalut rasa geram dan amarah. Sejak mengetahui bahwa Gauri hamil, Freya tidak bisa untuk diam saja. Rasanya merupakan perbuatan zholim jika mengetahui kebenaran tetapi malah tidak melakukan tindakan apa-apa.Freya pun kali ini tidak peduli jika aksinya bakal berujung dengan kemarahan Abdu. Itu urusan nanti saja, yang penting saat ini dia harus segera menemui Ali dan menyampaikan fakta yang sebenarnya.Berdasarkan keterangan dari resepsionis, Ali sedang berada di kantornya. Kebetulan pula dia baru selesai menghadiri rapat. Sebelum petugas resepsionis melarangnya ke kantor Ali, Freya setengah berlari menuju lift yang hendak tertutup.Gadis itu berhasil masuk, meski mendapat sorot tatapan tajam dari beberapa orang yang te

  • Wanita Simpanan Suamiku   47. Kehamilan Gauri

    Ali pulang ke rumah tepat ketika jam dinding menunjuk ke angka tengah malam. Gauri sengaja menunggunya di ruang tengah sembari menonton televisi."Kamu belum tidur?" Ali hendak melangkah ke kamar, tetapi ucapan Gauri menghentikan langkahnya."Bisa bicara sebentar, Mas?" Suaranya datar, tetapi senyuman tipis tak lepas dari bibir Gauri.Ali menurut saja tanpa berkomentar apa-apa. Wajahnya kelihatan kusam dan letih, seperti habis bepergian seharian penuh."Mas seharian bersama Lena, kan?" Gauri tidak ingin basa-basi yang menurutnya sangat membuang-buang waktu dan itu memuakkan jika dilakukan di saat hatinya sedang remuk redam."Ya, maaf, aku gak kasih tau." Ali menghela napas. "Tadi dia memintaku mengantarkannya membeli sesuatu. Barang yang dia cari, susah ditemui. Itu sebabnya sampai malam aku baru pulang."Gauri manggut-manggut, mencoba memahami. "Saking sibuknya, sampai-sampai Mas gak bisa lagi kasih kabar via chat atau telepon ke aku, ya? P

  • Wanita Simpanan Suamiku   46. Keputusan Gauri

    Suasana vila menjadi aneh. Sebab perubahan sikap Gauri dan juga Ali terjadi secara bersamaan. Seharusnya masalah yang menerpa mereka, dibicarakan berdua, tetapi didiamkan saja tanpa adanya jalan keluar.Di sisi Gauri, dia ingin kejelasan, tentang apa hubungan yang terjadi antara suaminya dengan Lena. Mengapa sikapnya tunduk saja ketika ditarik kala di pesta itu, bukankah seharusnya saat itu Ali menemani Gauri, bukannya malah menghilang, malah kepergok tengah berciuman. Meski saat itu Ali tidak tahu, bahwa aksinya sedang dilihat oleh istrinya sendiri.Di sisi Ali, pikirannya dipenuhi peristiwa itu, tentang Lena yang menciumnya secara tiba-tiba. Rasa yang dulu telah terkubur dalam, kini seperti berontak dan menggelitik dadanya. Ali sebenarnya sadar diri bahwa Gauri mencurigai sesuatu, tetapi pria itu lebih memilih untuk diam. Dia kehabisan tenaga untuk berdebat. Dia sedang tidak ingin bertengkar dan malah nanti Lena menjadi pelariannya saja.Sehabis sarapan, merek

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status