Semua Bab Secret Identity: Bab 21 - Bab 30
80 Bab
20 || Mulai Berulah
Rara menggeliat, dia menoleh ke arah jam di atas nakas menunjukkan pukul tujuh pagi. Dia beberapa kali mengerjap masih dengan pandangan yang sama saat netra nya menatap langit kamar berukiran mewah itu. Rara segera bangkit dan duduk bersila, pandangannya mengarah ke arah cermin—melihat wajah tampan Aldebaran ketika bangun tidur. Dia tidak menampik, wajah pria arogan ini benar-benar tampan. Pahatan sempurna dari kedua alis tebal yang membingkai dua manik mata yang teduh. Hidung mancung yang sesuai dengan bentuk wajah oriental serta rambut-rambut halus menghiasi area dagu. Begitu maskulin dan sempurna bagi setiap penggemar setia seorang Aldebaran.   Rara masih terpaku sejenak memandang ciptaan Tuhan yang nyaris sempurna. Spontan, senyumnya melengkung memperlihatkan lesung pipi yang terlihat samar di sebelah kiri.   Rara tersentak. Sejak kapan Aldebaran punya lesung pipi? Kenapa juga dia harus tersenyum melihat wajah orang lain dari cermin?!
Baca selengkapnya
21 || Kejutan untuk Nirmala
Rara baru saja habis mandi. Dia tengah bersiap untuk pergi. Hari ini dia akan ke Rumah Sakit untuk membawa ibunya pulang. Setelan kasual yang dia pakai cukup baginya. Semoga tidak menyita perhatian jika ada yang melihat Aldebaran.   Rara meraih kunci mobil dan segera beranjak. Saat Rara membuka pintu, sontak membuatnya terkejut. Dia melihat Angga sudah berdiri di depan pintu hendak untuk mengetuk.   “Ka ... apa yang kaulakukan?” sembur Rara begitu saja. Hampir saja dia kelepasan memanggil dengan sebutan kakak.   Angga melebarkan senyum. Dia menurunkan tangannya dan sedikit menggaruk bagian tengkuk yang tidak gatal.   “Kau mau keluar?”   Rara menunjukkan mimik dingin. “Bukan urusanmu!”   Rara hendak melangkah, tetapi Angga lebih dulu menghalangi jalannya.   “Aku mau mengajakmu ke sebuah tempat. Siapa tahu bisa mengembalikan sedikit ingatan
Baca selengkapnya
22 || Jiwa yang Kembali
Saat ini tim medis disibukkan dengan  Rara yang tiba-tiba saja bangun. Bagaimana tidak, jiwa Aldebaran dalam tubuh Rara telah kembali. Tim medis bergegas memeriksa keadaan Rara. Aldebaran yang berada di tubuh Rara masih setengah sadar dan belum sepenuhnya menyadari kenyataan. Dia memerintahkan beberapa perawat untuk melepaskan benda menyebalkan yang menempel di tubuhnya.   “Lepaskan semua yang ada di tubuhku!” teriaknya.   Beberapa perawat tidak bergeming, mereka menunggu arahan dari dokter yang menanganinya.   “Anda tidak bisa melepasnya begitu saja, Nona. Anda baru saja sadar setelah koma hampir dua bulan lamanya,” jawab salah seorang dokter paruh baya.   “Dua bulan aku koma? Dan kau panggil aku siapa? Nona?” Aldebaran berusaha bangun, sayangnya tubuh Rara belum pulih sepenuhnya—dia kembali terbaring.   “Tunggu .... “ Aldebaran sontak menyadari sesuatu.  
Baca selengkapnya
23 || Tinggal Serumah
Aldebaran yang baru saja turun dari kamar mendadak menegang di tempat. Pijakannya hampir saja membuatnya terjatuh jika saja dia tidak berpegang dengan cepat.   Rara melempar senyum manis saat melihat Aldebaran tak bergeming di tempat. Angga yang baru saja masuk dari belakang membawa beberapa paper bag milik Rara. Mereka baru saja habis belanja.   “Apa yang kaulakukan di sini?” tanya Aldebaran bergegas turun menghampiri Rara.   Angga menengahi dan berdiri menghalangi Aldebaran untuk mendekati Rara.   “Aku yang membawanya pulang!” sahut Angga.   Aldebaran menoleh tidak suka. Apa yang ada di pikiran Angga?!   “Bagaimana bisa kau membawanya ke rumah ini? Dia punya rumah dan dia juga masih punya ibu!”   “Aku juga akan membawa ibunya kemari. Bukankah kau yang menabraknya hingga dia terluka? Setidaknya kau harus bertanggung jawab atas perbuatanm
Baca selengkapnya
24 || Popcorn Manis
Rara saat ini berada di depan rumah Nirmala. Dia menimbang sejenak untuk menyampaikan alasan pada ibunya seperti yang diminta Aldebaran. Dia tidak pernah sama sekali menyangka harus berbohong pada ibunya lagi. Namun, dia tidak ada pilihan. Apa yang akan Nirmala pikirkan ketika tahu Rara sudah sadar dan sama sekali tidak datang menemuinya.   Rara benar-benar bingung, dia menghela napas panjang dan bersiap untuk masuk.   Langkahnya mendadak terhenti saat Range Rover silver milik Angga memasuki pekarangan rumah. Tidak hanya sendiri, ada Aldebaran juga di dalam sana.   Rara dengan pakaian casual yang tidak pernah dia pakai sebelumnya sangat terlihat feminim. Itu bukan gaya Rara. Rara hanya melihat Aldebaran yang masih mematung bersikap acuh masuk ke dalam lebih dulu dan diikuti Angga.   “Apa itu tadi?! Sejak kapan aku memakai baju seperti itu? Pak Al kau ....”   Aldebaran mengambil l
Baca selengkapnya
25 || Perilaku yang Berubah
Rara refleks berdiri menyentuh bibir Aldebaran. Pijakannya hampir lemas menatap wajah dirinya tersenyum dengan raut tidak berdosa. Aldebaran merasa santai, sementara Rara mencengkeram naskah hingga tampak kusut.   “Apa yang Pak Al lakukan? Kau baru saja menciumku?” Mata Aldebaran melotot tidak terima.   “Bukan aku, tapi kau!” sanggah Aldebaran melempar punggung pada sandaran sofa.   Rara mengepalkan tangan, ingin rasanya dia menampar wajah pria arogan itu yang sangat tidak tahu diri. Berani sekali dia merenggut ciuman pertama bahkan dalam tubuhnya sendiri. Rara melempar naskah begitu saja. Air matanya mengambang menahan kesal merasa tidak terima.   Pandangannya menusuk, merasa geram tidak bisa berbuat apa pun dalam tubuh Aldebaran. Rara lantas pergi dan meraih kunci mobil yang tergantung di dinding lalu mengambil langkah seribu menuju parkiran.   Aldebaran yang menyadari itu lant
Baca selengkapnya
26 || Insiden Kopi
Aldebaran sedang memerhatikan Rara beradu akting. Cukup baik penampilan Rara yang berusaha keras menjadi sosok Aldebaran. Setelah break, Rara menghampirinya.   Aldebaran menawarkan segelas jus jambu yang biasa dia minum di lokasi syuting.   “Minum ini! Itu sudah jadi kebiasaanku jika sedang istirahat,” ujar Aldebaran.   Rara hanya berdeham sambil menyesap beberapa kali.   “Enak juga jadi Pak Al. Aku dilayani dengan sangat baik,” sahut Rara seraya bersandar santai pada punggung kursi.   “Benarkah? Apa kau juga menikmati kehidupan malamku?”   Rara berdecak. “Aku bahkan jijik jika harus mengingat kejadian-kejadian itu. Apa Pak Al selalu berbuat seperti itu untuk kesenangan?”   “Tentu saja! Itu hobiku. Menikmati kehidupan yang begitu menggairahkan. Kau harus belajar untuk melakukannya,” katanya bangga.   “Tidak akan perna
Baca selengkapnya
27 || Liburan
Rara terus saja mondar-mandir menunggu Aldebaran. Tak lama kemudian Rara muncul dengan wajah semringah. Bukan karakter Aldebaran! “Dari mana saja kau?” Nada Aldebaran terdengar dingin. “Sikap seperti itu tidak cocok untukku, Pak! Aku tadi dari kamar Firman. Dia memberikan aku ini,” jawab Rara menunjukkan dua tiket pesawat kelas bisnis. Aldebaran lantas mengambil dengan cepat dan melihat arah tujuannya. “Bali?” “Iya, bukannya setelah selesai syuting kita liburan?!” Rara terlihat bersemangat. Tidak ada tanggapan. Tiba-tiba, sudut bibir Rara sedikit terangkat. Sepertinya Aldebaran sedang memikirkan sesuatu. “Ini pasti liburan yang menyenangkan,” tukasnya sembari menduduki sofa. Rara mengerutkan dahi. Dia ikut duduk di hadapan Aldebaran. &ldq
Baca selengkapnya
28 || Pemandangan Tak Biasa
Rara terus saja mengerjapkan mata beberapa kali. Dia sesekali menyapu pandangan melihat para wisatawan asing yang berjemur di pantai Kuta. Bukan tidak biasa, hanya Rara tidak terbiasa melihat pakaian renang yang mereka pakai.   Aldebaran sejak tadi hanya diam saja dengan kaca mata hitam yang tertancap di hidung mancung milik Rara. Dia bersandar santai menikmati pemandangan sekitar yang baginya sudah biasa. Bahkan bisa dikatakan bosan.   Firman dan asistennya entah melenggang ke mana, mereka malah asyik sendiri dengan wanita-wanita bule.   “Darling!” Seseorang berseru dari arah belakang seraya memeluk leher Aldebaran.   Rara tersentak dan refleks menjauhkan tangan seorang wanita yang hampir seluruh anggota tubuhnya terekspos sempurna. Hanya bra berbentuk tali dan celana dalam tipis yang menutupi mahkota indahnya. Bahkan belahan bagian bokong pun terpampang jelas. Entah karena kurang bahan atau memang
Baca selengkapnya
29 || Si Pengganggu
Aldebaran dan Rara bersama tim baru saja pulang liburan.   Rara membuka koper, tepatnya koper kecil—mengeluarkan beberapa potong pakaian yang dibawanya.   Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar. Rara menoleh ke arah pintu, ternyata Angga yang muncul.   Angga segera mendekat dengan seuntai senyum yang seakan menyiratkan sesuatu.   Rara hanya membalas dengan senyuman singkat yang membuat Angga agak terkejut melihat sifat Aldebaran yang tidak lagi dingin padanya.   “Ada perlu apa?”   Angga tidak menjawab. Dia lantas duduk di atas sofa tunggal dengan bersandar santai.   “Apa kau bisa mengelola perusahaan?”   Aldebaran menoleh. “Bukankah itu tugasmu!”   “Aku besok harus ke kantor cabang di Paris. Jadi aku mau kau yang handle perusahaan untuk sementara sampai aku kembali!”   “Buka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status