Semua Bab KELAMBU MERAH JAMBU : Bab 81 - Bab 90
169 Bab
William Robotman
OK! Sekarang, saatnya memanjakan diri di salon. Nggak longgar sih, waktunya. Sekitar satu jam dan aku berpikir, masih cukup untuk cream bath sekaligus facial. Kalau nggak cukup? Pilih salah satu, dong? Ummm, facial?  Pokoknya hari ini harus sukses menjalankan Me Time yang sudah lama kurindukan. Mendekam di salon. Haha. Haha. Selain untuk perawatan dan kecantikan, salon juga tempat pelarian terbaikku dari berbagai masalah yang ada. Bad mood? Spa.  Jenuh? Facial. Marah, kecewa? Cream bath. Kalau nggak sembuh juga, berenang atau mandi ombak di pantai Parangtritis, my favourite beach. Ummm, honestly I say that it's commonly happen in Yogyakarta. Yes, not here, Sleedorn Tuin. Haha. Haha. Ini pertama kalinya dalam benakku terbersit kata salon, cream bath dan facial selama tinggal di sini. 
Baca selengkapnya
Pengakuan William Robotman
De swiiing! William Robotman sedang menikmati kue kuping gajah sewaktu aku kembali ke ruang keluarga dengan canggung. Kulihat sekilas, kopi susunya tinggal seperempat cangkir. Jadi, aku memberanikan diri untuk mengirimkan isyarat kesibukan yang sudah menantiku sedari tadi. Terus terang rikuh rasanya kalau harus melanjutkan pekerjaan rumah sekarang, terlebih kami hanya berdua. Ya, yaaahhh, bisa saja kan William Robotman ikut membantu dan trararaaa … Menimbulkan pemikiran yang berbeda untuk orang yang melihat. Aku nggak mau kalau itu sampai terjadi. Tentu saja. Sungguh, itu, pintu belakang dan depan saja kubuka lebar-lebar, sebagai tanda kalau ada tamu laki-laki di rumah. Well, ini memang Belanda---nggak masalah laki-laki dan perempuan berada dalam satu ruangan---tapi tetap saja aku anak Mama dan Papa yang melarang untuk ak
Baca selengkapnya
Sunset in Volendam
Huuurrr … Byuuurrr, pyaaakkk! Ombak pantai Volendam yang terlihat putih jernih datang dan pergi silih berganti menyapu tubuhku yang sudah basah kuyup. Nggak, nggak ada sebutir pun rasa takut yang tertabur di pelataran hatiku, meskipun ini Belanda dan sebentar lagi senja akan datang menyapa. I love sunset very much and yeees, I need a beach for telling all my feeling. Haha. Haha. Dengarkanlah, suaraku sudah mulai serak, sekarang. Jangan tanyakan lagi, apa penyebabnya. Segala perasaan yang berjejalan dalam benak sudah kuteriakkan dengan bebas, lepas dan keras. Mungkin lebih keras dari pemain teater yang sedang gladi resik H-1 sebelum pentas. Haha. Haha. Pemain itu memerankan Miss Remuk Hati dalam cerita Menambang Luka. Hehe. Hehe. O'ooo, suaraku auto amblas, Guys!
Baca selengkapnya
Go a Head!
Setengah hidup aku berjalan menjauh dari pesan hatiku untuk Galih yang belum juga tersapu ombak---meskipun remang-remang tapi aku yakin---ke arah Kenzy. Oh, bukan!  Tentu saja bukan untuk menyambut Kenzy atau semacamnya tetapi untuk menjaga pesan hati yang bersifat rahasia kuadrat kali empat di tambah empat. Semoga, pada saat seseorang mencapai hamparan pasir yang itu, semua tulisannya sudah tersapu bersih oleh ombak. Bersih, tanpa satu huruf pun yang tersisa. Bukan apa-apa!  Itu hanya untuk Galih seorang, antara aku dan Tuhan, bukan yang lainnya. Kenzy?Haha. Haha. Aku bukannya takut, kalau dia sampai tahu tapi nggak rela. Nggak ikhlas, nama Galih terbaca olehnya. Kenzy terlalu jahat, iblis untuk tahu tentang kesejatian c
Baca selengkapnya
Cinta Yang Tak Terbeli
Mereka membiarkan aku segera naik ke lantai atas dan masuk ke kamar, begitu kami sampai di rumah. Seperti sudah direncanakan bersama sebelumnya, Kenzy pun nggak mencegah pun sama sekali. Well, tentu saja mereka diskusi di belakangku. Okeee, okeee kuakui mereka memang keren. Thumbsup lah, pokoknya. Terutama untuk semua topeng dan kelengkapan kostum yang mereka kenakan. Waaah, pasti harganya menjulang sampai ke langit biru. Sampai-sampai, aku yang polos dan imut-imut ini nggak bisa memindai adanya kebohongan dalam diri mereka. Well, Kenzy juga hebat. Jika terus dibimbing dan diarahkan, aku yakin dia bisa menjadi bandit terhebat sejagat raya. Klik, klik, klik … Kriiit! Perlahan-lahan namun pasti, aku membuka pintu kamar dan menut
Baca selengkapnya
Detektif ANA
Dug!Begitulah bunyi detak jantungku ketika tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu kamar. Okeee, itu Papa Snoek. Aku melihat dari layar komputer yang sudah kuhubungkan dengan CCTV. Niat utama sih, untuk mencari rekaman tentang misteri kotak perhiasan, bukan untuk memantau siapa saja di luar sana yang berusaha untuk mengkakses link komunikasi denganku. Hihi. Kadang-kadang aku GR ya? GR kuadrat kali empat ditambah empat. Papa Snoek berdiri dengan senampan roti dan minuman di tangan kanan. Tangan kiri sibuk mengetuk-ngetuk pintu sementara itu wajahnya terlihat pucat dan berkeringat. Demikian Anyelir Nuansa Asmara melaporkan kejadian mengharukan ini dari Sleedorn Tuin 23. 
Baca selengkapnya
Terapi Untuk Kenzy
Titanic tadi itu hanya salah satu contoh di antara sekian banyak hal yang Kenzy minta dariku dan juga Papa. Salad buah, pizza bayam sosis jagung manis dan bawang bombay, anggur merah---Papa sampai minta bantuan Om Dirga untuk membelinya---soarma dan yang terbaru ini tadi, makan malam di Indonesian Restaurant. Seolah-olah semua itu belum cukup membuat orang sejagat raya menjadi sibuk dan repot, Kenzy sudah request full body massage untuk besok pagi. Huaaa, padahal kami baru saja sampai di restoran lho, ini. Gawat kuadrat nggak sih, Kenzy? Ya, aku tahu, dia harus dibantu untuk menjauhkan diri dari segala hal yang membahagiakan di dunia hitam kelamnya. Pokoknya, jangan sampai dia teringat dan menginginkan semuanya lagi. Itulah mengapa, kami helpful dua puluh empat jam full, seperti Instalasi Rawat Darurat di rumah sakit untu
Baca selengkapnya
The Newest Schedule
Yippee! Hip, hip … Hooray! Hip, hip … Hooray! Oooh, ooohhh, thanks God! Akhirnya, setelah menunggu sekitar satu jam lebih dua puluh lima menit, Miss Emma memanggilku ke ruang kerjanya yang terletak di belakang kasir. Ruangan yang artistik dan menggambarkan bagaimana Miss Emma secara sempurna. Sama dengan setelan kulot pendek dan blus bercorak daun mapel yang masih hijau. Untung corak daunnya kecil-kecil, kalau nggak? Bisa-bisa Miss Emma terlihat seperti pohon berjalan, mengingat warna dasar pakaiannya yang berwarna cokelat pohon. Untung lagi, dia juga memakai setelan kalung dan gelang yang terbuat dari kulit kerang. Jadi bisa sedikit menyamarkan kesan manusia pohon. Hehe.
Baca selengkapnya
Not a Kind Girl
Thanks, God!Entah bagaimana, tahu-tahu pria paruh baya itu sudah berdiri di sampingku dan bertanya, apakah aku mencari Sophia. Aku diam, mendunduk untuk menyembunyikan air mata. Dengan nada penuh empati, pria itu menanyakan, apakah aku sudah tahu kalau Sophia sudah meninggal. Akhirnya, dengan tetes-tetes air hangat dari pelupuk mata yang mengaliri pipi, aku mengatakan kalau sudah tahu. Dia terlihat lebih empatik dari yang tadi lalu dengan ramah dan hangat mengkonfirmasi tentang pesan mama Sophia yang tertempel di pintu. Katanya, mereka terpaksa pindah flat lagi karena papa Sophia terjerat dalam kasus penipuan. Sekarang dia berada dalam tahanan pihak kepolisian. Ah!
Baca selengkapnya
Good Bye, De Commitment!
Kenzy terus-menerus membujukku untuk ikut ke dokter gigi, mengiming-imingi dengan makan malam di Amsterdam, mengelilingi dam Amsterdam dengan kapal boat … Kalau aku mau, Kenzy nggak akan mengajak Papa Snoek dan Om Dirga sekeluarga. Cukup kami berdua saja. Maksudnya? Tunggu, tunggu! Ini jebakan Kenzy atau apa? Walaupun sempat kepincut tapi nggak bisa begitu saja mempercayainya. Itu, Elize yang tetangga dekatnya saja---sudah seperti keluarga sendiri---bisa dikerjainya. Ya, yaaahhh, walaupun aku ini isterinya, sih. Nggak mungkin kan, dia memaksa, menyakitiku atau bagaimana? OK! Kalau terpaksanya dia menyentuhku, nggak akan ada yang bisa menyalahkan kami. Ummm, tapi aku masih ragu. Kaitannya dengan masalah kehamilan Elize, maksudku. Apakah benar, Kenzy juga melakukannya---apapun itu alasannya---atau murni sebuah rekayasa? Wel
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
17
DMCA.com Protection Status