Share

YIC-4. You Are Not Worthly

Sepeninggalan Erik dan Antony. Ivan dan Axton dipuaskan oleh para wanita yang ada di ruangan itu. Terlihat Axton begitu menikmati tiap belaian yang memanjakannya.

Ivan juga tak henti-hentinya mengerang dalam kenikmatan yang diberikan oleh para wanita dewasa yang kini duduk di pinggulnya, menggoyangkan miliknya kuat.

“Akan kutorehkan namamu di tubuhku, Sayang,” ucap Axton memegangi pinggul wanita berambut pirang yang kini sudah tak berbusana sedang duduk dalam pangkuan Axton di sofa.

“Oh, kau akan mentato tubuhmu dengan namaku?” tanya Vira dengan peluh sudah membanjiri kulit mulusnya.

“Yes! Kau wanita pertama yang mengambil keperjakaanku. Itu harus diabadikan,” jawab Axton meraih wajah Vira dan menciumnya ganas.

“Oh, dia benar-benar cepat belajar,” ucap wanita berambut cokelat memuji kemampuan bercinta Axton.

“Aku mau jadi pacarnya. Aku tak peduli jika dia 10 tahun lebih muda dariku,” sahut wanita berambut hitam mendekap punggung Axton dan menenggelamkan wajahnya di tengkuknya.

“Hei! Axton milikku! Cari saja pemuda lainnya!” bentak wanita rambut pirang mendorong wajah wanita berambut hitam hingga dia jatuh terlentang.

“Hei, hei, jangan berebut. Axton milik kalian semua. Aku bisa menjadwalkan kencan dengan kalian, Nona-nona,” jawab Axton dengan terengah-engah karena sudah tak sanggup menahan semburannya lagi.

“Aku harus jadi kekasihmu yang pertama, Axton. Aku harus menjadi prioritas,” ucap Vira memegang wajah Axton dan pemuda 17 tahun itu mengangguk pelan sembari menggigit bibir bawahnya.

“Oh, Axton. I love you,” ucapnya terlena dengan wajah tampan Axton yang baginya sangat mengairahkan.

Hingga tiba-tiba, wanita berambut pirang itu terkejut saat Axton mendorongnya dan membalik tubuhnya.

Axton kembali memposisikan dirinya dengan gagah dan menyodokkan miliknya ke liang wanita itu dari belakang.

Wanita itu tertegun saat Axton begitu bersemangat menggempurnya hingga ia mencengkeram kuat sandaran sofa menahan kenikmatan itu.

“Oh, dia sangat kuat! Liatlah bagaimana dia menggoyangkan pinggulnya. Aku ingin merasakannya,” ucap wanita berambut merah melihat Axton memegangi kuat pinggul si wanita pirang dan terus menyodokknya kuat.

“Axtoonnn!” teriak wanita itu saat ia sudah tak bisa menahannya lagi begitu pula Axton.

Axton mengeluarkan miliknya di punggung wanita yang sedang menggelinjang hebat di sofa saat Axton menekan tubuhnya agar tak banyak bergerak.

“Wow! Dia keluar banyak sekali,” ucap wanita yang berdiri dan melihat cairan milik Axton menggenangi punggung wanita itu.

Axton langsung duduk dengan nafas tersengal sembari memegangi kepalanya kuat karena merasa pusing.

Ini pertama kalinya ia bercinta dengan dengan seorang wanita yang tak dikenal bahkan tanpa pengaman dan kehilangan keperjakaannya.

Para wanita lainnya membantu si wanita pirang membersihkan cairan Axton di punggungnya dengan jijik.

Axton yang tergolek lemas di hampiri oleh wanita berambut pirang untuk membersihkan kejantanannya yang mulai mengerut dengan penuh perhatian. Axton meliriknya dengan nafas mulai tenang.

“Hei, aku Casandra. Boleh aku minta nomor teleponmu, Tampan?” bisiknya menatap Axton penuh godaan.

Axton tersenyum merekah dan berbisik di telinganya. Wanita itu segera mengambil lipstick dari dalam tasnya dan menuliskannya di tisu lalu melipatnya.

“I will call you, Handsome,” ucap wanita itu meninggalkan ciuman di pipi Axton.

Axton tertegun dan tersenyum lebar. Ia melihat wanita berambut merah yang tak disadarinya ada di sana sedari tadi, kini beranjak darinya sembari membuang tisu yang ia gunakan untuk membersihkan kejantanannya.

Tiba-tiba, “AXTON! IVAN! APA KALIAN BAIK-BAIK SAJA?! BUKA PINTUNYA!” 

“Oh, Erik!” pekik Axton tertegun.

Semua orang kembali berpakaian dengan tergesa termasuk Axton. Saking terburu-buru, ia tak memakai celana dalam karena benda itu sudah hilang entah kemana. 

Axton asal memakai pakaiannya karena tak mau melihat Erik dan orang-orang yang datang bersamanya memergokinya bercinta.

Axton khawatir jika kakek dan ayahnya nanti mencoretnya dari daftar warisan keluarga. Axton menjanjikan kemewahan untuk calon kekasihnya nanti. Ia harus menjadi anak baik untuk mewujudkannya.

“Ivan! Ivan! Are you oke?” tanya Axton menghampirinya di mana Ivan terlihat juga berantakan sepertinya.

“Well, yeah. Oh, Axton. Kepalaku pusing dan ah … shit! Junior-ku sakit,” rintihnya telanjang.

Axton melirik para wanita yang tadi bercinta dengannya dan mereka hanya meringis. Axton hanya menghela nafas dan membantu Ivan berpakaian.

“Oke, oke, kalian ingat sandiwara kita ‘kan? Ingin menjadi kekasih kami, jangan sampai kami berdua dicoret dari calon penerus kursi dewan. Oke?” ucap Axton menunjuk semua wanita yang ada di ruangan itu.

Para wanita itu mengangguk dan wanita berambut hitam yang mendampingi Axton membuka pintu dengan tenang.

“Oh, hai,” sapanya dengan logat Inggris kental.

“Apa yang terjadi? Kenapa pintunya ditutup dan ….” tanya Theresia yang pada akhirnya ucapannya terputus saat melihat Axton dan Ivan bersulang wine terlihat mabuk.

“Axton! Ivan!” teriak Robert lantang mengejutkan semua orang di ruangan itu.

“Oh, hai, Paman. Ini … ugh, wine ini enak sekali. Apa namanya? Apa kita punya ini di rumah? Aku suka rasanya,” sahut Ivan berlagak mabuk sedang duduk di karpet dengan Axton bersamanya memegang gelas wine dan tertawa entah apa yang lucu.

“Kalian mabuk?” tanya Erik cemas.

“Kau kenapa kabur? Kau juga. Pengecut,” tunjuk Ivan ke arah Erik dan Antony yang berdiri dengan wajah panik di belakang Theresia.

Theresia menatap para wanita yang tak berani menatapnya. Mereka menundukkan wajah dan terlihat gugup.

“Oke. Sudah selesai bersenang-senangnya. Waktunya makan malam,” ucap Theresia meminta para wanita itu keluar.

Para wanita itu mengangguk dan segera keluar dari ruangan tersebut. Saat wanita berambut pirang mengambil tasnya, mata Axton terbelalak saat melihat celana dalamnya ada di tas wanita itu.

“Ingin milikmu kembali, temui aku,” bisik Vira sembari menutup tasnya. Ia sengaja menunjukkan pada Axton di mana celana dalamnya berada.

Axton mendesis karena merasa dipermainkan. Para wanita itu pergi meninggalkan Axton dan Ivan.

Seketika, ruangan yang tadinya begitu penuh orang kini hanya di tempati dua pemuda yang telah kehilangan keperjakaannya.

Namun, Axton dan Ivan terlihat gugup seketika saat Theresia mendekati mereka berdua dengan sorot mata tajam. Jantung keduanya berdebar kencang tak karuan saat Theresia seperti mencurigai mereka berdua.

“Hm … kalian tahu siapa wanita-wanita itu?” tanya Theresia menaikkan kedua alisnya saat ia membungkukkan tubuhnya di depan dua pemuda yang berwajah tegang tersebut.

Axton dan Ivan menggeleng cepat, Theresia tersenyum licik.

“Mereka pelacur. Aku harap kalian memeriksa kesehatan setelah ini. Jangan sampai kabar memalukan tersebar karena calon penerus dewan tewas terkena penyakit HIV AIDS. Oh, malangnya …,” ucapnya menyindir dengan wajah pura-pura iba.

Mulut Axton dan Ivan menganga seketika. Theresia terkekeh penuh kemenangan saat berbalik dan berjalan ke arah orang-orang yang menunggunya di pintu.

Axton dan Ivan saling melirik, mereka terlihat pucat seketika. Giamoco dan Robert mendatangi dua pemuda yang memalingkan wajah tak berani melihat dua orang tua itu.

“Kita pulang,” ucap Robert dan Giamoco serempak.

“Aw! Aw! Aw! Grand Pa sakit!” teriak Axton saat Kakeknya mencubit keperkasaannya dengan wajah datar.

“Kau bahkan tak memakai celana dalam! Memalukan!” geramnya menatap Axton tajam.

“AAAAA! Grand Pa sakit! Kau akan kehilangan keturunan terhebat dalam sejarah mafia jika sampai milikku hancur!” teriaknya sembari melepaskan cubitan telunjuk dan jempol Kakeknya di celananya yang mengenai keperkasaannya.

“Keturunan terhebat ya? Kau memberikan keturunan terhebat? Dengan sikapmu yang seperti ini, Kakek tak yakin, Axton. Bahkan Kakek tak yakin kau layak jadi penerus kursi dewan,” ucapnya sembari melepaskan cubitannya.

Axton memegangi miliknya yang terasa nyeri. Ivan dan Robert terlihat miris dengan sikap dingin Giamoco pada cucunya.

“Aku layak! Bahkan sangat layak! Memang kenapa jika aku kehilangan keperjakaanku di tangan seorang pelacur, hah?”

PLAK!

Semua orang tertegun saat Giamoco menampar pipi Axton kuat hingga Axton jatuh tersungkur. Tamparan Giamoco lebih kuat dan menyakitkan ketimbang ayahnya.

“Kau, sangat, tidak layak menjadi penerusku, Axton,” geram Giamoco penuh penekanan menatap tajam cucunya.

Nafas Axton menderu hingga kedua tangannya mengepal. Semua orang menatap Axton dan Giamoco seksama tak berani mencampuri urusan antara cucu dan kakek tersebut.

“I HATE YOU! KAU SAMA SAJA DENGAN AYAH! MEMUAKKAN!” teriaknya lantang dan mendorong sang Kakek kuat hingga Giamoco hampir jatuh, tapi segera ditangkap oleh Robert.

Axton pergi begitu saja meninggalkan ruangan dengan nafas menderu dan langkah gusar.

Antony, Erik dan Ivan menatap kepergian Axton yang terlihat begitu marah hingga wajahnya merah padam.

“AXTON!” teriak Giamoco menggelegar, tapi Axton malah berlari kencang meninggalkan semua orang hingga ia tak terlihat lagi saat berbelok di tikungan.

“Kejar dia!” perintah Theresia ikut terkejut karena Axton kabur dari kediamannya.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Lucania Carmen
Burung nakal hahaha
goodnovel comment avatar
Happy Shalala
memang bagus lah dicubit itu burung... nakal sih...🤣🤭
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status