Aldo masih merasa nelangsa dengan kehilangan beberapa potong bajunya. Bukan tanpa alasan beberapa diantaranya adalah kaos bermerk keluaran rumah mode dunia yang ia beli dengan jerih payahnya sebagai konten kreator selama ini. Memiliki barang branded adalah salah satu hobi Aldo yang bisa menaikan rasa percaya dirinya diantara pergaulan."Ketinggalan dimana, ya? Ketuker dengan siapa?" ucap Aldo.Gaun pengantin lebih tepatnya kebaya berwarna putih gading, mungkin karena lama tersimpan jadi berwarna kekuningan gading, masih terongok bersama jas almamater warna kuning dan sepatu bayi.Hanya melihatnya saja, rasa takut langsung timbul begitu saja. Syukur bau aneh itu sudah hilang karena Aldo menyemprotkan spray pemberian Doma pada seluruh ruangan.Kursi teras Aldo dorong hingga menghalangi daun pintu agar tak bisa menut
Malam pertama keluarga Sugeng di kontrakan baru dilewati dengan tertidur pulas semua, termasuk Cita yang tak bangun lagi setelah nangis tadi. Mereka kelelahan karena semalaman di dalam kereta.Pak Sugeng lebih dulu bangun karena harus pergi ke kantor. Kantornya yang berada cukup jauh dari kontrakan membuat ia harus berangkat lebih pagi. Wati dan Cita masih tidur saat Sugeng berangkat.Wati terbangun karena mendengar suara ribut di kamar mandi. Terdengar seperti suara Cita yang asyik mengobrol dan tertawa. Wati penasaran dengan siapa anaknya mengobrol. Saat pintu kamar mandi dibuka, terlihat Cita--Putrinya, tengah berendam di bak mandi. Bak berukuran satu kali satu meter merendam hampir sebagian tubuh putrinya."Cita, kamu ngapain berendam di bak mandi? Cepat turun! Nanti airnya kotor.,"Perintah Wati.Cita malah melotot dan me
Aldo masih mencari cara agar bisa mendapatkan cerita dari penghuni baru tentang hal mistis yang mereka alami. Namun keanehan sudah sangat kentara dengan anak kecil itu. Para penonton kontennya selalu menagih ia untuk membuat video baru yang tentu saja menarik."Bu, kalau penghuni baru kontrakan kenanga ke sini, ibu cepat hubungi aku ya!" ucap Aldo bekerja sama dengan ibu warung. Karena tempat itu lah salah satu tujuan mereka keluar kontrakan.Sedangkan Wati, sangat sulit memejamkan mata. Ia masih kepikiran hal-hal menakutkan yang ia alami seharian ini, terutama masalah Cita. Keanehan Cita semakin menjadi saat tertawa tadi. Matanya menutup tapi tawanya sangat keras. Seperti bukan tawa seorang anak kecil. Cita yang tidur di samping kasur Papanya, terlihat bangun dan berjalan menuju kamar mandi."Ta, Cita. Mau kemana, Nak?" ucap Wati. Namun putrinya itu tak
Wati juga berusaha mengejar Cita. Namun ia kehilangan jejak, tapi samar terlihat putrinya berlari ke gerbang kontrakan. Wati mencari ke setiap sudut kontrakan. Ia sangat panik, mengapa anaknya sampai berlari sekencang itu. Setelah satu jam kesana-kemari namun tak membuahkan hasil, Wati penasaran dengan rumah tempat Bi Sumi tinggal yang berada tepat di pinggir tembok pagar.Rumahnya sangat dingin dan gelap, karena berada tepat di bawah pohon beringin yang rindang. Wati ingin menanyakan, mungkin saja Bi Sumi melihat putrinya. Saat mengintip di jendela, terlihat Cita sedang makan di sana. Tapi dia makan di nampan sesajen. Wati bisa pastikan itu sesajen karena ada dupa yang masih menyala di depannya.Wati langsung menggedor-gedor pintu rumah Bi Sumi. Ia sangat panik, melihat Cita di dalam sana. Entah apa yang sedang ia lakukan."Bi ... Buka Bi! Bi Sumi ...! Citaaa!! Bukaa Nak. Buka!!" teriak Wati sambil menggedor keras daun pintu. Lalu pintu itu terbuk
Kini Wati tengah berada di dalam kosan Aldo, sembari menatap dua orang yang tengah terbaring. Entah tidur entah apa, yang pasti Aldo dan putrinya seperti sedang tertidur lelap.Tepat di belakangnya ada dua orang yang sedang duduk bersila. Seperti sedang bersemedi. Kedua tangannya direkatkan dan mata mereka terpejam. Dalam kebingungan dan kekalutan, Wati menelepon suaminya Sugeng."Halo. Pak, bapak di mana?""Masih di kantor, Ma. Ada apa?""Bapak kapan pulang?""Sepertinya bapak lembur. Pasti pulangnya larut malam. Gak apa-apa kan, Ma?"Wati tadinya ingin mengatakan keadaan Cita pada suaminya, namun mendengar sang suami harus lembur. Ia tak jadi mengatakannya dan hanya menangis dalam diam."Ya sudah, Pak. Hati-hati " tutup Wati.Entah siapa lagi ya
"Apa yang kamu lakukan, Sumi?" ucap Pelita sambil menepis tangan Bi Sumi yang tengah membekap Doma dengan bantal. Bi Sumi yang terkejut, langsung berlari keluar. Kini tatapan Pelita tertuju pada Pak Rudi si Bapak kos. Ia pun dengan menunduk cepat-cepat keluar."Citaa ... kau sudah bangun, Nak. Syukurlah," ucap Wati sambil memeluk putrinya. Doma pun bangun perlahan. Beruntung Pelita lebih cepat memergoki aksi Bi Sumi. Telat sedikit saja, bisa-bisa Doma meninggal."Kenapa dia ingin membunuhku?" ucap Doma heran. Saat Sukma keluar dari raga otomatis raga seperti orang yang tengah koma. Jika raga saat kembali sudah tak berdetak maka Sukma tak bisa kembali. Bisa meninggal atau mencari raga yang kosong atau baru. Itulah bahayanya ritual lepas Sukma ini."Mungkin dia takut kerajaan gaibnya lu hancurin kali," celoteh Aldo. Namun ia langsung melamun sambil terdudu
POV BI SUMI Kontrakan Kenanga, empat puluh tahun lalu aku dibawa oleh Ibu Lastri untuk bekerja dengannya. Sebagai perawan tua yang tak kunjung mendapatkan jodoh, aku nekat saja menyanggupi tawarannya itu. Bagi orang di kampungku, dua puluh tahun belum menikah sudah dianggap perawan tua. Mereka terbiasa menikahkan anak gadis saat masih belasan tahun. Demi menghindari omongan orang tua dan tetangga, aku memilih ikut Bu Lastri. Bu Lastri memperlakukanku layaknya pembantu biasa. Menyuruh-nyuruh yang mememang hak dia untuk melakukan itu. Namun rasa lelah dan kadang kesal karena disuruh-suruh terus terhapus sudah jika sudah menerima amplop gaji, hasil keringatku dari majikan. Suami Bu Lastri--Pak Karyo sering menggodaku saat Ibu tak ada. Awalnya aku menolak tapi ia mengancam akan
"Kalau kau mau anakmu bangun kembali. Bawakan aku pemilik baju ini," ucap siluman ular saat datang dan melihat keadaan anak Bi Sumi yang terbaring lemah di kasur. Setumpuk pakaian pria kini tengah dipegang oleh Bi Sumi. Itu pakaian Aldo yang sengaja Bi Sumi tukar dengan baju pengantin Kalina. Baju sudah diletakan di atas meja. Bi Sumi mulai membakar kemenyan dan membaca-bacakan mantra pada baju di depannya. "Selain pemuda itu, kau juga harus melenyapkan pemuda pembawa pedang. Dia bisa mengancam keselamatan kami," ucap Siluman itu lagi. "Bagaimana caranya, Guru?" tanya Bi Sumi kurang paham. "Bunuh dia di alam manusia. Karena ia selayaknya manusia di alamnya. Serang dia saat sedang lemah. Walau dia mempunyai pelindung, tapi bukan berarti tak ada celah. Jangan biarka