Semua Bab YOUR STUPID WIFE: Bab 11 - Bab 20
51 Bab
PARTING
Teddy membuka layar ponselnya saat tiba di parkiran kantor. Dibukanya satu pesan dari Devon.[Cari tau kabar Rea, dia tidak merespon chat dan panggilanku dari semalam. Aku agak khawatir. Secepatnya ya?]Lelaki bertubuh jangkung itu mengunci layar ponselnya dengan cepat dan segera bergegas menuju mobil sport warna silver yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri tadi. Hanya satu tujuannya, yaitu rumah Rea, wanita yang sepertinya beberapa hari belakangan telah membuat sahabatnya susah konsentrasi.☆☆☆Rea duduk di sofa ruang tengah diapit kedua orang tuanya. Tangis sesenggukannya sejak dia sampai di rumah itu belum juga mereda. Bu Renata, ibu Rea, memeluk bahu anaknya dengan perasaan teriris. Dia benar-benar tidak menyangka putri kesayangannya itu mengalami nasib buruk dalam pernikahannya yang baru seumur jagung.Sementara Pak Hanggono, ayah Rea, terdiam
Baca selengkapnya
WE ARE OVER
Orang kaya itu memang terkadang tingkahnya aneh dan susah dipahami, begitu pun dengan Devon. Sepulang dari rumah orang tua Rea, dia langsung menghubungi Teddy, meminta sahabatnya itu mengambil alih semua pekerjaannya di perusahaan start-up yang menjadi kebanggaannya itu.Lalu dia mengabarkan berita gembira pada pamannya bahwa dia berubah pikiran. Minggu ini dia akan mulai memimpin perusahaan peninggalan mendiang papanya. Entah apa yang ada di dalam otak lelaki blasteran berusia 27 tahun itu.Pertemuannya dengan Rea hari ini tak disangka menjadi mood booster untuk Devon. Semangatnya seolah menjadi sepuluh kali lipat dari hari-hari biasanya.  Dia ingin sekali membawa wanita itu kembali ke Jakarta secepatnya dan menemani setiap hari-harinya.Melangkah memasuki lift menuju apartemennya di lantai 30, Devon berjalan bagai tak berpijak, ringan sekali seolah tak ada beban apapun yang mengganggu pik
Baca selengkapnya
REGRET
Ternyata Devon serius dengan omongannya, hari berikutnya Rea mendapat pesan dari lelaki itu tentang lowongan kerja di perusahaan temannya. Devon bilang seorang temannya sedang membutuhkan seorang sekretaris. "Tapi aku sedang hamil? Apa tidak masalah?" kata Rea di telepon."Temanku bilang dia bahkan tidak masalah jika harus mempekerjakan seorang nenek-nenek," ujar Devon sambil menahan tawa atas ucapannya sendiri. "Baik sekali ya teman kamu itu. Kapan aku bisa masukkan surat lamarannya?" tanya Rea."Secepatnya katanya. Kapan kamu ada waktu? Besok bisa?""Baiklah, aku siapkan dulu berkas lamarannya." 
Baca selengkapnya
ANNOYING INTERVIEW
Hari masih lumayan pagi saat Rea meninggalkan rumah orang tuanya. Sebenarnya ayahnya menawarkan diri untuk mengantarkannya ke perusahaan tempat dia akan melamar pekerjaan. Tapi Rea lebih nyaman berangkat sendiri dengan taksi online. Ayah Rea bilang perusahaan yang akan dia lamar itu merupakan perusahaan property yang sangat terkenal. Bahkan lelaki tua itu sempat ragu anak perempuannya akan bisa bekerja di tempat itu. "Apa temanmu itu nggak salah merekomendasikanmu ke perusahaan itu, Re?" tanyanya keheranan. Satu satunya pengalaman kerja putrinya itu hanya di sebuah kantor penerbitan yang tidak begitu besar. Dia pikir perusahaan seperti itu pasti memiliki karyawan-karyawan yang berkompeten, dan ayah Rea yakin Rea tidak cukup berpengalaman di bidang itu. Apalagi sekarang kondisinya sedang hamil. Tapi
Baca selengkapnya
THE SECRETARY
"Uuugh!." Apa ini? Kenapa pintunya berat sekali dan tidak mau terbuka? Rea penasaran, didorongnya pintu itu sekali lagi, tapi tetap tak bergeming. Ada apa dengan pintu sialan ini? "Ada apa dengan pint ...?" Rea membalikkan badannya bermaksud menanyakam soal pintu itu kepada pemiliknya. Namun dia terkejut karena si pemilik justru telah ada dekat sekali di belakangnya memegang sebuah benda kecil pipih di tangannya. Rea mengira itu sebuah remote control karena  memiliki beberapa tombol di atasnya."Kamu mengunci pintu ini?" tanyanya kesal.Devon tidak menjawab, dia justru berjalan lebih mendekati Rea. Refleks Rea mundur hingga tubuhnya menempel di pintu."Mau apa kamu?" tanyanya panik. Devon tetap membisu dan terus saja melangkah maju. Hingga akhirnya saat jarak mereka hanya beberapa senti saja, lelaki itu mengurung Rea dengan kedua tangannya. "Su
Baca selengkapnya
MAKE OVER
"Kita mau kemana, Bu ...?" tanya Rea sedikit kikuk. Dia bingung harus memanggil wanita yang sedang duduk di belakang kemudi di sebelahnya itu dengan panggilan apa. Yang dipanggil hanya melirik sekilas ke arah Rea sambil tersenyum tipis."Panggil Via saja," ujarnya singkat dengan nada datar.Rea mengernyit. Via saja? Ah nggak mungkin, itu aneh, wanita itu lebih tua dari Rea. Masa' nggak pakai embel embel Bu, atau Kak gitu. "Jadi kita mau kemana, Bu Via?" tanyanya lagi."Sesuai perintah Pak Junior Widjaya," jawabnya singkat diiringi senyum tipis yang hampir tak terlihat oleh Rea. Rea menghembuskan nafas, kenapa wanita di sebelahny
Baca selengkapnya
THE APARTMENT
Guyuran air hangat dari shower di kamar mandi apartemen itu sedikit membantu Rea menghilangkan penat seharian yang menyiksanya. Meskipun banyak hal yang membuatnya jengkel dengan lelaki bernama Devon itu, setidaknya dia bersyukur tidak harus balik lagi ke tempat orang tuanya mengambil pakaian. Ini sedikit banyak bisa menghemat tenaganya untuk bekerja esok hari mengingat jarak yang lumayan jauh antara kantor dengan rumah orang tuanya.Rea belum tau milik siapa apartemen tempatnya berada saat ini, tapi tadi sekretaris senior itu mengatakan Rea akan tinggal disini. Mungkin saja ini salah satu fasilitas yang diberikan sang direktur otoriter itu padanya. Meski dia belum yakin akan hal itu, tapi sebelum mandi tadi dia sudah menyusuri setiap sudut apartemen dan mendapati banyak makanan di kulkas. Jadi sehabis mandi dia berencana ingin langsung mengisi perutnya yang benar-benar sudah keroncongan dari tadi. 
Baca selengkapnya
MOVE ON!
"Rea!!" Rea menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya. Dia baru saja turun dari mobil Devon di pelataran parkir sebuah restoran.Anggit? Pria itu setengah berlari menuju ke arahnya. Bagaimana dia bisa sangat kebetulan ada disini? Apa dia mengikuti Rea? Anggit bermaksud mendekati Rea, tapi tubuh Devon menghalanginya."Minggir!" seru Anggit berusaha menyingkirkan Devon dari hadapannya, tapi Devon menepis tangannya dengan kasar hampir membuat Anggit terjungkal."Rea! Jadi ini yang kamu lakukan? Kamu bersama dia sekarang?" kata Anggit berteriak hingga membuat beberapa orang yang kebetulan berada di sekitar tempat itu menoleh ke arah mereka. Rea yang menyadari orang-orang sedang memperhatikan mereka, menyentuh tangan Devon, bermaksud memohon untuk membiarkannya bicara dengan suaminya itu. "Biarkan aku bicara dengannya," bisiknya pada  lelaki di depannya.&n
Baca selengkapnya
FIRST DAY
"Lepasiiiinnn!" Rea meronta dalam bopongan Devon berusaha turun dengan menjejakkan kaki dan memukuli dada lelaki itu dengan kedua tangannya. Tapi zonk, tubuh lelaki itu jauh lebih besar dan lebih kuat darinya. Merasa tak bisa melawan dengan cara halus, akhirnya dia menggigit lengan lelaki itu yang seketika mengaduh dan menurunkan tubuh mungilnya."Apa-apaan sih?" Devon meringis memegangi lengannya yang memerah bekas gigitan. "Bar bar banget!" Matanya memelototi Rea."Lagian kamu ngapain angkat angkat aku?" Rea melengos puas sekaligus merasa bersalah telah menyebabkan lelaki itu kesakitan."Aku cuma mau pindahin kamu ke dalam," tunjuk Devon ke dalam kamar. "Kamu bisa sakit kalau tidur di sofa," lanjutnya."Lagian kamu ngapain tidur disana tadi kalau nggak mau aku tidur di sofa?" protes Rea. Dia tadi memang berniat tidur di kamar, tapi karena melihat lelaki itu telah terlelap di tempat tidurnya,
Baca selengkapnya
I'M SORRY
"Rea, ikut aku," belum juga Rea selesai mengerjakan tugas menyusun jadwal selama seminggu ke depan, Devon sudah berdiri dari meja kerjanya dan menyuruh wanita itu mengikutinya. Tergesa-gesa Rea menyeret kaki untuk mengikuti langkah Devon yang panjang. 'Jangan cepet-cepet dong jalannya,' ingin rasanya Rea berkata begitu, tapi untungnya dia sadar ini masih di kantor. Seandainya tidak, Rea pasti sudah memukulnya untuk menyuruhnya lebih pelan. Devon terus berjalan menyusuri ruangan demi ruangan kantor hingga kemudian memasuki sebuah ruangan yang sepertinya ukurannya cukup luas. Itu bisa dilihat dari dindingnya yang transparan.Lelaki itu menoleh sejenak ke arah Rea, menunggunya untuk lebih dekat ke arahnya, baru kemudian dia membuka pintu ruangan. Rea dengan ragu, ikut melangkah masuk. Dan alangkah terkejutnya dia ketika di dalamnya sudah ada belasan pasang mata yang memperhatikan kedatangan mereka.&nb
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status