All Chapters of Secret Identity: Chapter 11 - Chapter 20
80 Chapters
10 || Sumber Masalah
Seorang pria dengan kisaran umur empat puluhan tengah mondar-mandir di ruangan kerjanya. Tampak dari interior bangunan itu terlihat sangat mewah. Beberapa mahakarya luar biasa terpajang berjejer di sana.   Seseorang mengetuk pintu, lalu masuk ke dalam. Lelaki muda berpakaian semi formal dengan sebuah amplop berwarna cokelat di tangannya. Dia menunduk hormat dan menaruh di atas meja.   Pria itu membuka amplop dengan cepat. Tatapannya memandang serius pada sebuah foto yang diambil secara diam-diam. Foto itu yang diambil saat Rara duduk di halte beberapa hari lalu. Pria itu kembali melihat foto berikutnya. Alisnya menukik melihat sosok laki-laki yang terasa tidak asing bersama Rara.   “Bukankah dia putra tunggal Mahesa Wijaya?”   “Benar, Pak. Dia Aldebaran.”   “Kenapa gadis ini bisa bersamanya?”   “Gadis itu bekerja sebagai asisten pribadinya. Sebelumnya, gadis
Read more
11 || Perubahan Sikap
Dua puluh menit kemudian, mobil Aldebaran memasuki halaman RAM Corp. Aldebaran turun lebih dulu, lalu diikuti Rara.   Setelah hampir sebulan, Rara menginjakkan kakinya lagi di perusahaan besar itu. Matanya menjelajah ke setiap sudut. Jika bukan pria arogan itu, Rara ingin bekerja di perusahaan ini walau bukan di posisi karyawan, bagi Rara bisa bekerja seperti orang lain pada umumnya bagi Rara sangat bahagia. Namun, dia tidak menampik, gaji yang ditawarkan Aldebaran jauh lebih besar. Demi menabung untuk mengusahakan biaya operasi Nirmala, Rara tidak punya pilihan lain.   “Pak Al, apa yang akan kulakukan di sini? Apa aku harus menunggu di lobi?” tanya Rara yang sejak tadi mengikuti langkah Aldebaran.   Beberapa pasang mata memandangnya dengan raut sinis. Ada yang merasa iri melihat Rara berjalan sedekat itu dengan Aldebaran. Selain tampan, popularitas yang juga tak kalah menjulang menjadi idaman para wanita. Aldebaran hany
Read more
12 || Cemburu
Rara memperhatikan sekeliling, dia menunjuk salah satu toko yang menjual pakaian wanita. Angga mengikuti langkah Rara dengan senyum yang terus mengembang. Angga kembali menahan langkah, melihat panggilan masuk di ponselnya.     “Apa yang kaulakukan?!” sergah salah seorang pegawai perempuan dengan sinis. Dia tak lain adalah tetangga Rara yang memiliki sifat sombong. Amelia namanya.   Rara seketika berhenti di tempat. Dia melihat batasnya berdiri dengan pintu, lalu menoleh ke sumber suara.   “Amel! Kau bekerja di sini?” Rara mendekat ke arah Amel.   Amel mengangkat lima jarinya ke udara. Dia menghentikan langkah Rara sebelum mencapai padanya.   “Eh, ada apa, Mel?”   “Tidak perlu dekat denganku! Kau harus tahu batas, orang sepertimu tidak bisa belanja pakaian mahal di sini,” cibir Amel menyunggingkan sudut bibir.   “Kau masih saja
Read more
13 || Di Ujung Pelangi
Aldebaran melakukan syuting untuk episode terakhirnya. Rara masih senantiasa menunggu bersama Firman. Kedua tangannya menopang dagu, mengulas kejadian semalam yang membuatnya pagi-pagi buta harus berada di tempat syuting.    Sepuluh jam yang lalu ....   Rara terkejut melihat Aldebaran berdiri di hadapannya.   “Pak Al! Anda kenapa ada di sini?”   Aldebaran menyodorkan ponsel milik Rara yang tertinggal di mobil saat datang ke perusahaan.   Rara memeriksa kedua saku celananya. Benar saja, ponselnya tidak ada. Rara tersenyum kikuk lalu mengambil dari tangan Aldebaran.   “Maaf, Pak. Aku tidak menyadari kalau ponsel itu tertinggal di mobil.”   Aldebaran tidak menjawab, pandangannya mengarah pada paper bag yang dipegang Rara.   “Datang ke lokasi syuting jam enam tepat. Aku tidak menerima alasan apa pun!” ucap Aldebaran
Read more
14 || Keajaiban yang Membingungkan
Rara tampak gelisah. Dia mondar-mandir sejak terbangun setelah dua hari pasca kecelakaan. Rara berkali-kali memastikan wajah itu di cermin. Dia mendesah pelan, masih tetap sama.  Rara tidak habis pikir, bagaimana bisa dia berada dalam tubuh Aldebaran? Rara mengacak rambut Aldebaran dengan frustasi. Suara langkah kaki terdengar dari luar, Dion kembali dengan dokter pribadi Aldebaran. Said namanya.“Ini, Dok. Tolong periksa dia. Sejak sadar tadi, aku rasa ada yang salah dengan isi kepalanya,” ujar Dion.“Aku tidak apa-apa, kepalaku baik-baik saja. Masalahnya saat ini aku bukanlah ....”—Rara memegang dada bidang Aldebaran lalu pandangannya mengarah pada satu-satunya yang sangat menonjol—“tubuhku!”Dion mendesah. “Lihat tingkahnya kan, Dok. Ada yang salah dengan otaknya. Pasti amnesia!”“Aku tidak amnesia Pak Dion. Aku—““Kau memang harus diperiksa, Al. Sejak kapan kau memang
Read more
15 || Kehidupan Baru
Rara menatap langit-langit kamar Aldebaran. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Rara mengedarkan pandangannya, berharap semua ini adalah mimpi. Suara ketukan pintu mengalihkan atensi Rara. Rara menoleh ke arah pintu yang terbuka. Rara lantas bangkit dan mengganti posisi duduk dengan cepat. Rupanya Angga. Dia menghampiri Rara yang terlihat sedikit canggung. Wajar saja, Rara baru bertemu lagi dengan Angga setelah terakhir kali saat Angga mengantarnya pulang.   “Bagaimana keadaanmu, Al?” “Aku baik, Kak. Kau tidak perlu khawatir,” jawab Rara berusaha terlihat santai. Angga menatap kaget. “Kau tidak hilang ingatan ‘kan? Kau tidak pernah memanggilku ‘kak’ sebelumnya.” Ya ampun, aku lupa kalau Pak Al tidak memanggilnya kakak, batin Rara. Rara menggaruk tengkuk yang tidak gatal. “Ak
Read more
16 || Salah Tingkah
Lima menit berlalu begitu saja. Rara dan Monika sama-sama terdiam. Tidak ada percakapan di antara keduanya. Sungguh pemandangan aneh bagi Dion melihat Aldebaran tidak seperti biasanya jika bertemu dengan Monika. Dia sesekali memerhatikan Aldebaran dari balik konter Bartender.     Rara benar-benar terjebak. Dia bingung harus berkata apa, mengingat terakhir kali bertemu, sikap Aldebaran begitu marah pada Monika.   Rara memperbaiki posisi duduknya. Dia menyandarkan punggung, sedikit mengangkat dagu layaknya bersikap arogan seperti yang dilakukan Aldebaran.   “Sampai kapan kau akan diam saja seperti itu?” Rara membuka percakapan lebih dulu.   Monika berdeham pelan, nyaris tak terdengar. Dia mengaitkan anak rambut di belakang telinga seraya memperbaiki posisi duduk.   “Aku hanya tidak ingin mengacaukan suasana hatimu, Al. Terakhir kita bertemu, kau terlihat sangat marah pada
Read more
17 || Wanita Penghibur
Rara masih tidak percaya dengan perempuan yang berdiri di hadapannya dan Dion. Rara menatap Dion dengan penuh tanda tanya. Mengapa Dion bisa mengenal Amel, tetangga Rara yang sombong itu?! Pakaiannya juga sangat minim, menampakkan belahan dada yang begitu mengundang hasrat.   Amel meletakan tumpuan tangan di pundak Aldebaran. Membisikan sesuatu yang hanya bisa didengar Rara.   Rara menoleh kaget, tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Amel.   Rara tidak menolak, mengingat dia adalah tetangga yang baik dia akan diam dulu kali ini.   “Bersenang-senanglah, Al!” Dion berseru menyikut lengan Aldebaran.   Amel menyunggingkan senyum melihat Aldebaran mengikutinya. Amel membawa Aldebaran masuk ke dalam salah satu ruangan khusus.   Rara mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ruangan itu cukup luas, dilengkapi beberapa fasilitas pendukung. Ada botol minuman
Read more
18 || Rumah Sakit
Rara memarkirkan mobil Aldebaran di lahan parkir Rumah Sakit. Hari ini dia mengunjungi ibunya sekaligus mengecek keadaan perkembangan tubuhnya. Rara menggunakan topi dan masker untuk menutupi wajah Aldebaran. Rara berjalan menyusuri koridor Rumah Sakit dengan pandangan awas, khawatir ada yang mengenal Aldebaran dan dicerca pertanyaan beragam apalagi jika sampai ke telinga media. Di tangan kanan, dia memegang bingkisan buah yang sengaja dibeli untuk ibunya. Nirmala sudah seminggu melewati masa pemulihan setelah pasca operasi transplantasi jantung.   Rara sangat bersyukur, Tuhan memberikan dia kesempatan untuk menyembuhkan ibunya melalui Aldebaran. Dia tidak akan pernah melupakan janji yang sudah dia ucapkan sebelumnya.   Binar wajah yang ditunjukkan Rara tampak bahagia sepanjang tapak kaki menuju ruangan Nirmala. Mendadak, Rara menahan langkah. Dia melihat orang tak dikenal berdiri di depan pintu kamar rawat Nirmala. Rara menyembunyikan diri
Read more
19 || Syuting
Rara berulang kali berlatih di cermin, hasilnya selalu gagal. Sering kali Rara lupa dialog atau ekspresi wajahnya tidak tepat. Rara mengembuskan napas kasar, sepuluh menit berlalu dia belum juga berhasil. Mereka pasti akan mempertanyakannya karena Aldebaran yang asli tidak pernah mengulang akting. Rara mengusap rambut ke belakang dengan jemari. Dia benar-benar harus fokus. Rara menatap tajam di cermin, bagaimana pun juga dia tidak boleh gagal. Suara ketukan berasal dari balik pintu ruang ganti Aldebaran. Asisten Firman—Fandi, mendekat. “Maaf, Pak. Anda diminta untuk segera syuting.” “Pergilah! Aku akan keluar,” jawab Rara tegas. Fandi mengangguk paham dan segera undur diri. Rara menarik napas panjang lalu beranjak keluar. Di sana dia sudah melihat lawan mainnya Liona telah bersiap. Liona kembali menjadi rekan dalam film yang dita
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status