Semua Bab Tulang Rusuk: Bab 1 - Bab 10
51 Bab
Prolog
Saliva yang hendak kutelan, seperti tersangkut di tenggorokan. Mata memanas, tak percaya pandangan sendiri saat mendapati Mas Abi, suamiku sedang bercumbu mesra dengan perempuan lain.Adegan itu terus berlanjut hingga sebuah kilat bayang hitam hadir mewujud sebagai diriku. Apa ini? Ingin bergerak tetapi seluruh tubuh terasa kaku.Oh, Allah apa yang terjadi? Pandangan menyisir di mana tempat ku berdiri saat ini. Melihat dari benda yang ada, sofa, ranjang, ini
Baca selengkapnya
1. Sebentuk Rasa (POV Zea)
Venus Zeaneda rangkaian nama lengkapku, atau juga suka dipanggil dengan Kemuning. Tinggal di salah satu pesantren daerah Benculuk, Cluring. Satu hal yang kuingat siang itu, tiba-tiba Mbah putri menanyakan perihal jodoh di umurku yang genap dua puluh empat tahun. Hanya tersipu mendengar omelan Mbah yang terasa indah di telinga."Enek, cucu temannya Mbah kung, rumahnya Glenmore. Dekat sama rumahmu, masih bujang. Umu
Baca selengkapnya
2. Temu Pertama (POV Zea)
Gusti ... jan pakdeku ini. Benar-benar anak yang penurut. Aku yakin setelah beberapa hari yang lalu mbah putri bicara soal jodoh. Beliau pasti langsung menelpon putra sulungnya itu untuk segera melaksanakan titah.Aku duduk menegakkan punggung. Berdeham kecil agar debar di dalam dada tidak mencuat keluar."Dimi
Baca selengkapnya
3. Kasmaranku (POV Zea)
Tidak lama, melihat pajeronya terparkir terlihat dari jendela tempat berdiri. Beberapa santri menghambur menyalami. Ada yang mengulurkan kedua tangannya untuk meminta ransel yang menggantung di pundak kiri Gus favoritnya itu. Mereka suka rela menawarkan diri untuk membantu demi secuil berkah.Suamiku yang gagah selalu berusaha untuk menolak, tetapi sama seperti hari sebelumnya. Gus kesayangan itu tidak sanggup menolak setelah melihat tatapan sendu yang nampak jelas terbaca di raut wajah santri-santri tersebut.Aku selalu terkekeh melihatnya pasrah saat kresek atau ransel dan ba
Baca selengkapnya
4. Penggalan Kisah Duka (Zea & Habibi)
Aku mengangguk, lalu mengusap lagi perutku. Tendangan itu antara terasa dan tidak. Mungkin karena kelelahan. Sejak kemarin acara ini dimulai dan sejak kemarin pula, aku ikut membantu mengurusinya."Adek, baik-baik, ya, sayang … kita bobo setelah Abi rawuh (datang),"  Merasa lebih lelah dari sebelumnya. Menahan sebisa mungkin jantungku yang berdegup lebih kuat, hingga terasa agak sesak.
Baca selengkapnya
5. Kehilangan yang sama ( Habibi & Zea)
POV HabibiSeseorang sedang berdiri di sana. Di depan sebuah kaca tembus pandang.Dia terlihat khusyuk mengamati satu persatu makhluk mungil yang tergeletak di box bayi. Mereka pasti terlihat sangat mungil aneka ekspresi di wajah-wajah kecil itu sudah membuat jari Zea menempel di kaca, ingin menyentuh salah satu dari mereka. Tanpa sadar air mataku menderas saat merasakan ngilu pada dada saat istriku itu menyentuh payudaranya. 
Baca selengkapnya
6. Duka dan Luka .... (Zea)
"Ini, Ning Rayya, dia putrinya Ustad Rahmat. Sedang hamil, Nduk.” Ummi memperkenalkan seorang wanita berjilbab lebar. Wajahnya teduh, alisnya seperti ulat bulu tebal yang berjalan beriringan. Hidungnya kecil. Bibirnya merah muda, selalu tersenyum.Aku menyalaminya, dia membuka kedua tangan untuk memeluk dengan hangat, merasa lucu, pelukan kami terganjal perut buncitnya. Tidak lama, saling melepas dan duduk bersama di ruangan tempat ummi biasa menerima tamu. Mirip pendopo terbuka dihiasi kursi panjang sanggup menampung jika tamu yang datang lebih dari sepuluh orang, serta beberapa meja modern khas dari k
Baca selengkapnya
7. Ingin Hamil ... bisakah? (Zea)
Sejak awal kami menikah, Mas Abi memang senang memanggilku "Nduk" panggilan sayang  juga khusus katanya. Bahkan di depan Ummi dan Abah, suami kesayangan itu memanggil dengan sebutan yang sama.Lalu beberapa jam kemudian detak menit sudah menunjuk ke angka dua belas. Aku dan Mas Abi sejak sepuluh menit yang lalu sudah dipanggil untuk bertemu Dokter Neelam.Neelam Sari Khan, nama khas orang India.Wajahnya cantik hampir serupa deng
Baca selengkapnya
8. Sekali saja ... sebuah kesempatan (Zea)
Aku sedang menikmati kesendirian di ambenan tempat biasanya kami menepikan diri setelah merasakan semua kesakitan yang begitu luar biasa ini. Merenungkan segala kemungkinan-kemungkinan yang akan kudapatkan sebagai tuah kehidupan. Kita tidak bisa tetap berdiri di tempat yang sama seperti kemarin. Manusia harus belajar dari kemarin dan merenungkan untuk hari esok. Mengusap mushaf terjemahan dalam genggaman, kurasakan tubuh yang kembali gemetaran saat sebuah ayat yang memberikan sebuah nasihat manis mengenai hubungan antara Tuhan dan ikatan silaturahim kepada sesama. Mereka hendaknya berjalan seimbang agar tidak timpang tindih.
Baca selengkapnya
9. Seandainya (Zea)
Setelah menenggak habis isi gelas, aku segera bangkit dan beranjak ke kamar. Siang ini begitu terik. Hawanya jadi panas dan bikin gerah. Aku masuk ke kamar kemudian menyalakan pendingin ruangan, Mas Abi belum pulang artinya masih berada di luar kota seperti yang dia katakan padaku. Ingin rasanya mandi dan berendam dengan air dingin, benar-benar dingin alias bak air akan kutambahkan beberapa balok batu es agar terasa segar saat menyentuh kulit. Membayangkan bisa mengguyur tubuh dengan air sesegar itu dan berlama-lama di sana membuatku ingin cepat-cepat melepas semua kain yang melekat di tubuh.Namun, bayang indah itu seketika buyar kala suara ketukan membuatku urung melepas seragam yang terasa lengket
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status