Semua Bab Angkasa Merah di Kota Kertas: Bab 71 - Bab 80
95 Bab
69. HARAPAN #2
Baru saja menginjakkan kaki di loteng, Helva menyambutku tanpa menoleh. “Selamat datang, Kuda Jantan. Begitu cara menyebutnya? Kau menemukan sedikit pencerahan?” Dia memainkan Solitaire di meja komputer. “Kupikir aku harus turun karena kau tidak segera naik. Baik-baik saja?”“Jati diriku menangis,” kataku. “Di mana Paman?”“Kurasa sedang menangisi jati diri juga.”Aku mengedarkan pandangan, mencari keberadaan Tokio Eki Furuzawa—dan ketemu. Dia membaca arsip Koran Bawah Tanah. Kami cukup terpisah, tetapi aura di sekitarnya bisa kurasakan. Aura yang keras, seolah dia memusatkan seluruh perhatiannya. Jadi, ya, barangkali aku tahu apa yang dia cari. Dia pasti mencarinya. Sudah sewajarnya dia mencari kejelasan masa lalunya.“Kalian menemukan sesuatu?” tanyaku, duduk di samping Helva.“Komputer di depanmu,” katanya.Aku menggerakkan kursor di komputer depanku
Baca selengkapnya
70. HARAPAN #3
Kami berkumpul di meja komputer, duduk membaca pesan itu. Tokio Eki Furuzawa mendengar penjelasanku tentang Rena yang meninggalkan pesan. Aku tahu dia tidak akan kaget, tetapi dia kelihatan lelah sampai tidak punya minat untuk berpura-pura. “Kode ini—tidak. Malvia Lockwood itu siapa?” “Kurasa Redie Lockwood dijodohkan setelah kejadian ini,” dugaku. Helva menatapku skeptis, dan aku mengangkat bahu. “Dia ini Tracy Lockwood. Kau ingat Rena dijodohkan dengan Regan Reeves?” “Jadi?” sela Tokio Eki Furuzawa. “Apa arti pesan Rena?” “Ini tampak seperti koordinat,” ujar Helva ke baris pertama. “Aku ingat ada tiga cara penulisan koordinat. Pertama dengan derajat, menit, detik. Kedua dengan derajat dan menit desimal. Ketiga dengan derajat desimal. Ini yang ketiga. Kurasa Rena berniat merumitkan pesannya.” “Yah, tidak ada jaminan kita yang mendapat pesan ini,” kataku. “Tapi kurasa kita bisa memecahkan kode ini begitu memasukkan angkanya ke situs peta. Masa
Baca selengkapnya
71. 6 DESEMBER 2021. RERUNTUHAN KOSONG #1
Lima belas menit pertama sejak kami keluar Distrik Lockwood, itu momen paling mendebarkan sepanjang hidupku—secara harfiah.Karena sebelum kami berhasil keluar dari Distrik Lockwood, petugas polisi menghentikan mobil. Beruntungnya, jauh sebelum mereka menghadang, Tokio Eki Furuzawa sudah berkata, “Lilit tubuhmu dengan selimut, sembunyi di bawah kasur lipat, bantal, dan segala hal di jok belakang. Helva, bantu dia.”Jadi, beberapa meter sebelum polisi menghentikan kami, aku sudah berada di jok belakang, menumpuk diriku dengan semua yang ada, dan terhimpit di dasar jok. Seharusnya itu hangat, sempit, dan sesak, tetapi tubuhku menggigil. Aku sulit mengendalikan diri sampai suara petugas terdengar.“Tanda pengenal?”Suara petugas itu mirip Orie Cottland. Aku tahu itu fantasi dan seharusnya itu tidak lagi berpengaruh. Namun, desakan aneh itu kembali ke kerongkonganku. Segalanya terasa menyeramkan seolah momen ini persis seperti sa
Baca selengkapnya
72. 6 DESEMBER 2021, RERUNTUHAN KOSONG #2
“Ada cahaya,” kata Tokio Eki Furuzawa.Kami menoleh, dan dari posisi makam, jendela samping rumah bisa terlihat sangat jelas. Cahaya—seperti lilin terlihat. Dan tepat saat kami mengatakan itu, api itu padam. Jadi, Tokio Eki Furuzawa memerintah, “Ayo. Sebelum dia pergi.”Penyergapan tanpa rencana. Aku tahu ini idiot.Kami segera berlari ke jendela, dan tak ada satu pun dari kami yang berjalan menyusuri jalan setapak. Benar. Dengan idiot—atau tepatnya—kepercayaan tinggi, kami menembus ilalang. Jenis ilalang yang mirip sesuatu di pinggir sungai, tetapi dengan tinggi menghalangi pandangan. Maka jelas, rasanya gatal ketika menyentuh kulit. Kami berlari cepat, dan Tokio Eki Furuzawa lebih dulu terpisah. Helva masih di sebelahku, berkata pelan, “Pakai maskermu. Tidak ada jaminan itu—”“ARGH!” kata suara Tokio Eki Furuzawa.Kami berhenti, kepalaku linglung. Dan Helva menggamit jemariku
Baca selengkapnya
73. 6 DESEMBER 2021, RERUNTUHAN KOSONG #3
Ben babak belur.Itu pertama kali aku melihatnya sejak empat tahun lalu. Dia masih konsisten dengan rambut pendeknya, muka serius—yang sebenarnya jauh berkebalikan dari sifatnya yang suka melucu—dan ketika dia membuka jaket hitam yang kurang lebih penuh lumpur, postur atlet tergambarkan begitu sempurna pada dirinya. Dia bilang kalau bermain voli, yang kurasa tidak akan membuatnya berotot seperti itu, tetapi kupikirkan dia juga konsisten dengan bela dirinya.“Kurasa beribu-ribu maaf dariku takkan cukup memaafkanku,” katanya.“Yah, secara teknis, aku hampir menusukmu,” kata Tokio Eki Furuzawa.Jadi, kami saling meminta maaf, yang entah bagaimana membuatku hampir tertawa ketika mendengar adu tonjok antara Tokio Eki Furuzawa dengan Ben. Dia, lebih tepatnya Tokio Eki Furuzawa, berniat menyerang titik lumpuh Ben. Hanya saja, gagal karena Ben selalu lebih cepat. Jadi, kami tertawa, yang menurut Helva sangat aneh karena sepuluh
Baca selengkapnya
74. 6 DESEMBER 2021, RERUNTUHAN KOSONG #4
“Kurasa aku memang brengsek,” kataku, setelah keluar rumah.“Kau tidak perlu mengumumkannya seperti itu, Sayang,” kata Marie seperti membenarkan. “Kau menahan pikiran itu sejak tadi?”“Kupikir aku sangat brengsek karena membuat Rena seperti ini.”Helva mendesis. “Dengar, kita ini brengsek pada jalannya masing-masing.” Aku menatapnya tanpa ekspresi, dan dia mengangkat bahu. “Aku cuma mau bilang kalau aku juga brengsek yang mungkin jauh lebih brengsek—meski aku yakin kau jauh lebih brengsek dariku. Tapi barangkali Rena juga brengsek.”“Itu pemilihan kata yang cukup berani,” komentar Marie.“Tapi—” Aku terdiam sejenak. “Kau ingat makam itu?”Dan Helva membisu. “Sebenarnya aku berniat bercanda. Tapi aku mengerti. Jadi, kurasa kau mau melempar sesuatu ke danau?”“Kedengarannya asyik,” kata Marie.
Baca selengkapnya
75. BINTANG DAN LANGIT MALAM #1
Pagi hanya tinggal menunggu waktu, tetapi kami memutuskan tidur.Hanya saja, dua orang harus tetap terjaga sepanjang malam. Setidaknya, itu yang dilakukan Marie dan Ben sepanjang mereka di tempat ini. Jadi, karena mereka terlihat lelah, kami meminta mereka tidur, sehingga tersisa aku, Helva, Tokio Eki Furuzawa. Lalu mempertimbangkan kondisiku, mereka menyuruhku tidur.Jadi, aku tidur bersama Ben dan Marie di ruang utama yang gelap.Dan gagal. Ketika Marie sudah terlelap tenang dan Ben mengeluarkan suara dengkuran, mataku tidak bisa terpejam. Jadi, aku bangun, menghampiri Tokio Eki Furuzawa dan Helva yang masih di ruangan Rena.“Bukankah kubilang tidur?” kata Helva.“Kau tahu aku.”“Belum sampai sepuluh menit sejak kau pergi.”“Kau tahu aku.”Tokio Eki Furuzawa menghela napas. “Kebetulan kita berempat memang harus bicara. Tiga orang dari Sandover. Empat ditambah Rena. Kemaril
Baca selengkapnya
76. BINTANG DAN LANGIT MALAM #2
Satu rangkaian itu terjadi ketika benakku mengeras.Aku sedang mengusap keningnya, menyibakkan rambut ke belakang telinga dinginnya, lalu menelusuri pipi yang kehilangan kelembutan. Dia masih terlihat bak putri tidur, meskipun tidak seperti di kamera: membesar seolah bisa menyantap apa pun di hadapannya, termasuk aku. Dia tetap mendebarkan.Aku menatap matanya, dan tiba-tiba matanya terbuka.Mata kelabu itu menunjukkan warna, langsung mengarah ke mataku.Tepat ketika aku berada dalam jarak beberapa jengkal dari hidungnya.Ketika aku memikirkannya kembali, dalam waktu yang terkesan lambat, air mata sudah menggenang di pelupuk matanya dan remang-remang kemerahan lilin memantulkan citra merah di bola matanya. Dia bangkit, sampai segalanya berhenti berproses. Tangannya melingkar di punggungku, dan aku segera kehilangan fokus. Dia mendorongku, memelukku seolah berniat meremukkan tulang rusuk, dan suara napas yang teratur itu kini terdengar cepat, dan de
Baca selengkapnya
77. PESAN #1
Aku terdiam. Barangkali sudah sewajarnya aku heran atau menuntut, tetapi mulutku bungkam. Aku melihat Helva mengatur napas—aku yakin dia memikirkan hal yang sama. Di mana kami melakukan kesalahan?“Tidak ada waktu,” cetus Helva. “Kami ulur sedemikian rupa. Pergi—”“Tidak,” tegasku. “Kalian ikut.”Aku di posisi yang, paling tidak, tahu kalau tidak segera setuju, barangkali Marvin dan John kedua akan muncul. Namun, aku tidak mau ada pengorbanan, dan kalau itu memang diperlukan, aku yang akan berkorban, bukan mereka.Aku memberinya pesan kriptogram itu. “Kalian harus ikut.”Dan akhirnya dia mendesis. “Baiklah. Sekarang jam empat dua belas. Kalau sampai jam lima salah satu dari kita tidak segera muncul, dia harus ditinggal.”“Sepakat.”***Rena gemetar—meski mengatakannya sangat tegas di telingaku: “Aku tidak mau kembali.&rdq
Baca selengkapnya
78. PESAN #2
Terlalu banyak serangan yang kudapat.Aku merasa mataku akan menutup, tetapi aku sadar kalau kakiku harus terus bergerak. Kesadaranku belum hilang. Sudut terjauh mataku masih bisa melihat air danau keruh dengan hiasan gelembung napas. Sedetik sebelum menabrak air, aku berhasil mengamankan satu tarikan napas, tetapi sentakan antara punggung dengan air mengacaukan momen itu. Begitu menyadarinya, sudah terlalu banyak air keruh mengalir di kerongkonganku. Sesak. Tubuhku semakin tenggelam.Aku tidak yakin apa perbedaan danau ini dengan danau Kawasan Normal selain dipisahkan tebing tinggi dan air yang keruh, tetapi tampaknya tubuhku mulai bisa merasakannya. Betapa tekanan di danau ini jauh lebih kuat dibanding lompatan indah ke danau Kawasan Normal di umurku yang ketiga belas. Segera setelah aku menyadari itu, penglihatanku kabur. Aku terbenam sepenuhnya.Dan tiba-tiba aku melihat nuansa aneh yang membuatku berada di ambang batas. Tubuhku seperti mengecil dan aku melo
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status