Share

BAB 10. Senior Yang Menyebalkan

Pukul delapan kurang sepuluh menit, pintu lift terbuka. Val melangkah masuk ke ruangan di lantai 15 itu dan mendapati Saga sudah berada di sana. Pria itu sedang menatap serius pada monitornya.

Val melihat sekeliling. Rara dan lainnya, bahkan kepala bagian sebelah sana belum tampak tanda-tanda kehadirannya.

Pagi banget datangnya, gumam Val dalam hati. Ia mendekati meja dan menyapanya, “Selamat pagi, Pak.”

Tidak mendapatan jawaban dari Saga, Val pun meletakkan tas dan hendak duduk di kursi. Belum juga pantatnya menyentuh kursi, seniornya itu berkata, lebih tepatnya memerintah, “Val, coba kau cek di halaman itu. Catat dan beri koreksi untuk ke depannya. Kau lihat post-it itu?”

Val menatap kertas kuning yang tertempel di monitornya yang sudah menyala. Ada tulisan yang mirip coretan di kertas kecil itu.

“Kau buka tautan itu. Pelajari isinya, dan berikan pendapat atau ide tambahan untuk menaikkan jumlah kunjungan.” Saga menambahkan, masih tidak memalingkan wajah pada Val yang terbengong-bengong di tempatnya.

Ya ampun orang ini! Belum duduk, sudah disuruh. Kalau bukan seniorku, rasanya ingin kumaki-maki deh! Hati Val menggerutu kesal.

“Kenapa masih berdiri? Cepat kerjakan!” semprot Saga melihat Val masih berdiri mematung.

“I-iya, Pak! Akan segera saya kerjakan.” Val buru-buru menarik kursi dan mulai melakukan perintah Saga.

Padahal jam kerja belum mulai. Lainnya pun belum datang. Orang ini ada masalah apa sih? Bibir Val maju beberapa milimeter.

Saga melihatnya. “Kenapa? Keberatan bekerja sebelum jam delapan?” Teguran itu sukses membuat Val menggelengkan kepala cepat.

“Ti-tidak, Pak! Sama sekali tidak keberatan,” jawab Val.

“Semua yang kau butuhkan ada di sana. Ingat semuanya. Besok kau yang harus mengerjakan sendiri termasuk menyalakan komputer.” Saga menjelaskan lagi tanpa menoleh.

“Baik,” jawab Val singkat. Ia melihat halaman yang terpampang di depannya dan tersenyum. Ternyata ada gunanya juga catatan-catatan yang diberikan Saga kemarin. Semua jelas tertulis di sana, ia hanya bertugas mengecek dan memperbaikinya.

Oh, ya, aku harus mengembalikan bundelan itu ke tempatnya. Val buru-buru mengeluarkan benda yang dibawanya kemarin dari tas dan meletakkannya di laci meja teratas.

Saat Val kembali ke posisinya, terdengar sapaan dari Rara dan lainnya. Mereka melirik Val sambil tersenyum simpul. Mereka sangat paham Saga tidak pernah membuang-buang waktu. Jam berapa pun ia datang, ia akan langsung bekerja.

“Semangat, Val!” Rara memberi semangat dengan gerakan bibir dan matanya.

Val tersenyum dan mengangguk. Ia merasa beruntung mempunyai rekan-rekan kerja yang baik dan peduli padanya. Rasanya sudah cukup menyiksa bekerja penuh ketegangan seperti ini.

Saga seperti orang yang selalu siap berperang dengan siapa pun yang membantahnya. Val heran, pria itu masih punya cukup tenaga untuk bekerja.

Sambil bekerja, Val menatap sekilas ruang kaca di depannya yang masih tertutup. Ia lalu menghela napas. Rupanya Arion belum datang.

“Fokuslah pada perkerjaanmu.” Saga yang melihat arah pandang Val, menegur.

Val menunduk. Tak disangka, Saga mengamatinya. Apa terlalu kentara, ya?

Setelah itu, ia segera menyibukkan diri dalam pekerjaannya. Jika dia bisa menunjukkan kinerja yang baik, tak ada alasan bagi Saga untuk memarahi atau menekannya.

Bukankah pekerjaan seperti ini yang aku inginkan? Aku nggak mau orang lain merusaknya! Val sudah membulatkan semangatnya.

Val memusatkan seluruh konsentrasinya pada pekerjaannya hari ini. Beberapa catatan yang perlu dikoreksi ia tulis di tempat tersendiri untuk diberikan pada Saga. Ia perlu menanyakan apa yang harus dilakukan selanjutnya setelah ini.

Begitu fokusnya Val bekerja, ia sampai tidak menyadari kedatangan Arion yang langsung masuk ke ruangannya sambil tersenyum. Saga memelototinya, memberi peringatan supaya Arion tidak menggangu Val selama jam kerja.

“Sudah selesai, Pak. Silakan dicek,” kata Val beberapa waktu kemudian.

Saga menoleh, sedikit terkejut. Ia manatap jam yang menunjukkan jam sebelas kurang. Segera ia membuka halaman yang dikerjakan Val dan menelitinya.

“Setelah mengoreksi itu, apa kita langsung menghubungi mereka?” Val memberanikan diri bertanya.

Alis Saga terangkat sedikit. Anggukan samar ia berikan sebagai jawaban. “Aku yang mengurusnya. Kau kerjakan saja yang kuperintahkan,” katanya.

Val mengangguk.

“Kau sudah memikirkan akan menulis apa di sana?” Saga mengalihkan matanya pada Val.

“Belum, Pak. Tapi, saya punya ide,” jawab Val. Rasanya ada kelegaan dan kebanggaan sendiri karena berhasil memenuhi permintaan Saga. Menurut perkiraannya, pekerjaan tadi cukup cepat ia selesaikan.

“Kau ngapain?” Saga memelototi Val yang masih duduk menghadapnya. “Kau mau menungguku memeriksa ini?”

Val tersadar dan menjawab cepat, “Ti-tidak, Pak.”

“Daripada kau melamun nggak jelas begitu, lebih baik kau pikirkan ide yang kau bilang tadi dan kerjakan sekarang.”

“Ah, iya, baik!”

Val sedikit terkejut, tapi tak berkata apa-apa. Saga benar. Ia hanya akan membuang-buang waktu jika menunggu Saga selesai. Toh, ia sendiri yang akan melanjutkan sisanya.

Val sendiri tidak akan suka jika ada orang yang menunggunya mengerjakan sesuatu tanpa melakukan hal lain. Rasanya seperti diawasi. Karena itu, ia segera mengambil kertas dan mulai menuangkan beberapa ide di sana.

Pekerjaannya mirip dengan editor yang memeriksa naskah yang masuk. Namun, perusahaan ini tidak hanya memuat karya fiksi dari penulis yang mendaftar. Beberapa artikel dan tulisan non fiksi juga ada di beberapa menu yang dibuat oleh intern perusahaan. Masing-masing tulisan itu mempunyai target pembaca sendiri. Sayangnya, tidak semua tulisan memiliki rating yang bagus. Merupakan tugas setiap orang untuk menyumbang ide yang nantinya akan didiskusikan bersama-sama.

“Rara! Dewi! Sandy!” Saga memanggil juniornya di seberang satu per satu. “Yang kuminta kemarin, apa sudah selesai?”

“Sudah, Pak!” Mereka menjawab bersamaan.

“Berikan padaku saat makan siang,” lanjut Saga. “Kau juga!” Ia menatap tajam Val.

“Hah? Apa? Oh, baik,” jawab Val tergagap.

Dia sudah menyuruh yang lain sejak kemarin, dan baru memintaku tadi pagi. Dan, harus selesai saat makan siang? Mendadak Val merasa kesal, lalu tersadar kembali tentang statusnya kemarin yang masih mempelajari pekerjaannya.

Kembali Val mencoret-coret saran yang ia pikirkan sampai pada pukul 11.50 sebuah pesan muncul di layarnya.

“Mau makan siang bersamaku?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status