All Chapters of Angkasa Merah di Kota Kertas: Chapter 51 - Chapter 60
95 Chapters
49. OKTOBER 2021, BOCKS #2
Aku berusaha keras mempertahankan kesadaran. Seseorang membuka ingatan lenganku. Rupanya aku bisa mengira apa yang terjadi. Waktunya makan. Aku tak ingat kapan terakhir kali perutku terisi makanan layak. Satu makanan layak terakhir yang berhasil masuk ke perutku, adalah daging gulung buatan Rena—yang sudah kumuntahkan di malam pertama tertangkap. Aku ingat dipaksa menyantap roti berbau busuk dengan air yang kadang terlewat panas atau dingin. Makanan apa lagi yang akan datang sekarang? Dan aroma makanan tercium halus di hidungku. Aku terkejut. Itu bukan bau busuk. Aku bisa menebak apa yang ada di depanku: bubur. Aku tak bisa berkata-kata. Ada apa gerangan sampai mereka bersikap baik? Apa rekanku tewas lagi? Aku harus menahan bengkak yang terasa luar biasa saat bubur itu masuk ke mulutku. Rasanya seperti dihujani air asam. Tenggorokanku perih dan bercampur aduk. Barangkali karena darah yang mengering di mulut. Pria itu menungguku makan. Kemudian menekan
Read more
50. HARI KELIMA BELAS, PERGI #6
Dua malam sebelum kematian Lee Hudson, aku mampir ke tempat Louist yang seperti bak sampah. Kotor, sempit, dan berbau masam yang bercampur dengan pengharum ruangan. Penerangannya buruk. Dindingnya seperti besi usang di toko loak. Lantainya mengeluarkan gema setiap ada yang berjalan. Yah, pada dasarnya, tempat tinggal Louist hanya kontainer usang di Kawasan Normal.Aku menguap lebar, lalu bangun melewati berkas yang berserakan. Rasanya haus, jadi aku membuat cokelat, melihat Louist masih di depan komputernya.“Kau seperti baru disambar petir,” kataku. “Tidurlah.”“Ini tampilanku sehari-hari.”Aku meneguk cokelat, melihat banyak telepon di sudut ruangan. Kuingat, Louist memakai telepon sebagai metode pembunuhan di kasus kedelapannya.“Berapa kali kau gagal membuat telepon yang dilengkapi gas sarin?”Dia mendengus. “Sukses itu dibangun di atas kegagalan.”“Menurutku pribad
Read more
51. PENJAHAT #1
Kilasan ingatan semakin liar melewati kepalaku. Aku tidak tahu itu memang ingatanku atau imajinasi yang kuinginkan, tetapi setiap kesadaranku pergi, kakakku selalu kembali ke mimpi, atau ibuku, atau masa kecilku yang terkesan samar. Aku teringat akan permainan kecil yang sering kumainkan bersama kakakku. Biasanya petak umpet di pekarangan rumah yang dipenuhi bunga-bunga cantik kesayangan ibu, dan kakak menemukanku di tempat bersembunyi favorit.“Terlalu mudah ditebak,” katanya, mengintip dari balik pagar rumput. “Ini tempat jelek buat sembunyi. Kakak sudah bilang, kan?”“Curang!”Rasanya sangat damai. Mendapati dirimu tertawa bersama seseorang yang selalu kau kagumi, di tengah kebun bunga yang terus meluas, ditemani oleh warna-warni mahkota keanggunan bunga yang merekah. Ibu tersenyum melihat dari balik jendela dapur, Kakak tertawa, dan aku terlelap dalam kehangatan.Lain halnya dengan ingatan di hari itu.Ketika
Read more
52. PENJAHAT #2
“Bangun, Brengsek!”Asap rokok terembus ke wajahku. Tentu saja aku sudah terbangun, bahkan sejak tadi. Hanya lemas. Tidak bertenaga. Dan bersikap seolah tidak lagi hidup.Kali ini aku duduk, dengan tangan melemas ke sisi kursi. Terikat dengan rantai, dan borgol mengikat di bawah kursi. Persis seperti bayangan mimpiku.“Keras kepala juga. Tak mengucap apa pun. Tak segera mati.”Sebenarnya aku juga tidak tahu kenapa bisa bertahan. Yang bisa kupahami, dokter misterius itu selalu hebat dalam menangani luka. Dan entahlah, barangkali para penyiksa sebelumnya juga jauh lebih berhati-hati dalam memilih penyiksaan. Buktinya, tidak ada tulangku yang patah, meski rasanya sakit karena meninggalkan lebam—kurasa. Perban melekat di seluruh bagian tubuhku, dan aku yakin tekanan kuat di pipiku ini plester. Aku masih hidup. Mereka profesional.Namun, berbeda dengan si bajingan ini.Jadi, aku tahu kalau orangnya sudah berubah. Pen
Read more
53. PENJAHAT #3
Aku kehilangan kesadaran.Begitu kusadari, aku melayang, seperti terhanyut dan terombang-ambing di sesuatu yang tak tentu. Aku berusaha menggerakkan badan, rasanya kaku. Mataku terbuka, dan yang terlihat bukan lagi kegelapan, melainkan pendar putih. Kosong dan hampa. Rasanya aku tidak bisa melihat apa pun selain menghadap ke atas.Dan tiba-tiba itu terasa menyesakkan. Citra-citra aneh bermunculan. Diriku berumur dua belas tahun yang menangis di pinggir danau. Diriku berumur empat belas tahun yang melawan dunia. Diriku berumur sepuluh tahun, yang memandang punggung kakak di taman rumah. Diriku berumur tujuh tahun yang bahagia.Berapa lama waktu sudah berlalu?Kilasan ini terasa tak memiliki akhir. Kilasan yang terasa semakin menekan. Dan tiba-tiba aku melihat langit. Malam yang gelap, seolah tak memiliki akhir. Tak ada bintang, tak ada cahaya, hanya kegelapan yang menekan. Aku teringat malam terakhirku di Rumah Pohon, saat kami menatap langit malam yang te
Read more
54. PENJAHAT #4
Kali berikutnya aku terbangun, aku tak merasa ada ikatan di kepala. Semua itu terasa aneh. Aku takut sudah tidak lagi di dunia. Aku takut semua sudah pergi.Namun, fungsi mataku terasa kembali. Mataku bergetar, dan perlahan, aku berhasil membuka katup yang sudah lama terkunci itu.Dan cahaya remang-remang menyerang matakuAku berkedip, mengerjapkan mata sangat panjang. Cahaya putih—bukan. Rasanya seperti remang kecil di sudut ruangan. Aku berkedip berulang kali, seperti mengenyahkan pendar hitam di pandanganku dan—ya, begitu mataku terbuka, aku kembali merasakan seluruh tubuhku. Aku berada di sel penjara kecil. Hanya sekitar dua kali tiga meter dengan lantai baja dan jeruji besi. Tubuhku masih terbujur kaku. Suasananya mencekam, diterangi bohlam, dan lusuh. Dindingnya gelap, dipenuhi ukiran bertuliskan: BIARKAN AKU MATI!Kepalaku pusing. Denyut terasa di segala arah. Aku mencoba duduk, dan rasanya begitu pedih. Aku tidak mampu menjaga tubuhku
Read more
55. PENJAHAT #5
Marvin dan John tidak bilang berapa lama aku disekap. Marvin bilang itu untuk kebaikan mentalku. Dia ingin saat aku meloloskan diri, kesehatan mentalku kembali. Jadi, saat dia mengatakan itu, aku sama sekali tak ingin pusing. Aku bilang agar mengunci selku lagi. Dan dia menolak. Namun, saat aku mulai menunjukkan mata yang kelewat mendung, akhirnya dia menurutiku.Aku tidak tahu berapa lama waktu berlalu sejak mereka mengajakku bicara. Alunan waktu terasa kosong, dan aku sama sekali tidak memiliki minat bicara. Aku hanya diam, hingga seseorang menggedor pintu besi.Lalu terdengar seruan dari luar. “Marvin! John! Buka pintunya!”“Akhirnya!” seru John. “Bantuan!”Aku bangun, sementara Marvin membuka pintu besi.Dan kulihat seorang pria. Berusia sekitar tiga puluh tahun, berjanggut tipis, berambut pendek, dan bermata biru. Dia tinggi, sekitar seratus sembilan puluh senti yang membuatnya harus menunduk melewati pintu
Read more
56. NOVEMBER 2021, AREA 6 DISTRIK LOCKWOOD #1
Tokio Eki Furuzawa menyembunyikanku di rumahnya, di Area 6 Distrik Lockwood. Dia sebenarnya dokter, jadi—entahlah, katanya aku sempat memasuki fase kritis dan berhasil lolos. Aku diberi banyak obat, vitamin, dan nutrisi sampai mengisolasiku selama satu bulan penuh. Segala berita Lockwood menjauh, dan aku tidak pernah melihat siapa pun. “Bagaimana keadaan di luar?” tanyaku. “Kau buron,” katanya, singkat. “Karena kabur dari penjara?” “Tidak ada yang tahu soal penjara. Mereka pikir kau kabur.” “Bagaimana dengan penjara?” Dia mengangkat alis. “Sebaiknya kau pulihkan kondisimu.” Hanya itu informasi yang dia berikan. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Lockwood, Kawasan Normal, Helva, Laura, Kakek, atau siapa pun. Termasuk Rena Lockwood. Tampaknya aku mengerti maksud Tokio Eki Furuzawa menjauhkan segala hal tentang Lockwood. Karena mau tak mau aku pasti memikirkannya. Jadi, dengan tidak membiarkan satu hal tentang Lockwood t
Read more
57. NOVEMBER 2021, AREA 6 DISTRIK LOCKWOOD #2
28 November 2021.Aku menghabiskan sepanjang pagi dengan berlutut pada Ratu Helva—dan benar, berlutut padanya tidak serta-merta membuatku dimaafkan.“Kau pikir, dengan menundukkan kepalamu aku bakal memaafkanmu?”Mungkin dia memang tidak bisa memaafkanku atau dasarnya kurang ajar, tetapi semua mulai jelas saat dia menginjak pundakku—seperti majikan.“Apa yang terjadi setelah manusia mati?” tanyanya.Aku punya banyak jawaban seperti: “Jangan bunuh diri!” atau “Itu bukan pengalaman indah—sepertinya kau mau?” atau “Badanmu membusuk, tapi hatimu takkan pudar. Tenanglah. Aku pasti mengingat hatimu.”Namun, dia lebih dulu menekan pundakku. “Meninggalkan jejak. Angkat kepalamu, tahi kucing. Atau kutendang wajahmu.”Jadi, aku mengangkat kepala, dan dia terlihat dalam campuran kesal, iseng, sekaligus bahagia. Aku mengerutkan kening, yang membuatnya berkat
Read more
58. NOVEMBER 2021, AREA 6 DISTRIK LOCKWOOD #3
Helva memberi kami waktu berdua. Saat akhirnya kami bisa berbincang dengan suasana normal—yang kurang lebih setelah Bu Hiroko memelukku seperti melakukan bear hug—aku berhasil tahu kalau belakangan ini Bu Hiroko sering mengunjungi makam kami—yang pastinya makam kakakku dan—iya, makamku. Katanya terbuat dari sisa batuan sungai. Jadi, akhirnya Bu Hiroko kembali menjadi bijak. Helva sudah menceritakan semua, bahkan sampai gangguan yang kualami. Jadi, aku merasa aneh—sekaligus malu karena ketika akhirnya kami bertemu, Bu Hiroko justru tahu soal penyakitku. “Sebenarnya aku tidak sedang sakit mental,” kataku. “Aku memang seperti ini. Aku dan Louist sudah sakit mental sejak umur dua belas. Empat tahun dan baik-baik saja. Yah, meski setiap dua malam sekali mimpi buruk.” “Itu bukan hal yang harus kau tutupi, Charlie.” Dan aku mengerutkan kening, seperti mencium bau yang sangat kuat. “Bu Hiroko bau alkohol, sungguh?” “Apa?” Bu Hiroko kaget. Dia
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status