Sikap dokter Samuel yang berubah manis dan sedikit romantis akhir-akhir ini membuat Mischa jadi berpikir lagi tentang hubungannya dengan suaminya itu. Ternyata, memang harus terbiasa untuk menumbuhkan rasa cinta di hatinya agar bisa memperbaiki hubungannya dengan suaminya.Duduk di depan cermin, menyisir rambutnya yang sebahu. Masih dengan mengenakan handuk kimono setelah mandi. Dia kini sudah jarang minum-minuman dan juga keluar malam hari, sejak dokter Samuel mecium bibirnya malam itu dan selalu mengecup keningnga ketika mau berangkat ke rumah sakit. Bagi Mischa itu sikap yang manis yang belum dia rasakan, terkadang dia merasa berdebar ketika sikap manis suaminya itu."Apa dia mencoba untuk mengambil hatiku?" gumam Mischa menatap wajahnya sendiri di pantulan cermin kaca.Tok tok tok.Pintu di ketuk dari luar, Mischa bangkit dari duduknya dan melangkah menuju pintu. Membukanya dan tampak bi Sumi berdiri tersenyum tipis."Apa nyonya mau menyambut tuan dokter?" tanya bi Sumi."Oh, dia
Mischa nyaman dalam pelukan dokter Samuel malam ini, makanya dia diam saja tanpa bergeming ketika pelukan suaminya semakin mengerat. Memang awalnya tertidur pulas, tapi gerakan tubuh Mischa membuat dokter Samuel semakin mengeratkan pelukannya."Apa kamu nyaman seperti ini?" tanya dokter Samuel.Tak ada jawaban, hanya gerakan pelan dan hati-hati dari tangan Mischa. Dokter tampan itu membuka matanya, melihat wajah Mischa matanya bergerak-gerak. Wajahnya mendekat, mencoba untuk mencium pipinya apakah ada penolakan atau tidak dari istrinya.Tapi tidak ada penolakan, justru tubuh Mischa menegang ketika ciuman dokter Samuel di pipinya tidak juga lepas. Wajah itu mengarah pada bibir Mischa dengan pelan, mengecupnya beberapa kali. Namun tetap tidak ada perlawanan dari istrinya, seperti memberikan sinyal kalau perlakuannya itu di izinkan untuk terus melakukan eksplor pada wajahnya.Posisi dokter Samuel berubah menjadi di atas, tangannya mengelus pipi Mischa yang halus. Wajahnya turun ke bawah,
Hari demi hari kedekatan Mischa dan dokter Samuel semakin baik. Mereka hidup satu rumah layaknya suami istri sesungguhnya, karena memang mereka pasangan suami istri. Tidak ada kekakuan dari sikap keduanya, Mischa sudah berani bermanja atau bercanda dengan suaminya.Dokter Samuel senang, kini Mischa terlihat manja padanya meski masih malu-malu. Dia juga senang setiap hari berangkat kerja di antar sampai depan rumah, dan pulang dari rumah sakit Mischa sudah ada di rumahnya. Kalau pun Mischa pulang terlambat karena sedang di luar, pasti dia menelepon lebih dulu.Kedua sejoli yang sedang mabuk cinta, tapi masih gengsi untuk mengungkapkan. Kini sedang santai menikmati liburan hari Minggu di rumah. Dokter Samuel mengisi libur Minggunya renang di rumahnya di bagian belakang. Mischa menemani di kursi panjang sambil memainkan ponsel, sesekali memotret suaminya diam-diam ketika sedang berenang.Dokter Samuel pun mendekat pada istrinya, dia duduk di samping dengan tubuh dan wajah yang basah."Ka
Zahrana Laily, gadis berusia dua puluh tahun. Hidup hanya dengan kakaknya saja bernama Rania Bila, kakaknya Rania sedang hamil besar. Zahrana dan Rania adalah kakak beradik yang telah di tinggalkan kedua orang tuanya sejak Zahrana sekolah SMA kelas sepuluh.Ketika itu, Rania sudah lulus sekolah SMA dan bekerja di kota di ajak oleh temannya. Satu tahun setelah kakaknya Rania bekerja di kota, kehidupan Zahrana dan ibunya membaik. Tetapi satu tahun kakaknya merantau, ibunya meninggal.Sejak itu, Zahrana hidup sendiri. Di tambah lagi sejak ibunya meninggal itu, Rania tidak lagi memberikan kabarnya. Bahkan kiriman uang yang biasanya lancar, justru tidak lagi di kirim.Selama hidup sendiri, Zahrana bekerja apa saja untuk membiayai hidupnya. Karena tidak ada yang mau menanggung makan Zahrana, sekalipun adik dari ibunya.Kini, Rania pulang dengan kondisi sedang hamil muda pada saat itu. Zahrana bertanya tentang siapa laki-laki yang telah menghamilinya, tetapi Rania tidak memberitahu siapa lak
"Kak Rania!""Aaaaargh!"Bug!Rania melahirkan langsung tanpa bantuan bidan desa yang sejak tadi masih saja memakai kaus tangan medis, Zahrana kaget dengan bayi yang jatuh dari bawah Rania. Dia langsung mengambil bayi itu yang masih menggantung tali pusarnya pada bagian bawah Rania.Rania sendiri tidak sadarkan diri tergeletak di bangsal. Zahrana begitu kaget dengan kejadian tak terduga itu, keponakannya jatuh dan dia langsung mengambilnya.Bidan desa itu membantu menggunting tali pusar yang masih menggantung. Zahrana masih memegangi bayi laki-laki itu, tangannya gemetar. Matanya menatap bayi yang sedang menangis, dia pun ikut menangis."Sabar ya, nanti aku akan menjagamu." ucap Zahrana berlinangan air mata.Dia masih syok kejadian bayi jatuh kebawah karena bidan desa tidak juga menanganinya. Setelah selesai di potong tali pusar, tak lama ari-ari pun keluar juga tanpa Rania harus mengejan lagi.Rania sudah tidak sadarkan diri di bangsal itu, bidan melihat semuanya begitu cepat. Dia ha
Satu minggu sudah Rania melahirkan, dia sudah bisa beraktifitas seperti biasanya. Tetapi masih sebatas di dalam rumah saja, Zahrana yang bergantian keluar rumah untuk berjualan di pasar.Dia berjualan sayur-sayuran sejak kakaknya Rania pulang menggantikan ibunya dulu berjualan di pasar, tetapi jualannya tidak ramai seperti pedagang sayur di pasar.Banyak yang enggan membeli sayur pada Zahrana karena mereka mendengar kakaknya hamil di luar nikah entah dengan siapa laki-lakinya karena tidak ada yang tahu siapa. Jika ada yang menggunjingkan lakaknya di depannya secara terang-terangan, Zahrana langsung membelanya. Mengatakan kalau kakaknya itu menikah, bukan hamil di luar nikah."Mana buktinya kalau dia menikah? Kemana suaminya?" tanya para tetangga yang mempertanyakan siapa suami Rania.Zahrana tidak bisa menjawab, dia juga bingung siapa suami kakaknya itu. Bahkan datang ke kampungnya saja tidak pernah, jadi mereka pun sanksi dengan pembelaan Zahrana.Beberapa kali Zahrana tanya pada kak
"Kak Rania!"Zahrana menjerit histeris, dia berjongkok dan menggoyangkan tubuh Rania yang tidak sadarkan diri. Dia panik dan bingung harus melakukan apa, dia bergegas menuju kamarnya mengambil ponselnya. Mencari bantuan pada pamannnya agar mau membawa kakaknya ke rumah sakit.Tuuut.Zahrana menelepon pamannya, belum di jawab. Dia semakin panik karena telepon pamannya belum juga di angkat. Zahrana terus menghubungi pamannya, dan tak lama sambungan telepon itu tersambung."Halo paman.""Ada apa Zahra?" tanya pamannya tenang."Paman, bisa tolong aku. Kak Rania jatuh pingsan." kata Zahrana."Ck, tunggu saja. Dia pasti sadar." kata pamannya dengan malas di seberang sana."Tapi paman, kak Rania berdarah.""Heh! Urus saja kakakmu itu! Jangan minta bantuan pada pamanmu, dia sibuk!"Klik!Sambungan telepon terputus, Zahrana diam. Dia pun kembali menuju kamar kakaknya, berpikir bagaimana harus membawa kakaknya yang pingsan akibat pendarahan itu. Tangannya masih menggendong Raka yang terdiam.Di
"Apa?! Tiga puluh juta?" tanya Zahrana kaget dengan biaya sebesar itu."Iya, mau di bayar lunas atau di cicil dulu mbak?" tanya petugas itu."Emm, bisa bayar pakai ATM?" tanya Zahrana."Bisa."Zahrana pun menyerahkan ATM yang dia pegang pada petugas itu. Petugas itu pun mengecek ATM yang di serahkan oleh Zahrana, dia meminta Zahrana memencet pin pada alat ATM mini tersebut. Tapi dia bingung karena tidak tahu pin ATM milik kakaknya itu."Kalau begitu, cicil saja mbak pakai uang tunai. Ini punya kakaknya yang lagi di operasi ya. Nantu bisa di lunasi melalui ATM atau tunai lagi." kata petugas itu."Oh ya, sebentar pak."Zahrana mengambil dompet kakaknya, melihat isi uang tunai di dompet itu. Di hitung hanya ada beberapa lembar ratusan saja, dia menyerahkan tujuh lembar uang ratusan tersebut."Apa segini dulu ngga apa-apa pak?" tanya Zahrana.Petugas itu menghitung uang yang di serahkan Zahrana. Zahrana memperhatikan apa yang di lakukan oleh petugas itu."Kalau bisa satu juta saja dulu mb