Share

Yes! I'm Casanova
Yes! I'm Casanova
Penulis: Skandal_Jepit

YIC-1. I Hate You

Sebuah mansion mewah yang bertempat di Boston, Amerika Serikat. Sebuah hunian yang memiliki halaman luas dengan pintu gerbang hitam yang kokoh dan cet tembok warna putih mendominasi rumah tersebut.

Terlihat di ruang tengah, seorang lelaki tua sedang menghisap cerutu ditemani lelaki berumur 40 tahunan menikmati hangatnya perapian di tengah musim dingin yang menyelimuti Amerika pada hari itu di mana natal akan segera tiba.

“Grand Pa!” panggil seorang anak lelaki berumur 17 tahun yang terlihat ceria sembari memakai topi Santa Claus.

“Oh hallo, Axton. Wow kau terlihat keren sekali. Mau kemana?” tanya Kakek itu dengan senyum merekah.

“Kencan,” jawabnya santai.

Sontak dua pria dewasa itu tertegun akan ucapan Axton barusan. Axton sudah terlihat rapi dengan setelan ekslusif miliknya yang pernah dipakai ketika acara ulang tahun pernikahan ayah ibunya kala itu.

“Di luar salju sedang lebat, banyak tempat bermain yang tutup,” sahut lelaki berumur 40 tahunan.

“Aku hanya berkunjung ke rumah Serena dan mungkin akan menginap di sana semalam. Tak usah menungguku, esok aku baru pulang. Itu juga kalau aku bisa bangun pagi, hehe,” jawabnya santai sembari merapatkan jasnya.

Dua lelaki dewasa itu saling melirik terlihat shock akan ucapan pemuda 17 tahun tersebut.

Lelaki berumur 40 tahunan itupun segera beranjak dari dudukkannya dan menarik kerah jas Axton saat ia sudah melangkah menuju pintu.

“Ah! Ayah! Apa yang kau lakukan? Kau membuat bajuku kusut!” teriaknya berusaha melepaskan cengkraman sang Ayah di kerah belakang jasnya.

Kakek Axton hanya menghala nafas panjang sembari memadamkan bara api di cerutunya. Ia kini menikmati secangkir teh hangat yang disajikan di atas meja depan ia duduk.

KLEK!

“Kenapa ditutup pintunya? Aku nanti terlambat!” pekiknya lantang terlihat kesal karena ia dibawa kembali ke kamar.

“Kemarin Jessika, sekarang Serena, besok siapa lagi? Apa kau berkencan dengan semua gadis-gadis itu?” tanya Tuan Monroe Leighton Giamoco.

“Memang kenapa? Ayah juga memiliki banyak wanita, kenapa aku tidak?”

PLAK!!

Axton tertegun saat Ayahnya tiba-tiba menamparnya kuat. Wajah Axton sampai berpaling dan pipinya merah terkena tamparan kuat sang Ayah.

Tuan Leighton menatap Axton tajam dengan nafas menderu. Axton terlihat untuk tetap tenang dan tak menangis, bahkan masih sigap membenarkan jasnya yang berantakan.

“Sekali lagi kau menamparku, aku akan pergi dari rumah ini dan tak akan kembali,” sahutnya dengan suara bergetar seperti akan menangis.

“Kau melangkah keluar dari rumah ini, kau bukan anakku lagi,” jawab Tuan Leighton tajam menunjuk wajah anaknya.

Nafas Axton menderu. Ia mendorong Ayahnya kuat dan mengusirnya keluar dari kamar.

Tuan Leighton diam saja saat Axton meneteskan air mata ketika menutup pintunya setelah ia sudah berhasil diusir keluar dari kamar.

“Kau jahat! Kau Ayah paling egois di seluruh dunia! Kau jahat!” teriak Axton lantang dari balik pintu menyumpahi Ayahnya.

Tuan Leighton menarik nafas dalam dan terlihat ia seperti tertegun akan ucapan anaknya barusan. Terdengar Axton mengumpat berulang kali di dalam kamarnya.

Tuan Leighton diam saja mendengar anaknya mengamuk seperti memecahkan beberapa barang untuk meluapkan amarahnya.

Lama Tuan Leighton berdiri di depan pintu kamar anaknya hingga suara teriakan dan makian tak terdengar lagi. Perlahan, Tuan Leighton membuka pintu kamar Axton dan terlihatlah pemandangan buruk di sana.

Axton meringkuk di bawah kolong tempat tidurnya. Terlihat sepatu fantovel yang dipakainya. Tuan Leighton berjongkok di samping kaki anaknya dan terdengar isak tangis anak semata wayangnya itu.

SRETTT!!

“Agh! Pergi! Mau apa kau? Pergi!” teriak Axton saat kakinya ditarik Sang Ayah hingga ia keluar dari kolong tempat tidur.

Tuan Leighton diam saja saat Axton memukuli lengannya dengan sangat kuat. Axton masih meluapkan amarahnya kepada sang Ayah dengan air mata menetes dan wajah merah padam.

Tuan Leighton menatap wajah Axton seksama yang terlihat seperti begitu membencinya. Hingga akhirnya Axton berhenti memukuli Ayahnya dan terlihat lelah.

“Kau jahat, hiks … pergi … aku tak mau melihatmu lagi. Kau jahat,” ucap Axton sembari menjauh dari Ayahnya.

Namun, lagi-lagi Tuan Leighton menarik kaki Axton saat anaknya itu merangkak di atas lantai ingin kembali ke kolong tempat tidur.

“Menyebalkan! Apa yang kau lakukan?!” teriaknya menendang Ayahnya mencoba melepaskan cengkramannya.

Namun, tubuh Tuan Leighton yang begitu besar dan tinggi tak bisa dilawan Axton. Tuan Leighton malah mengangkat kedua kaki Axton hingga kepala anaknya itu terbalik hampir menyentuh lantai.

“Ayah! Ayah! Turunkan aku!” teriak Axton semakin menjerit dengan topi Santa Claus sudah terlepas dari kepalanya.

Tuan Leighton tak peduli dan malah mendekap kedua kaki anaknya kuat menuju jendela. Axton panic saat Ayahnya mengikat kedua kakinya dengan sebuah ikat pinggang yang dililitkan di dua pergelangan kakinya.

Axton merasakan tubuhnya diangkat ke atas dengan kepala masih berada di bawah. Ia memegangi bingkai jendela saat dirinya digantung terbalik oleh Ayahnya di jendela.

Axton meraung-raung minta agar dilepaskan, tapi Tuan Leighton malah menarik sebuah kursi dan duduk merapat ke dinding menjauh dari jendela.

Nafas Axton terengah dan kepalanya pusing karena ia merasa darahnya menumpuk di kepalanya. Ia melihat Ayahnya duduk dengan santai sembari menyalakan cerutu dan menghisapnya.

CEKLEK! WUSSS!

“Ayah! Dingin! Kenapa kau buka jendelanya?” pekik Axton yang merasa dirinya seperti tak terbalut pakaian karena udara dingin menembus kulitnya.

“Mungkin udara dingin bisa menjernihkan pikiranmu,” ucap Tuan Leighton lirih sembari menghembuskan asap rokok dari bibirnya.

“Kau sinting,” hina Axton.

“No, kau yang sinting. Lihatlah sekelilingmu, Axton. Kau menghancurkan kamarmu dan membuang barang-barang yang sudah kuberikan padamu seakan semua … tak ada artinya,” ucap Tuan Leighton pelan.

“Hah, kau kaya. Kau bisa mengganti barang-barang yang rusak itu dengan uangmu. Jangan sok miskin,” gerutu Axton.

“Jadi … kau berpikir jika aku juga bisa digantikan seperti barang-barangmu itu? Hem?”

Axton tertegun mendengar ucapan Ayahnya barusan. Axton melihat seluruh isi kamarnya yang berserakan seperti diterjang angin tornado. 

Hanya ranjangnya saja yang masih utuh lengkap dengan selimut, bantal dan guling tersusun rapi di atasnya.

“Jawabanmu melenceng jauh,” dalih Axton memalingkan wajah.

“Tidak, kau yang selalu menyangkal Axton. Ayah tahu kau sangat merindukan ibumu, sama sepertiku. Aku juga sangat mencintainya dan merindukannya,” ucapnya terlihat sedih.

“Oh, benarkah? Wajah dan suaramu mungkin memang menyedihkan. Sayangnya, kenyataan yang kulihat tak seperti itu,” sahut Axton mendesis.

“Berapa banyak wanita yang kau lihat bersamaku?” tanya Tuan Leighton melirik anaknya yang kini menatapnya tajam.

“Sepuluh,” jawabnya penuh penekanan.

“Apakah ada dari kesepuluh wanita itu yang menjadi isteriku? Adakah aku bilang jika aku mencitainya? Hem?” tanya Tuan Leighton menatap Axton dengan cerutu dalam apitan jemarinya.

Axton menggeleng pelan.

“Susah payah aku mencari pengganti seperti ibumu, Axton. Wanita yang tak pernah mengeluh akan segala keegoisanku. Kau tahu aku seperti apa. Lelaki brengsek yang menyebalkan bahkan aku tahu, kau tak pernah mengakuiku sebagai Ayahmu di luar sana. Kau hanya mengakui kakekmu saja. Aku tahu yang kau lakukan di luar sana, Axton. Ayah tahu,” ucapnya dengan suara mulai bergetar.

Axton diam saja menatap Ayahnya yang terlihat seperti orang tertekan. Wajahnya tegang dan ia buru-buru mematikan bara api di cerutunya.

“Sampai saat ini, aku tak pernah menemukan wanita yang bisa menggantikan ibumu. Jika kau menemukannya, beritahu Ayah. Ayah … sangat membutuhkan sosok wanita itu,” ucap Tuan Leighton lirih dan beranjak dari dudukkannya.

Ia berjalan begitu saja meninggalkan Axton yang terbalik dan kini diam menatap kepergian sang ayah.

Axton memikirkan ucapan ayahnya di mana sudah 5 tahun ibunya wafat meninggalkan mereka karena kecelakaan, tapi tak pernah jujur hingga ajal menjemputnya.

Axton meneteskan air mata ketika teringat pesan terakhir dari ibunya beberapa hari sebelum ia wafat.

“Cintailah wanita seperti kau mencintai dirimu sendiri, Axton. Hargai dan sayangilah kekasihmu seperti kau mengasihi Ibu.”

Axton masih tak paham dengan pesan terakhir dari sang ibu, tapi ia berspekulasi jika ia harus memanjakan semua wanita yang berada di dekatnya dan ikut merasakan kebahagiaan yang sama seperti yang ia rasakan setiap harinya.

Axton diam mengenang masa-masa saat bersama ibunya dulu ketika masih hidup.

Ia teringat, bagaimana sikap ayahnya yang selalu mengabaikan ibunya dan lebih mementingkan pekerjaan daripada menghabiskan waktu bersama keluarga.

“Menyesal, Ayah? Rasakan!” geram Axton.

***

Ini adalah novel pertama Lele di app ini. Kalau nemu typo di tiap epsnya tinggalkan koreksian yak biar segera diperbaiki.

Mohon dukungannya dengan selalu berikan komen positif kepada author. Mengingat tiap kata akan menguras koin kalian, jadi setelah di lock, Lele akan jarang ksh catatan.

Lele akan sempetin buat balas tiap komenan sebelum Tuhan yg balas. kwkwkw. Tengkiyuw Lele padamu~

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Affan Stty
Setelah sekian lama tersesat dan berkelana di tempat lain akhirnya ku menemukanmu di sini. Mala sudah baca 1 cerita lainnya dsini baru kepikiran buat nyari mbk Lele dsinii... aduuuhhh ini namanya rindu yang terobati ...
goodnovel comment avatar
Erna Wati
aku hadir le tetap semangat ...
goodnovel comment avatar
Lucania Carmen
Senangnya bisa ketemu Axton disini...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status