Perkataan Luther membuat Lola melongo. Dia sampai terus berpikir apa yang salah pada dirinya sehingga membuat Luther muak. Setelah kepergian Luther, kedua wanita lain masih mendiamkannya. Namun di antara mereka, Lilian lah yang lebih banyak bicara.
"Lihat, berkat sikapmu yang tidak berpendidikan membuat Tuan Luther marah," gerutu Lilian. "Aku heran. Apa sih yang Tuan Luther lihat darimu sehingga mau membawamu ke mansion ini?"Lola tidak mempedulikan ucapan Lilian. Dia terlalu malas menimpalinya. Mata Lola beralih menatap Barbara yang masih tenang menghabiskan makanannya. Dia menyadari jika Barbara adalah mantan aktris dan bintang iklan televisi pada tahun 2000-an.Lilian terlihat kesal karena Lola tidak menggubrisnya. Dia langsung berdiri dari tempatnya dan menggebrak meja di dekat Lola."Kau kurang ajar! Kau tidak menghormati aku yang lebih senior darimu? Aku ini Lilian, wanita yang memiliki peluang lebih besar untuk menjadi nyonya di mansion ini!" bentaknya. "Aku wanita yang dijodohkan dengan Tuan Luther!""Oh, begitu." Lola malah menimpalinya dengan santai. Sejujurnya di dalam lubuk hatinya, dia tidak tertarik untuk menjadi salah seorang wanita simpanan Luther. Dirinya lebih peduli akan kebebasannya sendiri.Lilian kini meradang. Dia mulai menarik baju Lola, membuat Lola tersedak karena lehernya tercekik."Apa... yang kau lakukan?" Lola berusaha menarik napas sebanyak-banyaknya."Kau memang harus diberikan pelajaran!" berang Lilian.Barbara yang sedari tadi diam saja, kini bangkit dari kursinya. Dia menghampiri Lilian dan melerainya."Sudahlah. Jangan berlebihan begitu. Kamu bisa membuatnya kehabisan napas," ucap Barbara cepat.Lilian mendengus, kemudian dia lepaskan Lola dengan kasar. Lilian langsung meninggalkan meja makan dan turun ke lantai bawah, menuju ke kamarnya sendiri. Kini di ruangan itu hanya ada Lola dan Barbara saja. Lola merasa lega karena ditolong oleh Barbara."Terima kasih karena sudah menolongku," ungkap Lola penuh rasa syukur."Jangan menganggap bantuanku adalah hal yang istimewa. Aku hanya tidak suka jika mansion ini gaduh," jawab Barbara santai. "Aku tidak tahu apa alasan Luther membawa wanita baru ke mansion ini. Tapi aku hanya ingin mengatakan satu hal padamu."Barbara mendekati Lola, menatapnya sangat dalam. "Jangan pernah jatuh hati pada Luther! Jangan!"Lola tertawa mendengar peringatan dari Barbara. "Tenang saja. Aku tidak akan pernah jatuh cinta padanya. Aku hanya ingin bebas dan meninggalkan dia secepatnya."Barbara menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Sebelum akhirnya wanita itu pergi meninggalkan Lola seorang diri di sana."Apa-apaan semua orang yang ada di sini?" cibirnya. "Apa mungkin para wanita itu tak suka jika aku ada di sini? Pria itu juga tak bisa ditebak! Tiba-tiba marah dan mempermalukan aku."Lola akhirnya menghabiskan makan malamnya. Setelah itu, dia langsung kembali lagi ke kamar untuk mandi sebelum kembali tidur. Dinyalakannya shower air panas dengan aliran sedang. Air itu kemudian mengalir membasahi sekujur tubuhnya. Uap panas menguar, menciptakan titik embun di permukaan kaca. Lola sangat menikmati relaksasi pribadinya.Seketika, ekor matanya menangkap ada siluet seseorang yang mengintip dari pintu kamar mandi. Sontak Lola mematikan showernya karena terkejut."Siapa itu?" serunya.Hening. Tak ada jawaban dari luar sana. Lola memutuskan untuk keluar. Dia hanya mengenakan kimono mandi dengan handuk membungkus kepalanya. Perlahan dia menyelinap sambil menatap awas ke sekeliling. Namun tak dia temukan siapa pun di kamarnya."Aneh. Apa aku berhalusinasi? Sepertinya aku sudah lelah," gumam Lola bingung.Lola mau mengambil piyama miliknya, namun dia menemukan ada sesuatu yang sudah tersedia di atas tempat tidurnya. Lola ingat sekali jika sebelumnya, di atas tempat tidurnya sama sekali tidak ada barang apa pun. Sekarang, dia melihat ada pakaian tidur yang transparan tergeletak di sana."Ini gila! Perbuatan siapa ini? Apakah ada pelayan atau orang iseng yang masuk ke kamarku? Seingatku, aku sudah mengunci pintu," gerutu Lola lagi. Dia langsung menyingkirkan pakaian itu ke sembarang tempat. "Aku tidak mau memakai pakaian tidur seperti itu!"Lola terpaksa membongkar kopernya untuk mencari piyama kesayangannya. Namun sepanjang dia membongkar barang-barangnya, Lola menemukan banyak barang baru di sana. Ada berbagai macam skincare, makeup, dan parfum mahal. Lalu deretan gaun dengan merk ternama. Terakhir ada berbagai macam pakaian dalam dan baju tidur seksi yang dia sendiri tak merasa pernah membelinya."Ke mana semua barang-barangku? Jangan-jangan ini ulah pria itu!" geram Lola.Akhirnya Lola memakai pakaian yang menurutnya masih cocok dia kenakan. Dia langsung keluar dari kamarnya untuk mencari keberadaan Luther yang sudah mempermainkannya. Lola menyusuri dari lantai satu sampai lantai tiga. Tapi Luther belum terlihat keberadaannya. Bahkan di ruang kerjanya pun tidak ada.Dia malah terkena omelan dari Barbara dan Lilian karena telah menerobos masuk ke kamar mereka tanpa izin. Seketika Lola penasaran dengan lantai empat, lantai di atas kamarnya yang belum pernah dia masuki. Akhirnya Lola mulai menelusuri lantai empat di mansion itu.Di lantai empat hanya terdapat satu ruangan besar. Lola langsung menerobos masuk ke dalamnya. Dia melotot mendapati Luther sedang menatap ke arah balkon dengan bertelanjang dada dan celana panjang yang hampir melorot."Aaaaaahhhhh!!!"Teriakan Lola sontak membuat Luther juga terkejut. Kedatangan Lola tidak disangka-sangka olehnya."Pakai bajumu! Cepat!" Lola menutupi wajahnya karena malu melihat Luther dalam kondisi seperti itu.Luther menaikan sebelah alisnya. Dia tidak mau menuruti keinginan Lola. Pria itu malah mendekati Lola dan sengaja memamerkan dada bidangnya pada gadis itu."Kamu sudah berubah pikiran?" bisik Luther. "Kamu merasa kesepian sehingga mau naik ke ranjangku malam ini?""Sembarangan! Aku datang mencarimu bukan untuk itu!" sembur Lola cepat, masih dengan menutupi wajahnya. "Kamu 'kan yang membuang barang-barangku dan menggantinya sesuai seleramu?"Luther kini berpikir sejenak. "Oh, maksudmu berbagai piyama usang dan pakaian dalam yang tidak menggoda untuk dilihat itu? Iya, aku membuang semuanya! Kamu terlihat tidak bagus mengenakan itu semua.""Jangan bercanda! Jangan berbuat seenaknya! Aku tidak memintamu melakukan itu!" pekik Lola tak terima."Jangan lupa juga jika kamu adalah wanitaku. Aku berhak mengaturmu, termasuk menentukan apa yang cocok atau tidak kau kenakan," sanggah Luther. "Semua wanitaku, harus mengikuti apa yang aku inginkan."Lola melotot pada Luther. "Kau gila!""Lagipula, sekarang kehidupanmu sudah terjamin. Kau bukanlah Lola yang dulu. Jadi kau harus memperbaiki standard dirimu. Jangan menyetarakan dirimu dengan penampilan kampungan seperti biasanya."Lola tidak bisa berkata-kata. Dia langsung meninggalkan kamar Luther menuju ke kamarnya lagi. Sepanjang perjalanan, tak hentinya dia menggerutu, merutuki sikap Luther yang menyebalkan."Gila, ini benar-benar gila!"Lola mengunci pintu kamarnya. Dia merasa sehari berada di mansion itu, langsung bisa membuatnya tak waras.Lola membenci kehidupannya saat ini. Menjadi tawanan Luther, berarti harus menyerahkan segala hal tentang dirinya kepada Luther. Termasuk hak untuk berpakaian. "Omong kosong apa ini?" Lola yang frustasi itu langsung mengacak rambutnya.Kemudian dia terdiam. Hatinya diliputi oleh keraguan. Apakah kehidupannya akan baik-baik saja kedepannya? Ataukah kehidupannya akan menjadi semakin rumit dan penuh bahaya jika dia masih tertawan di istana itu?"Ibu, aku sangat merindukanmu," isaknya. "Andai saat itu aku bisa memberikan salam perpisahan. Andai aku bisa berkeluh kesah kepadamu. Sesungguhnya aku begitu ingin bertemu."Entah mana yang terburuk. Kehidupan beberapa tahun silam ataukah saat ini? Bagi Lola semuanya sama-sama neraka dunia. Dia mengecek handphonenya. Walaupun sudah putus hubungan dengan sahabat maupun kekasih, namun Lola masih diam-diam memata-matai media sosial milik mereka."Lihatlah orang lain, begitu bahagia setelah mencampakkanku," gumamnya miris. "Virginia selalu berfoya-f
Bayangan seorang pria bertubuh tinggi perlahan masuk ke dalam kamar Lola. Pria itu mendekat sedikit demi sedikit tanpa suara, seolah tak ingin jika keberadaannya diketahui oleh Lola. Sekaligus dia juga tak ingin Lola sampai terganggu tidurnya.Seketika langkahnya mendadak berhenti. Dia tersentak saat Lola tiba-tiba berbalik posisi. Ketika dia yakin Lola masih tertidur pulas, baru dia berjalan lagi cukup dekat dengan sosok gadis yang sedang tertidur nyenyak itu."Syukurlah dia tidak terbangun. Kulihat hari ini tidurnya tenang. Tidak seperti kemarin. Kemarin dia sangat gelisah," gumam pria itu hampir berbisik. Matanya beralih memperhatikan pakaian tidur Lola. Rupanya Lola membenci baju tidur baru yang dia belikan. Gadis itu memilih tidur dengan pakaian yang sudah dia kenakan hampir seharian."Apakah seleraku tidak ada yang cocok dengannya? Mungkin aku harus bertanya pada Barbara atau Lilian mengenai selera berbusana mereka," gumamnya lagi.Pria itu ternyata adalah Luther yang selama ini
Luther sudah bersiap menyimpan kantung belanjaannya di kamar Lola.Dia penasaran bagaimana reaksi Lola setelah menerima hadiah baru darinya."Bagaimana respon gadis itu, ya? Apakah dia senang? Atau justru sebaliknya?"Belum sempat dirinya berganti pakaian, handphone tipisnya terdengar berdering. Dengan malas, Luther mengangkat teleponnya itu."Iya, Jer. Ada apa?""Bos, maaf mengganggu waktu istirahat Anda. Tapi saya baru saja mendapatkan kabar dari sekretaris Tuan Noah. Katanya Tuan Noah ingin segera bertemu dengan Anda,"Luther menggigit bibirnya. Entah ini pertanda baik atau justru buruk untuk dirinya. Apalagi setelah apa yang terjadi sebelumnya."Jam berapa Tuan Noah meminta bertemu denganku?""Pukul sebelas malam, di 416 South Spring Street, Downtown Los Angeles.""Baiklah. Sampaikan kepada Tuan Noah, aku akan menemuinya malam ini. Sekalian tolong siapkan hadiah pemintaan maafku untuk Tuan Noah. Antarkan hadiahnya ke mansion.""Baik, Bos."Luther berkali-kali menghela napas. Dia ti
Pria itu mengecup punggung tangan Virginia, terus menanjak maju sampai ke atas. Virginia terkekeh geli."Kita baru saja bertemu. Anda sepertinya sudah tidak sabar ya," ucapnya.Noah menghentikan aktivitasnya. Dia memberikan senyuman miringnya pada wanita itu."Aku sangat senang bertemu denganmu. Makanya aku sangat antusias. Ternyata kamu tidak mengecewakanku," ucapnya. Dia kini beralih mencium pipi sang wanita."Oh, saya juga senang bertemu dengan Pak Dewan," ucap Virginia, terkekeh sedikit begitu sentuhan Noah menggelitik indra perasanya."Jangan panggil aku dengan sebutan itu. Panggil aku Noah." Noah menghujani leher jenjang Virginia dengan kecupan brutal, sedikit memberikan tanda kepemilikan di kulit bersih wanita itu."Ups, apakah saya tidak dipersilahkan untuk duduk? Jangan terburu-buru. Mungkin sedikit mengobrol dan anggur?" Virginia menawarkan. Noah tertawa. Dia merasa senang karena wanita di hadapannya sangat bisa mencairkan suasana."Ide bagus."Noah menuntunnya untuk duduk
"Halo, Luther? Iya, ada apa?" Barbara mengangkat teleponnya ketika dia tengah makan malam. Lola maupun Lilian menoleh ke arah Barbara, sedikit menguping pembicaraan."Kamu tidak akan pulang ke mansion malam ini? Ada masalah pekerjaan? Baiklah. Aku akan memberitahukan pada semuanya. Kamu akan kembali besok malam? Baiklah."Mendengar pembicaraan itu, Lola merasa jengkel. Karena dia lagi-lagi tidak memiliki kesempatan untuk bertemu Luther. Padahal dia sangat ingin mengadukan perihal penyusup yang masuk ke dalam kamarnya kemarin.Barbara menutup teleponnya. Dia kembali melanjutkan makan malam. Sementara Lilian malah ribut sendiri."Tuan Luther tidak akan kembali? Padahal jelas-jelas dia baru saja datang. Tapi sekarang harus pergi lagi. Pekerjaannya akhir-akhir ini sepertinya sangat sibuk sekali," komentar Lilian.Tak ada lagi yang bicara setelahnya. Mereka kembali melanjutkan makan malam. Lilian sempat merasa kesal dengan sikap Luther yang cuek padanya. Tiba-tiba dia menemukan sebuah ide.
Lilian terlihat mulai gemetar. Terlebih ketika respon Luther terhadap dirinya sangat tidak baik. Dia merasakan sakit di pergelangan tangannya ketika Luther mencengkeramnya dengan sangat keras."Tolong... lepaskan aku, Tuan!" cicit Lilian. Suaranya tercekat bahkan hampir tak terdengar."Kau, penyusup kecil yang tidak tahu sopan santun! Aku tidak pernah mengizinkanmu untuk menginjakan kaki di kamarku!" berang Luther dengan mata merah yang dipenuhi amarah. Dia kemudian memperhatikan pakaian yang dikenakan oleh Lilian. Seketika, Lilian memalingkan wajahnya dari Luther."Pakaian siapa yang kau kenakan ini? Ini bukankah milik Lola?"Jantung wanita itu mendadak berdegup lebih kencang. Kali ini dia sudah tertangkap basah sebagai pencuri dan penyusup di mata Luther. Tak sepatah kata pun terdengar dari bibirnya yang terbungkam. Luther merasa diamnya Lilian adalah sebuah upaya pembangkangan. "Katakan padaku, ini pakaian tidur milik Lola, 'kan?" Luther kini mencengkeram dagu wanita itu dengan k
"Hmmhhh!" Lola berusaha untuk memberontak. Namun tenaga Luther lebih besar daripada dirinya. Dia mencoba melepaskan diri dari panggutan panas Luther."Hentikan!"Luther seolah tak mendengar ucapan Lola. Dia terus melumatnya, memberikan tanda di leher jenjang Lola. Tangannya menelusup ke sela pakaian tidur Lola yang berbahan spandex dingin, bermain-main dan menggoda di dalamnya. Lola mendadak mematung. Tubuhnya membeku.Dia merasakan dejavu dengan kejadian yang dulu pernah dia alami. Tubuhnya merespon dengan cara mematung mendadak. Otaknya membeku, tak bisa mencerna kejadian yang sedang dia alami.Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Luther. Pria itu mendadak terdiam dan membeku di tempatnya. Dia tidak menyangka Lola kembali menamparnya. "Kau menamparku lagi? Ini sudah yang kedua kali!" geram Luther.Dia langsung menjauhi Lola, melepaskan gadis yang kini merosot di tempatnya."Jangan membuat aku murka lagi, atau kau akan merasakan akibatnya!" ancam Luther kemudian. Dia langsung kel
Akhirnya setelah Lola memikirkannya semalaman, dia pun memutuskan untuk menginterogasi pelayan yang bertugas membersihkan kamarnya. Lola sengaja menunggu kedatangan pelayan tadi di depan kamarnya. Sang pelayan terkejut mendapati Lola berdiri menunggunya."Halo lagi," sapa Lola dengan seramah mungkin. Berharap jika sikapnya lebih baik, pelayan itu akan mau mengakui perbuatannya.Sang pelayan justru terlihat sebaliknya. Dia bertambah ketakutan saat melihat Lola. Bahkan tidak berani untuk bertatap muka dengan Lola."A... ada apa, Nyonya? Saya tidak tahu apa-apa!"Lola menaikan sebelah alisnya. Sikap sang pelayan itu terlihat sekali sangat aneh. Seolah memang benar telah melakukan suatu kejahatan. "Tenang, jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu! Aku hanya ingin menanyakan beberapa hal saja.""Tapi saya benar-benar tidak tahu apa-apa, Nyonya," kilahnya.Lola berusaha tetap sabar. "Begini. Kalau memang kamu tidak tahu, kenapa kamu terlihat ketakutan begitu melihatku? Seolah sudah berbuat